tag:blogger.com,1999:blog-55618347091366243472024-03-13T15:26:49.480-07:00Cerita Dewasa 17 tahunKumpulan Cerita Dewasa 17 Tahun, Khusus Koleksi Cerita Panas, Cerita Mesum, Cerita Dewasa untuk yang belum DewasaUnknownnoreply@blogger.comBlogger21125tag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-17846828219490707342009-09-23T10:18:00.001-07:002009-09-23T10:18:24.546-07:00Cerita Porno - Kenikmatan Bersama Dua Pria<p><p>Aku adalah gadis berusia 19 tahun. kawan-kawan mengatakan aku cantik, tinggi 170, kulit putih dengan rambut lurus sebahu. Aku termasuk populer diantara kawan-kawan, pokoknya \'gaul abis\'. Namun demikian aku masih mampu menjaga kesucianku sampai.. Suatu saat aku dan enam orang kawan Susi (19), Andra (20), Kelvin (22), Vito (22), Toni (23) dan Andri (20). menghabiskan liburan dengan menginap di villa keluarga Andri di Puncak.<br /><br />Susi walaupun tidak terlalu tinggi (160) memiliki tubuh padat dengan kulit putih, sangat sexy apalagi dengan ukuran payudara 36b-nya, Susi telah berpacaran cukup lama dengan Kelvin. Diantara kami bertiga Andra yang paling cantik, tubuhnya sangat proporsi tidak heran kalau sang pacar, Vito, sangat tergila-gila dengannya. Sementara aku, Andri dan Toni masih \'jomblo\'. Andri yang berdarah India sebenarnya suka sama aku, dia lumayan ganteng hanya saja bulu-bulu dadanya yang lebat terkadang membuat aku ngeri, karenanya aku hanya menganggap dia tidak lebih dari sekedar teman.<br /><br />Acara ke Puncak kami mulai dengan \'hang-out\' disalah satu kafe terkenal di kota kami. Larut malam baru tiba di Puncak dan langsung menyerbu kamar tidur, kami semua tidur dikamar lantai atas. Udara dingin membuatku terbangun dan menyadari hanya Susi yang ada sementara Andra entah kemana. Rasa haus membuatku beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. Sewaktu melewati kamar belakang dilantai bawah, telingaku menangkap suara orang yang sedang bercakap-cakap. Kuintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, ternyata Vito dan Andra. Niat menegur mereka aku urungkan, karena kulihat mereka sedang berciuman, awalnya kecupan-kecupan lembut yang kemudian berubah menjadi lumatan-lumatan. Keingintahuan akan kelanjutan adegan itu menahan langkahku menuju dapur.<br /><br />Adegan ciuman itu bertambah \'panas\' mereka saling memagut dan berguling-gulingan, lidah Vito menjalar bagai bagai ular ketelinga dan leher sementara tangannya menyusup kedalam t-shirt meremas-remas payudara yang menyebabkan Andra mendesah-desah, suaranya desahannya terdengar sangat sensual. Disibakkannya t-shirt Andra dan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingnya, menghisap dan meremas-remas payudara Andra. Setelah itu tangannya mulai merayap kebawah, mengelus-elus bagian sensitif yang tertutup g-string. Vito berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi sepertinya Andra keberatan. Lamat-lamat kudengan pembicaraan mereka.<br />"Jangan To" tolak Andra.<br />"Kenapa sayang" tanya Vito.<br />"Aku belum pernah.. gituan"<br />"Makanya dicoba sayang" bujuk Vito.<br />"Takut To" Andra beralasan.<br />"Ngga apa-apa kok" lanjut Vito membujuk<br />"Tapi To"<br />"Gini deh", potong Vito, "Aku cium aja, kalau kamu ngga suka kita berhenti"<br />"Janji ya To" sahut Andra ingin meyakinkan.<br />"Janji" Vito meyakinkan Andra.<br /><br />Vito tidak membuang-buang waktu, ia membuka t-shirt dan celana pendeknya dan kembali menikmati bukit kenikmatan Andra yang indah itu, perlahan mulutnya merayap makin kebawah.. kebawah.. dan kebawah. Ia mengecup-ngecup gundukan diantara paha sekaligus menarik turun g-string Andra. Dengan hati-hati Vito membuka kedua paha Andra dan mulai mengecup kewanitaannya disertai jilatan-jilatan. Tubuh Andra bergetar merasakan lidah Vito.<br />"Agghh.. To.. oohh.. enakk.. Too"<br />Mendengar desahan Andra, Vito semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaan Andra dan meremas-remas payudaranya dengan liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai Andra, tubuhnya menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tangannya mengusap-usap dan menarik-narik rambut Vito, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang ia rasakan.<br /><br />Andra semakin membuka lebar kedua kakinya agar memudahkan mulut Vito melahap kewanitaannya. Kepalanya mengeleng kekiri-kekanan, tangannya menggapai-gapai, semua yang diraih dicengramnya kuat-kuat. Andra sudah tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam ia menuju ke dasar lautan birahi. Vito tahu persis apa yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka CDnya dan merangkak naik keatas tubuh Andra. Mereka bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut birahi. Sesekali Vito di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, Andra tidak tinggal diam ia melakukan juga yang sama. Kemaluan mereka saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Melihat itu semua membuat degup jantung berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras.. Aku mulai terjangkit virus birahi mereka.<br /><br />Vito kemudian mengangkat tubuhnya yang ditopang satu tangan, sementara tangan lain memegang kejantannya. Vito mengarahkan kejantanannya keselah-selah paha Anggie. "Jangan To, katanya cuma cium aja" sergah Andra.<br />"Rileks An" bujuk Vito, sambil mengosok-gosok ujung penisnya di kewanitaan Andra.<br />"Tapi.. To.. oohh.. aahh" protes Andra tenggelam dalam desahannya sendiri.<br />"Nikmatin aja An"<br />"Ehh.. akkhh.. mpphh" Andra semakin mendesah<br />"Gitu An.. rileks.. nanti lebih enak lagi"<br />"He eh To.. eesshh"<br />"Enak An..?"<br />"Ehh.. enaakk To"<br />Aku benar-benar ternganga dibuatnya. Seumur hidup belum pernah aku melihat milik pria yang sebenarnya, apalagi adegan \'live\' seperti itu.<br /><br />Tidak ada lagi protes apalagi penolakan hanya desahan kenikmatan Andra yang terdengar.<br />"Aku masukin ya An" pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.<br />Vito langsung menekan pinggulnya, ujung kejantanannya tenggelam dalam kewanitaan Andra.<br />"Aakhh.. To.. eengghh" erang Andra cukup keras, membuat bulu-bulu ditubuhku meremang mendengarnya.<br />Vito lebih merunduk lagi dengan sikut menahan badan, perlahan pinggulnya bergerak turun naik serta mulutnya dengan rakus melumat payudara Andra.<br />"Teruss.. Too.. enak banget.. ohh.. isep yang kerass sayangg" Andra meracau.<br />"Aku suka sekali payudara kamu An.. mmhh"<br />"Aku juga suka kamu isep To.. ahh" Andra menyorongkan dadanya membuat Vito bertambah mudah melumatnya.<br />Bukan hanya Andra yang terayun-ayun gelombang birahi, aku yang melihat semua itu turut hanyut dibuatnya. Tanpa sadar aku mulai meremas-remas payudara dan memainkan putingku sendiri, membuat mataku terpejam-pejam merasakan nikmatnya.<br /><br />Vito tahu Andra sudah pada situasi \'point of no return\', ia merebahkan badannya menindih Andra dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telinga Andra dan.. kulihat Vito menekan pinggulnya, dapat kubayangkan bagaimana kejantanannya melesak masuk ke dalam rongga kenikmatan Andra.<br />"Auuwww.. To.. sakiitt" jerit Andra.<br />"Stop.. stop To"<br />"Rileks An.. supaya enak nanti" bujuk Vito, sambil terus menekan lebih dalam lagi.<br />"Sakit To.. pleasee.. jangan diterusin"<br />Terlambat.. seluruh kejantanan Vito telah terbenam di dalam rongga kenikmatan Andra. Beberapa saat Vito tidak bergerak, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudara Andra kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Vito membuat birahi Andra terusik kembali, ia mulai melenguh dan mendesah-desah, lama kelamaan semakin menjadi-jadi. Bagian belakang tubuh Vito yang mulai dari punggung, pinggang sampai buah pantatnya tak luput dari remasan-remasan tangan Andra.<br /><br />Vito memahami sekali keadaan Andra, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan daging Andra yang dihiasi puting kecil kemerah-merahan.<br />"Uhh.. ohh.. To" desah kenikmatan Andra, kakinya dibuka lebih melebar lagi.<br />Vito tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dipercepat ritme gerakan pinggulnya.<br />"Agghh.. ohh.. terus Too" Andra meracau merasakan kejantanan Vito yang berputar-putar di kewanitaannya, kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang. Merasakan gerakannya mendapat respon Vito tidak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya.<br />"Aaauugghh.. sshh.. Too.. ohh.. Too" Andra tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan yang keluar begitu saya dari mulutnya.<br /><br />Pinggul Vito yang turun naik dan kaki Andra yang terbuka lebar membuat darahku berdesir, menimbulkan denyut-denyut di bagian sensitifku, kumasukan tangan kiri kebalik celana pendek dan CD. Tubuhku bergetar begitu jari-jemariku meraba-raba kewanitaanku.<br />"Ssshh.. sshh" desisku tertahan manakala jari tengahku menyentuh bibir kemaluanku yang sudah basah, sesaat \'life show\' Vito dan Andra terlupakan. Kesadaranku kembali begitu mendengar pekikan Andra.<br />"Adduuhh.. Too.. nikmat sekalii" Andra terbuai dalam birahinya yang menggebu-gebu.<br />"Nikmati An.. nikmati sepuas-puasnya"<br />"Ssshh.. ahh.. ohh.. ennaak Too"<br />"Punya kamu enaakk sekalii An.. uugghh"<br />"Ohh.. Too.. aku sayang kamu.. sshh" desah Andra seraya memeluk, pujian Vito rupanya membuat Andra lebih agresif, pantatnya bergoyang mengikuti irama hentakan-hentakan turun-naik pantat Vito.<br />"Enaak An.. terus goyang.. uhh.. eenngghh" merasakan goyangan Andra Vito semakin mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya.<br />"Ahh.. aahh.. Too.. teruss.. sayaang" pekik Andra.<br />Semakin liar keduanya bergumul, keringat kenikmatan membanjir menyelimuti tubuh mereka.<br />"Too.. tekan sayangg.. uuhh.. aku mau ke.. kelu.. aarrghh" erang Andra.<br />Vito menekan pantatnya dalam-dalam dan tubuh keduanya pun mengejang. Gema erangan kenikmatan mereka memenuhi seantero kamar dan kemudian keduanya.. terkulai lemas.<br /><br />Dikamar aku gelisah mengingat-ingat kejadian yang baru saja kulihat, bayang-bayang Vito menyetubuhi Andra begitu menguasai pikiranku. Tak kuasa aku menahan tanganku untuk kembali mengusap-usap seluruh bagian sensitif di tubuhku namun keberadaan Susi sangat mengganggu, menjelang ayam berkokok barulah mataku terpejam. Dalam mimpi adegan itu muncul kembali hanya saja bukan Andra yang sedang disetubuhi Vito tetapi diriku.<br /><br />Jam 10.00 pagi harinya kami jalan-jalan menghirup udara puncak, sekalian membeli makanan dan cemilan sementara Susi dan Kelvin menunggu villa. Belum lagi 15 menit meninggalkan villa perutku tiba-tiba mulas, aku mencoba untuk bertahan, tidak berhasil, bergegas aku kembali ke villa.<br /><br />Selesai dari kamar mandi aku mencari Susi dan Kelvin, rupanya mereka sedang di ruang TV dalam keadaan.. bugil. Lagi-lagi aku mendapat suguhan \'live show\' yang spektakuler. Tubuh Susi setengah melonjor di sofa dengan kaki menapak kelantai, Kelvin berlutut dilantai dengan badan berada diantara kedua kaki Susi, Mulutnya mengulum-ngulum kewanitaan Susi, tak lama kemudian Kelvin meletakan kedua tungkai kaki Susi dibahunya dan kembali menyantap \'segitiga venus\' yang semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi Susi berkelojotan diperlakukan seperti itu.<br /><br />"Ssshh.. sshh.. aahh" desis Susi.<br />"Oohh.. Kel.. nikmat sekalii.. sayang"<br />"Gigit.. Kel.. pleasee.. gigitt"<br />"Auuwww.. pelan sayang gigitnyaa"<br />Melengkapi kenikmatan yang sedang melanda dirinya satu tangan Susi mencengkram kepala Kelvin, tangan lainnya meremas-remas payudara 36b-nya sendiri serta memilin putingnya.<br /><br />Beberapa saat kemudian mereka berganti posisi, Susi yang berlutut di lantai, mulutnya mengulum kejantanan Kelvin, kepalanya turun naik, tangannya mengocok-ngocok batang kenikmatan itu, sekali-kali dijilatnya bagai menikmati es krim. Setiap gerakan kepala Susi sepertinya memberikan sensasi yang luar biasa bagi Kelvin.<br />"Aaahh.. aauugghh.. teruss sayangg" desah Kelvin.<br />"Ohh.. sayangg.. enakk sekalii"<br />Suara desahan dan erangan membuat Susi tambah bernafsu melumat kejantanan Kelvin.<br />"Ohh.. Susii.. ngga tahann.. masukin sayangg" pinta Kelvin.<br /><br />Susi menyudahi lumatannya dan beranjak keatas, berlutut disofa dengan pinggul Kelvin berada diantara pahanya, tangannya menggapai batang kenikmatan Kelvin, diarahkan kemulut kewanitaannya dan dibenamkan. "Aaagghh" keduanya melenguh panjang merasakan kenikmatan gesekan pada bagian sensitif mereka masing-masing. Dengan kedua tangan berpangku pada pahanya Susi mulai menggerakan pinggulnya mundur maju, karuan saja Kelvin mengeliat-geliat merasakan batangnya diurut-urut oleh kewanitaan Susi. Sebaliknya, milik Kelvin yang menegang keras dirasakan oleh Susi mengoyak-ngoyak dinding dan lorong kenikmatannya. Suara desahan, desisan dan lenguhan saling bersaut manakala kedua insan itu sedang dirasuk kenikmatan duniawi.<br /><br />Tontonan itu membuat aku tidak dapat menahan keinginanku untuk meraba-raba2 sekujur tubuhku, rasa gatal begitu merasuk kedalam kemaluanku. Kutinggalkan \'live show\' bergegas menuju kamar, kulampiaskan birahiku dengan mengesek-gesekan bantal di kewanitaanku. Merasa tidak puas kusingkap rok miniku, kuselipkan tanganku kedalam CD-ku membelai-belai bulu-bulu tipis di permukaan kewanitaanku dan.. akhirnya menyentuh klitorisku.<br />"Aaahh.. sshh.. eehh" desahku merasakan nikmatnya elusan-elusanku sendiri, jariku merayap tak terkendali ke bibir kemaluanku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yang mulai basah dengan cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin membalut diriku tiba-tiba pintu terbuka.. Susi! masih dengan pakaian kusut menerobos masuk, untung aku masih memeluk bantal, sehingga kegiatan tanganku tidak terlihat olehnya.<br />"Ehh Ver.. kok ada disini, bukannya tadi ikut yang lain?" sapa Susi terkejut.<br />"Iya Si.. balik lagi.. perut mules"<br />"Aku suruh Kelvin beli obat ya"<br />"Ngga usah Si.. udah baikan kok"<br />"Yakin Ver?"<br />"Iya ngga apa-apa kok" jawabku meyakinkan Susi yang kemudian kembali ke ruang tengah setelah mengambil yang dibutuhkannya. Sirna sudah birahiku karena rasa kaget.<br /><br />Malam harinya selesai makan kami semua berkumpul diruang tengah, Andri langsung memutar VCD X-2. Adegan demi adegan di film mempengaruhi kami, terutama kawan-kawan pria, mereka kelihatan gelisah. Film masih setengah main Susi dan Kelvin menghilang, tak lama kemudian disusul oleh Andra dan Vito. Tinggal aku, Toni dan Andri, kami duduk dilantai bersandar pada sofa, aku di tengah. Melihat adegan film yang bertambah panas membuat birahiku terusik. Rasa gatal menyeruak dikewanitaanku mengelitik sekujur tubuh dan setiap detik berlalu semakin memuncak saja, aku jadi salah tingkah. Toni yang pertama melihat kegelisahanku.<br />"Kenapa Ver, gelisah banget horny ya" tegurnya bercanda.<br />"Ngga lagi, ngaco kamu Ton" sanggahku.<br />"Kalau horny bilang aja Ver.. hehehe.. kan ada kita-kita" Andri menimpali.<br />"Rese\' nih berdua, nonton aja tuh" sanggahku lagi menahan malu.<br /><br />Toni tidak begitu saja menerima sanggahanku, diantara kami ia paling tinggi jam terbangnya sudah tentu ia tahu persis apa yang sedang aku rasakan. Toni tidak menyia-nyiakannya, bahuku dipeluknya seperti biasa ia lakukan, seakan tanpa tendensi apa-apa.<br />"Santai Ver, kalau horny enjoy aja, gak usah malu.. itu artinya kamu normal" bisik Toni sambil meremas pundakku.<br />Remasan dan terpaan nafas Toni saat berbisik menyebabkan semua bulu-bulu di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok. Toni menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya, tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya.<br />"Remas aja paha aku Ver daripada rok" bisik Toni lagi.<br />Kalau sedang bercanda jangankan paha, pantatnya yang \'geboy\' saja kadang aku remas tanpa rasa apapun, kali ini merasakan paha Toni dalam remasanku membuat darahku berdesir keras.<br />"Ngga usah malu Ver, santai aja" lanjutnya lagi.<br />Entah karena bujukannya atau aku sendiri yang menginginkan, tidak jelas, yang pasti tanganku tidak beranjak dari pahanya dan setiap ada adegan yang \'wow\' kuremas pahanya. Merasa mendapat angin, Toni melepaskan rangkulannya dan memindahkan tangannya di atas pahaku, awalnya masih dekat dengkul lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding.<br /><br />Entah bagaimana mulainya tanpa kusadari tangan Toni sudah berada dipaha dalamku, tangannya mengelus-elus dengan halus, ingin menepis, tapi, rasa geli-geli enak yang timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan kenakalan tangan Toni yang semakin menjadi-jadi.<br />"Ver gue suka deh liat leher sama pundak kamu" bisik Toni seraya mengecup pundakku.<br />Aku yang sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dengan kecupannya itu.<br />"Jangan Ton" namun aku berusaha menolak.<br />"Kenapa Ver, cuma pundak aja kan" tanpa perduli penolakanku Toni tetap saja mengecup, bahkan semakin naik keleher, disini aku tidak lagi berusaha \'jaim\'.<br />"Ton.. ahh" desahku tak tertahan lagi.<br />"Enjoy aja Ver" bisik Toni lagi, sambil mengecup dan menjilat daun telingaku.<br />"Ohh Ton" aku sudah tidak mampu lagi menahan, semua rasa yang terpendam sejak melihat \'live show\' dan film, perlahan merayapi lagi tubuhku.<br />Aku hanya mampu tengadah merasakan kenikmatan mulut Toni di leher dan telingaku. Andri yang sedari tadi asik nonton melihatku seperti itu tidak tinggal diam, ia pun mulai turut melakukan hal yang sama. Pundak, leher dan telinga sebelah kiriku jadi sasaran mulutnya.<br /><br />Melihat aku sudah pasrah mereka semakin agresif. Tangan Toni semakin naik hingga akhirnya menyentuh kewanitaanku yang masih terbalut CD. Elusan-elusan di kewanitaanku, remasan Andri di payudaraku dan kehangatan mulut mereka dileherku membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya.<br />"Agghh.. Tonn.. Drii.. ohh.. sshh" desahanku bertambah keras.<br />Andri menyingkap tang-top dan braku bukit kenyal 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dengan rakus. Toni juga beraksi memasukan tangannya kedalam CD meraba-raba kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan pelicin. Aku jadi tak terkendali dengan serangan mereka tubuhku bergelinjang keras.<br /><br />"Emmhh.. aahh.. ohh.. aagghh" desahanku berganti menjadi erangan-erangan.<br />Mereka melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan dilantai beralas karpet dan mereka pun kembali menjarahnya. Andri melumat bibirku dengan bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dengan liarnya. Sementara Toni menjilat-jilat pahaku lama kelamaan semakin naik.. naik.. dan akhirnya sampai di kewanitaanku, lidahnya bergerak-gerak liar di klitorisku, bersamaan dengan itu Andri pun sudah melumat payudaraku, putingku yang kemerah-merahan jadi bulan-bulanan bibir dan lidahnya.<br /><br />Diperlakukan seperti itu membuatku kehilangan kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang, terlena dibawah kenikmatan hisapan-hisapan mereka. Bahkan aku mulai berani punggung Andri kuremas-remas, kujambak rambutnya dan merengek-rengek meminta mereka untuk tidak berhenti melakukannya.<br />"Aaahh.. Tonn.. Drii.. teruss.. sshh.. enakk sekalii"<br />"Nikmatin Ver.. nanti bakal lebih lagi" bisik Andri seraya menjilat dalam-dalam telingaku.<br />Mendengar kata \'lebih lagi\' aku seperti tersihir, menjadi hiperaktif pinggul kuangkat-angkat, ingin Toni melakukan lebih dari sekedar menjilat, ia memahami, disantapnya kewanitaanku dengan menyedot-nyedot gundukan daging yang semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tidak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku menegang, kupeluk Andri-yang sedang menikmati puting susu-dengan kuatnya.<br />"Aaagghh.. Tonn.. Drii.. akuu.. oohh" jeritku keras, dan merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam kewanitaanku. Tubuhku melemas.. lungai.<br /><br />Toni dan Andri menyudahi \'hidangan\' pembukanya, dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata kuingat-ingat apa yang baru saja kualami. Permainan Andri di payudara dan Toni di kewanitaanku yang menyebarkan kenikmatan yang belum pernah kualami sebelumnya, dan hal itu telah kembali menimbulkan getar-getar birahi diseluruh tubuhku. Aku semakin tenggelam saja dalam bayang-bayang yang menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan nafas ditelingaku dan rasa tidak asing lagi.. hangat basah.. Ahh.. bibir dan lidah Andri mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di gelitiki ribuan semut, ternyata Andri sudah polos dan bulu-bulu lebat di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Begitupun Toni sudah bugil, ia membuka kedua pahaku lebar-lebar dengan kepala sudah berada diantaranya.<br /><br />Mataku terpejam, aku sadar betul apa yang akan terjadi, kali ini mereka akan menjadikan tubuhku sebagai \'hidangan\' utama. Ada rasa kuatir dan takut tapi juga menantikan kelanjutannya dengan berdebar. Begitu kurasakan mulut Toni yang berpengalaman mulai beraksi.. hilang sudah rasa kekuatiran dan ketakutanku. Gairahku bangkit merasakan lidah Toni menjalar dibibir kemaluanku, ditambah lagi Andri yang dengan lahapnya menghisap-hisap putingku membuat tubuhku mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif tubuhku.<br /><br />"Aaahh.. Tonn.. Drii.. nngghh.. aaghh" rintihku tak tertahankan lagi.<br />Toni kemudian mengganjal pinggulku dengan bantal sofa sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain dikemaluanku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang kenikmatanku, bergerak-gerak liar diantara kemaluan dan anus, seluruh tubuhku bagai tersengat aliran listrik aku hilang kendali. Aku merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Lalu kurasakan sesuatu yang hangat keras berada dibibirku.. kejantanan Andri! Aku mengeleng-gelengkan kepala menolak keinginannya, tapi Andri tidak menggubrisnya ia malah manahan kepalaku dengan tangannya agar tidak bergerak.<br /><br />"Jilat.. Ver" perintahnya tegas.<br />Aku tidak lagi bisa menolak, kujilat batangnya yang besar dan sudah keras membatu itu, Andri mendesah-desah merasakan jilatanku.<br />"Aaahh.. Verr.. jilat terus.. nngghh" desah Andri.<br />"Jilat kepalanya Ver" aku menuruti permintaannya yang tak mungkin kutolak.<br />Lama kelamaan aku mulai terbiasa dan dapat merasakan juga enaknya menjilat-jilat batang penis itu, lidahku berputar dikepala kemaluannya membuat Andri mendesis desis.<br />"Ssshh.. nikmat sekali Verr.. isep sayangg.. isep" pintanya diselah-selah desisannya.<br /><br />Aku tak tahu harus berbuat bagaimana, kuikuti saja apa yg pernah kulihat di film, kepala kejantanannya pertama-tama kumasukan kedalam mulut, Andri meringis.<br />"Jangan pake gigi Ver.. isep aja" protesnya, kucoba lagi, kali ini Andri mendesis nikmat.<br />"Ya.. gitu sayang.. sshh.. enak.. Ver"<br />Melihat Andri saat itu membuatku turut larut dalam kenikmatannya, apalagi ketika sebagian kejantanannya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi kenakalan lidah Toni yang tiada henti-hentinya menggerayangi setiap sudut kemaluanku. Aku semakin terombang-ambing dalam gelombang samudra birahi yang melanda tubuhku, aku bahkan tidak malu lagi mengocok-ngocok kejantanan Andri yang separuhnya berada dalam mulutku.<br /><br />Beberapa saat kemudian Andri mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam batang kemaluannya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya kedalam mulutku. Aku menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaku hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaku membuat kemaluannya seperti dikocok-kocok. Andri bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan..<br />"Aaagghh.. nikmatt.. Verr.. aku.. kkeelluaarr" jerit Andri, air maninya menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku.<br /><br />Aku sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yang masih ada dimulutku. Toni tidak kuhiraukan aku langsung duduk bersandar menutup dadaku dengan bantal sofa.<br />"Gila Andri.. kira-kira dong" celetukku sambil bersungut-sungut.<br />"Sorry Ver.. ngga tahan.. abis isepan kamu enak banget" jawab Andri dengan tersenyum.<br />"Udah Ver jangan marah, kamu masih baru nanti lama lama juga bakal suka" sela Toni seraya mengambilkan aku minum dan membersihkan sisa air mani dari mulutku.<br />Toni benar, aku sebenarnya tadi menikmati sekali, apalagi melihat mimik Andri saat akan keluar hanya saja semburannya yang membuatku kaget. Toni membujuk dan memelukku dengan lembut sehingga kekesalanku segera surut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kelembutan perlakuannya membuatku lupa dengan kejadian tadi. Kecupan dibibir berubah menjadi lumatan-lumatan yang semakin memanas kami pun saling memagut, lidah Toni menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aku terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan lidahnya, leher dan telingaku kembali menjadi sasarannya membuatku sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yang begitu saja meluncur keluar dari mulutku.<br /><br />Toni merebahkan tubuhku kembali dilantai beralas karpet, kali ini dadaku dilahapnya puting yang satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari dada kiriku tangannya melesat turun ke kewanitaanku, dielus-elusnya kelentit dan bibir kemaluanku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat merasakan kenakalan jari-jari Toni.<br />"Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh" desisku tak tertahan.<br />"Teruss.. Tonn.. aakkhh"<br />Aku menjadi lebih menggila waktu Toni mulai memainkan lagi lidahnya di kemaluanku, seakan kurang lengkap kenikmatan yang kurasakan, kedua tanganku meremas-remas payudaraku sendiri.<br />"Ssshh.. nikmat Tonn.. mmpphh" desahanku semakin menjadi-jadi.<br />Tak lama kemudian Toni merayap naik keatas tubuhku, aku berdebar menanti apa yang akan terjadi. Toni membuka lebih lebar kedua kakiku, dan kemudian kurasakan ujung kejantanannya menyentuh mulut kewanitaanku yang sudah basah oleh cairan cinta.<br /><br />"Aauugghh.. Tonn.. pelann" jeritku lirih, saat kepala kejantanannya melesak masuk kedalam rongga kemaluanku.<br />Toni menghentikan dorongannya, sesaat ia mendiamkan kepala kemaluannya dalam kehangatan liang kewanitaanku. Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai memundur-majukannya. Sesuatu yang aneh segera saja menjalar dari gesekan itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukan Toni.<br />"Ooohh.. Tonn.. sshh.. aahh.. enakk Tonn" desahku lirih.<br />Aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa akibat gesekan-gesekan di mulut kewanitaanku. Mataku terpejam-pejam kadang kugigit bibir bawahku seraya mendesis.<br />"Enak.. Ver" tanya Toni berbisik.<br />"He ehh Tonn.. oohh enakk.. Tonn.. sshh"<br />"Nikmatin Ver.. nanti lebih enak lagi" bisiknya lagi.<br />"Ooohh.. Tonn.. ngghh"<br /><br />Toni terus mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung kejantanannya-dengan ritme yang semakin cepat. Selagi aku terayun-ayun dalam buaian birahi, tiba-tiba Toni menekan kejantanannya lebih dalam membelah kewanitaanku.<br />"Auuhh.. sakitt Tonn" jeritku saat kejantanannya merobek selaput daraku, rasanya seperti tersayat silet, Toni menghentikan tekanannya.<br />"Pertama sedikit sakit Ver.. nanti juga hilang kok sakitnya" bisik Toni seraya menjilat dan menghisap telingaku.<br />Entah bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yang pasti aku mulai merasakan nikmatnya milik Toni yang keras dan hangat didalam rongga kemaluanku.<br /><br />Toni kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan seluruh batang kemaluannya dan mengeluar-masukannya. Gesekan kejantanannya dirongga kewanitaanku menimbulkan sensasi yang luar biasa! Setiap tusukan dan tarikannya membuatku menggelepar-gelepar.<br />"Ssshh.. ohh.. ahh.. enakk Tonn.. empphh" desahku tak tertahan.<br />"Ohh.. Verr.. enak banget punya kamu.. oohh" puji Toni diantara lenguhannya.<br />"Agghh.. terus Tonn.. teruss" aku meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kejantanan Toni di kemaluanku.<br />Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan kami. Menit demi menit kejantanan Toni menebar kenikmatan ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak lagi mampu menahan letupannya.<br />"Tonii.. oohh.. tekan Tonn.. agghh.. nikmat sekali Tonn" jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku.<br />Tubuhku mengejang, kupeluk Toni erat-erat, magma birahiku meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung kewanitaanku.<br /><br />Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian Toni mulai lagi memacu gairahku, hisapan dan remasan didadaku serta pinggulnya yang berputar kembali membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging panggang, setiap posisi memberikan sensasi yang berbeda. Entah berapa kali kewanitaanku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi Toni sepertinya belum ingin berhenti menjarah tubuhku. Selagi posisiku di atas Toni, Andri yang sedari tadi hanya menonton serta merta menghampiri kami, dengan berlutut ia memelukku dari belakang. Leherku dipagutnya seraya kedua tangannya memainkan buah dadaku. Apalagi ketika tangannya mulai bermain-main diklitorisku membuatku menjadi tambah meradang.<br /><br />Kutengadahkan kepalaku bersandar pada pundak Andri, mulutku yang tak henti-hentinya mengeluarkan desahan dan lenguhan langsung dilumatnya. Pagutan Andri kubalas, kami saling melumat, menghisap dan bertukar lidah. Pinggulku semakin bergoyang berputar, mundur dan maju dengan liarnya. Aku begitu menginginkan kejantanan Toni mengaduk-aduk seluruh isi rongga kewanitaanku yang meminta lebih dan lebih lagi.<br />"Aaargghh.. Verr.. enak banget.. terus Ver.. goyang terus" erang Toni.<br />Erangan Toni membuat gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas buah dadaku sendiri yang ditinggalkan tangan Andri.. Ohh aku sungguh menikmati semua ini.<br /><br />Andri yang merasa kurang puas meminta merubah posisi. Toni duduk disofa dengan kaki menjulur dilantai, Akupun merangkak kearah batang kemaluannya.<br />"Isep Ver" pinta Toni, segera kulumat kejantanannya dengan rakus.<br />"Ooohh.. enak Ver.. isep terus"<br />Bersamaan dengan itu kurasakan Andri menggesek-gesek bibir kemaluanku dengan kepala kejantanannya. Tubuhku bergetar hebat, saat batang kemaluan Andri-yang satu setengah kali lebih besar dari milik Toni-dengan perlahan menyeruak menembus bibir kemaluanku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kejantanan Andri serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aku menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis dua batang kejantanan didalam tubuhku. Batang kemaluan Toni kulumat dengan sangat bernafsu. Kesadaranku hilang sudah naluriku yang menuntun melakukan semua itu.<br /><br />"Verr.. terus Verr.. gue ngga tahan lagi.. Aaarrgghh" erang Toni.<br />Aku tahu Toni akan segera menumpahkan cairan kenikmatannya dimulutku, aku lebih siap kali ini. Selang berapa saat kurasakan semburan-semburan hangat sperma Toni.<br />"Aaagghh.. nikmat banget Verr.. isep teruss.. telan Verr" jerit Toni, lagi-lagi naluriku menuntun agar aku mengikuti permintaan Toni, kuhisap kejantananya yang menyemburkan cairan hangat dan.. kutelan cairan itu. Aneh! Entah karena rasanya, atau sensasi sexual karena melihat Toni yang mencapai klimaks, yang pasti aku sangat menyukai cairan itu. Kulumat terus itu hingga tetes terakhir dan benda keras itu mengecil.. lemas.<br /><br />Toni beranjak meninggalkan aku dan Andri, sepeninggal Toni aku merasa ada yang kurang. Ahh.. ternyata dikerjai dua pria jauh lebih mengasikkan buatku. Namun hujaman-hujaman kemaluan Andri yang begitu bernafsu dalam posisi \'doggy\' dapat membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dengan elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan hanya itu, setelah diludahi Andri bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan dikewanitaanku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang.<br />"Ssshh.. engghh.. yang keras Drii.. mmpphh"<br />"Enak banget Drii.. aahh.. oohh"<br />Mendengar eranganku Andri tambah bersemangat menggedor kedua lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku tambah lupa daratan.<br /><br />Sedang asiknya menikmati, Andri mencabut kejantanan dan Ibu jarinya.<br />"Andrii.. kenapa dicabutt" protesku.<br />"Masukin lagi Dri.. pleasee" pintaku menghiba.<br />Sebagai jawaban aku hanya merasakan ludah Andri berceceran di lubang anusku, tapi kali ini lebih banyak. Aku masih belum mengerti apa yang akan dilakukannya. Saat Andi mulai menggosok kepala penisnya dilubang anus baru aku sadar apa yang akan dilakukannya.<br />"Andrii.. pleasee.. jangan disitu" aku menghiba meminta Andri jangan melakukannya.<br />Andri tidak menggubris, tetap saja digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melakukan hal itu. Dibantu dengan sodokan jarinya dikemaluanku hilang sudah protesku. Tiba-tiba kurasakan kepala kemaluannya sudah menembus anusku. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit batang kenikmatannya membelah anusku dan tenggelam habis didalamnya.<br /><br />"Aduhh sakitt Drii.. akhh..!" keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikan Andri.<br />"Rileks Ver.. seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya" bujuknya seraya mencium punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus klitorisku.<br />Separuh tubuhku yang tengkurap disofa sedikit membantuku, dengan begitu memudahkan aku untuk mencengram dan mengigit bantal sofa untuk mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aku bahkan mulai menyukai batang keras Andri yang menyodok-nyodok anusku. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku.<br />"Aaahh.. aauuhh.. oohh Drii" erang-erangan birahiku mewarnai setiap sodokan penis Andri yang besar itu.<br />Andri dengan buasnya menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras Andri menghujamkan kejantananya semakin aku terbuai dalam kenikmatan.<br /><br />Toni yang sudah pulih dari \'istirahat\'nya tidak ingin hanya menonton, ia kembali bergabung. Membayangkan akan dijarah lagi oleh mereka menaikan tensi gairahku. Atas inisiatif Toni kami pindah kekamar tidur, jantungku berdebar-debar menanti permainan mereka. Toni merebahkan diri terlentang ditempat tidur dengan kepala beralas bantal, tubuhku ditarik menindihinya. Sambil melumat mulutku-yang segera kubalas dengan bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaku dan langsung menancapkan kemaluannya kedalam vaginaku. Andri yang berada dibelakang membuka belahan pantatku dan meludahi lubang anusku. Menyadari apa yang akan mereka lakukan menimbulkan getaran birahi yang tak terkendali ditubuhku. Sensasi sexual yang luar bisa hebat kurasakan saat kejantanan mereka yang keras mengaduk-aduk rongga kewanitaan dan anusku. Hentakan-hentakan milik mereka dikedua lubangku memberi kenikmatan yang tak terperikan.<br /><br />Andri yang sudah lelah berlutut meminta merubah posisi, ia mengambil posisi tiduran, tubuhku terlentang diatasnya, kejantanannya tetap berada didalam anusku. Toni langsung membuka lebar-lebar kakiku dan menghujamkan kejantanannya dikemaluanku yang terpampang menganga. Posisi ini membuatku semakin menggila, karena bukan hanya kedua lubangku yang digarap mereka tapi juga payudaraku. Andri dengan mudahnya memagut leherku dan satu tangannya meremas buah dadaku, Toni melengkapinya dengan menghisap puting buah dadaku satunya. Aku sudah tidak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yang menghantam sekujur tubuhku. Hantaman-hantaman Toni yang semakin buas dibarengi sodokan Andri, sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu didalam kewanitaanku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi.<br /><br />"Aaagghh.. ouuhh.. Tonn.. Drii.. tekaann" jerit dan erangku tak karuan.<br />Dan tak berapa lama kemudian tubuhku serasa melayang, kucengram pinggul Toni kuat-kuat, kutarik agar batangnya menghujam keras dikemaluanku, seketika semuanya menjadi gelap pekat. Jeritanku, lenguhan dan erangan mereka menjadi satu.<br />"Aduuhh.. Tonn.. Drii.. nikmat sekalii"<br />"Aaarrghh.. Verr.. enakk bangeett"<br />Keduanya menekan dalam-dalam milik mereka, cairan hangat menyembur hampir bersamaan dikedua lubangku. Tubuhku bergetar keras didera kenikmatan yang amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang berbarengan dengan hentakan-hentakan dikewanitaanku dan akhirnya kami.. terkulai lemas.<br /><br />Sepanjang malam tak henti-hentinya kami mengayuh kenikmatan demi kenikmatan sampai akhirnya tubuh kami tidak lagi mampu mendayung. Kami terhempas kedalam mimpi dengan senyum kepuasan. Dihari-hari berikutnya bukan hanya Andri dan Toni yang memberikan kepuasan, tapi juga pria-pria lain yang aku sukai. Tapi aku tidak pernah bisa meraih kenikmatan bila hanya dengan satu pria.. aku baru akan mencapai kepuasan bila \'dijarah\' oleh dua atau tiga pria sekaligus.</p>
<br /><p>E N D</p></p>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-56689970909863831022009-09-23T10:10:00.001-07:002009-09-23T10:10:09.636-07:00Cerita Porno Dengan Keponakan Pembantu<p><div class="post-body entry-content"><!-- .fullpost{display:inline;} -->
<br /><p> </p>
<br /><div style="text-align:justify;"><a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Porno</a> ini mayan juga broo .....</div>
<br /><div style="text-align:justify;">Kisah ini kembali terulang ketika keluarga gw membutuhkan seorang pembantu lagi. Kebetulan saat itu mbak Dian menganjurkan agar keponakannya Rini yang bekerja disini, membantu keluarga ini. Mungkin menurut ortu gw dari pada susah susah cari kesana kesini, gak pa pa lah menerima tawaran Dian ini. Lagian dia juga sudah cukup lama berkerja pada keluarga ini. Mungkin malah menjadi pembantu kepercayaan keluarga kami ini.<br />Akhirnya ortu menyetujui atas penawaran ini dan mengijinkan keponakannya untuk datang ke Jakarta dan tinggal bersama dalam keluarga ini.<br />Didalam pikiran gw gak ada hal yang akan menarik perhatian gw kalau melihat keponakannya. “Paling paling anaknya hitam, gendut, trus jorok. Mendingan sama bibinya aja lebih enak kemutannya.” Pikir gw dalam hati.<br />Sebelum kedatangan keponakannya yang bernama Rini, hampir setiap malam kalau anggota keluarga gw sudah tidur lelap. Maka pelan pelan gw ke kamar belakang yang memang di sediakan keluarga untuk kamar tidur pembantu.<br /><span class="fullpost"><br />Pelan pelan namun pasti gw buka pintu kamarnya, yang memang gw tahu mbak Dian gak pernah kunci pintu kamarnya semenjak kejadian itu. Ternyata mbak Dian tidur dengan kaki mengangkang seperti wanita yang ingin melahirkan. Bagaimanapun juga setiap gw liat selangkangannya yang di halus gak di tumbuhi sehelai rambutpun juga. Bentuknya gemuk montok, dengan sedikit daging kecil yang sering disebut klitoris sedikit mencuat antara belahan vagina yang montok mengiurkan kejantanan gw. Perlahan lahan gw usap permukaan vagina mbak Dian yang montok itu, sekali kali gw sisipin jari tengah gw tepat ditengah vaginanya dan gw gesek gesekan hingga terkadang menyentuh klitorisnya. Desahan demi desahan akhirnya menyadarkan mbak Dian dari tidurnya yang lelap.<br /><br />“mmmm....sssshh.....oooohh, Donn... kok gak bangun mbak sih. Padahal mbak dari tadi tungguin kamu, sampai mbak ketiduran.” Ucap mbak Dian sama gw setelah sadar bahwa vaginanya disodok sodok jari nakal gw. Tapi mbak Dian gak mau kalah, tanpa diminta mbak Dian tahu apa yang gw paling suka.<br />Dengan sigap dia menurunkan celana pendek serta celana dalam gue hingga dengkul, karena kejantanan gw sudah mengeras dan menegang dari tadi.<br />Mbak Dian langsung mengenggam batang kejantanan gw yang paling ia kagumi semenjak kejadian waktu itu.<br />Dijilat jilat dengan sangat lembut kepala kejantanan gw, seakan memanjakan kejantanan gw yang nantinya akan memberikan kenikmatan yang sebentar lagi ia rasakan. Tak sesenti pun kejantanan gw yang gak tersapu oleh lidahnya yang mahir itu. Dikemut kemut kantong pelir gw dengan gemasnya yang terkadang menimbulkan bunyi bunyi “plok.. plok”. Mbak Dian pun gak sungkan sungkan menjilat lubang dubur gw. Kenikmatan yang mbak Dian berikan sangat diluar perkiraan gw malam itu.<br /><br />“Mbak....uuuh. enak banget mbak. Trus mbak nikmatin kont*l saya mbak.” Guyam gw yang udah dilanda kenikmatan yang sekarang menjalar.<br /><br />Semakin ganas mbak Dian menghisap kont*l gw yang masuk keluar mulutnya, ke kanan kiri sisi mulutnya yang mengesek susunan giginya. Kenikmatan yang terasa sangat gak bisa gw ceritain, ngilu. Hingga akhirnya pangkal unjung kont*l gw terasa ingin keluar.<br /><br />“Mbak... Donny mau keluar nih...” sambil gw tahan kont*l gw didalam mulutnya, akhirnya gw muncratin semua sperma didalam mulut mungil mbak Dian yang berbibir tipis itu.<br />“Croot... croot... Ohhh... nikmat banget mbak mulut mbak ini, gak kalah sama mem*k mbak Dian. Namun kali ini mbak Dian tanpa ada penolakan, menerima muncratan sperma gw didalam mulutnya. Menelan habis sperma yang ada didalam mulutnya hingga tak tersisa. Membersihkan sisa sperma yang meleleh dari lubang kencing gw. Tak tersisa setetespun sperma yang menempel di batang kont*l gw. Bagaikan wanita yang kehausan di tengah padang gurun sahara, mbak Dian menyapu seluruh batang kont*l gw yang teralirkan sperma yang sempat meleleh keluar dari lubang kencing gw.<br /><br />Lalu dengan lemas aku menindih tubuhnya dan berguling ke sisinya. Merebahkan tubuh gw yang sudah lunglai itu dalam kenikmatan yang baru tadi gue rasakan.<br />“Donn... mem*k mbak blom dapet jatah... mbak masih pengen nih, nikmatin sodokan punya kamu yang berurat panjang besar membengkak itu menyanggah di dalam mem*k mbak....” pinta mbak Dian sambil memelas. Mengharapkan agar gw mau memberikannya kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya.<br />“Tenang aja mbak... mbak pasti dapat kenikmatan yang lebih dari pada sebelumnya, karena punya saya lagi lemes, jadi sekarang mbak isep lagi. Terserak mbak pokoknya bikin adik saya yang perkasa ini bangun kembali. Oke.”<br /><br />Tanpa kembali menjawab perintah gw. Dengan cekatan layaknya budak seks. Mbak Dian menambil posisi kepalanya tepat di atas kont*l gw, kembali mbak Dian menghisap hisap. Berharap keperkasaan gw bangun kembali. Segala upaya ia lakukan, tak luput juga rambut halus yang tumbuh mengelilingi batang kont*l gw itu dia hisap hingga basah lembab oleh air ludahnya.<br />Memang gw akuin kemahiran pembantu gw yang satu ini hebat sekali dalam memanjakan kont*l gw didalam mulutnya yang seksi ini. Alhasil kejantanan gw kembali mencuat dan mengeras untuk siap bertempur kembali.<br />Lalu gw juga gak mau lama lama seperti ini. Gw juga mau merasakan kembali kont*l gw ini menerobos masuk ke dalam mem*knya yang montok gemuk itu. Mengaduk ngaduk isi mem*knya.<br />Gw memberi aba aba untuk memulai ke tahap yang mbak Dian paling suka. Dengan posisi women on top, mbak Dian mengenggam batang kont*l gue. Menuntun menyentuh mem*knya yang dari setadi sudah basah. kont*l gw di gesek gesek terlebih dahulu di bibir permukaan mem*knya. Menyentuh, mengesek dan membelah bibir mem*knya yang mengemaskan. Perlahan kont*l gw menerobos bibir mem*knya yang montok itu. Perlahan lahan kont*l gw seluruhnya terbenam didalam liang kenikmatannya. Goyangan pinggulnya mbak dian membuat gw nikmat banget. Semakin lama semakin membara pinggul yang dihiasi bongkahan pantat semok itu bergoyang mempermainkan kont*l gw yang terbenam didalam mem*knya.<br /><br />“uh... Donn. Punya kamu perkasa banget sih. Nikmat banget....” dengan mimik muka yang merem melek menikmati hujaman kont*l gw ke dalam liang senggamanya.<br /><br />“mem*k mbak Dian juga gak kalah enaknya. Bisa pijit pijit punya saya... mem*k mbak di apain sih... kok enak banget.”<br /><br />“Ih... mau tahu aja. Gak penting diapain. Yang penting kenikmatan yang diberikan sama mem*k mbak sama kamu Donn....” sahut mbak Dian sambil mencubit pentil tetek gw.<br /><br />“Donn... ooohh.... Donn.... mbak mmmmauu kluuuuaaarr... ooohh.” Ujar mbak Dian sambil mendahakkan kepalanya ke atas, berteriak karena mencapai puncak dari kenikmatannya. Dengan lunglai mbak Dian ambruk merebahkan tubunya yang telanjang tepat di atas badan gw. Untung saja posisi kamar mbak Dian jauh dari kamar kamar saudara dan ortu gw. Takutnya teriakan tadi membangunkan mereka dan menangkap basah persetubuhan antara pembantu dengan anak majikannya. Gak kebayang deh jadinya kayak apa.<br />Lalu karena gw belum mencapai kenikmatan ini, maka dengan menyuruh mbak Dian mengangkatkan pantatnya sedikit tanpa harus mengeluarkan batang kont*l gw dari dalam liang kenikmatannya. Masih dengan posisi women on top. Kembali kini gue yang menyodok nyodok mem*knya dengan bringas. Sekarang gw gak perduli suara yang keluar dari mulut mbak Dian dalam setiap sodokan demi sodokan yang gw hantam kedalam mem*knya itu.<br /><br />“Donn.... kamu kuat banget Donn... aaah... uuuhhh... ssshhhh.... ooohhh...” erangan demi erangan keluar silih berganti bersama dengan keringat yang semakin mengucur di sekujur badan gw dan mbak Dian.<br />“Truuuus... Donn... sodok trusss mem*k mbak Doooonn. Jangan perduliin hantam truuuss.” Erangan mbak Dian yang memerintah semakin membuat darah muda gw semakin panas membara. Sekaligus semakin membuat gw terangsang.<br />“Suka saya ent*t yah mbak... kont*l saya enak’kan... hhmmm.” Tanya gw memancing birahinya untuk semakin meningkat lagi.<br />“hhhhhmmmm... suka....sssshhh... banget Donn. Suka banget.” Kembali erangannya yang tertahan itu terdengar bersama dengan nafasnya yang menderu dera karena nafsu birahinya kembali memuncak.<br />“Bilang kalau mbak Dian adalah budak seks Donny.” Perintah gw.<br />“Mbak budak seks kamu Donn, mbak rela meskipun kamu perkosa waktu itu.... Ohhhh... nikmatnya kont*l kamu ini Donn.”<br /><br />Semakin kencang kont*l gw ent*tin mem*knya mbak Dian. Mungkin seusai pertempuran ranjang ini mem*knya mbak Dian lecet lecet karena sodokan kont*l gw yang tak henti hentinya memberikan ruang untuk istirahat.<br />Merasa sebentar lagi akan keluar, maka gw balikkan posisi tubuh mbak Dian dibawah tanpa harus mengeluarkan kont*l yang sudah tertanam rapi didalam mem*knya. Gw peluk dia trus gw balikin tubuhnya kembali ke posisi normal orang melakukan hubungan badan.<br />Gw buka lebar lebar selangkangan mbak Dian dan kembali memompa mem*k mbak Dian. Terdengar suara suara yang terjadi karena beradunya dua kelamin berlainan jenis. “plok... plok...” semakin kencang terdengar dan semakin cepat daya sodokan yang gw hantam ke dalam liang vaginanya. Terasa sekali bila dalam posisi seperti ini, kont*l gw seperti menyentuh hingga rahimnya. Setiap di ujung hujangan yang gw berikan. Maka erangan mbak Dian yang tertahan itu mengeras.<br /><br />Sampai saatnya terasa kembali denyut denyutan yang semula gw rasakan, namun kali ini denyut itu semakin hebat. Seakan telah di ujung helm surga gw. Gw tahan gak mau permainan ini cepat cepat usai. Setiap mau mencapai puncaknya. Gw pendam dalam dalam kont*l gw di dalam lubang senggamanya mbak Dian.<br /><br />Tiba tiba rasa nikmat ini semakin.... ooohhh....ssshhhh...<br /></span></div>
<br /></div></p>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-5046770308167365702009-09-21T05:03:00.001-07:002010-05-28T11:42:35.247-07:00Cerita Seks Dewasa - Ngentot Gadis Sampul<div style="text-align: justify;">Cerita Sex xxx ngentot dengan cewek bispak gadis sampul. Siang itu panas sekali ketika aku melangkah keluar dari kampus menuju ke mobilku di tempat parkir. Segera kupacu pulang mobilku, tapi sebelumnya mampir dulu beli es dawet di kios di pinggir jalan menuju arah rumahku. Setelah sampai rumah dan kumasukkan mobil ke garasi, segera kuganti baju dengan seragam kebesaran, yaitu kaos kutang dengan celana kolor. Kucuci tangan dan muka, kemudian kuhampiri meja makan dan mulai menyantap makan siang lalu ditutup dengan minum es dawet yang kubeli tadi, uaaaah… enak sekali… jadi terasa segar tubuh ini karena es itu.<br /><br />Setelah cuci piring, kemudian aku duduk di sofa, di ruang tengah sambil nonton MTV, lama kelamaan bosan juga. Habis di rumah tidak ada siapa-siapa, adikku belum pulang, orang tua juga masih nanti sore. Pembantu tidak punya. Akhirnya aku melangkah masuk ke kamar dan kuhidupkan kipas angin, kuraih majalah hiburan yang kemarin baru kubeli. Kubolak-balik halaman demi halaman, dan akhirnya aku terhanyut.<br /><br />Tiba-tiba bel pintu berbunyi, aku segera beranjak ke depan untuk membuka pintu. Sesosok makhluk cantik berambut panjang berdiri di sana. Sekilas kulihat wajahnya, sepertinya aku pernah lihat dan begitu familiar sekali, tapi siapa ya..?<br />“Cari siapa Mbak..?” tanyaku membuka pembicaraan.<br />“Ehm… bener ini Jl. Garuda no.20, Mas..?” tanya cewek itu.<br />“Ya bener disini, tapi Mbak siapa ya..? dan mau ketemu dengan siapa..?” tanyaku lagi.<br />“Maaf Mas, kenalkan… nama saya Rika. Saya dapat alamat ini dari temen saya. Mas yang namanya Adi ya..?” sambil cewek itu mengulurkan tangan untuk bersalaman.<br />Segera kusambut, aduuuh… halus sekali tanganya.<br />“Eng… iya, emangnya temen Mbak siapa ya..? kok bisa tau alamat sini..?” tanyaku.<br />“Anu Mas, saya dapat alamat ini dari Bimo, yang katanya temennya Mas Adi waktu SMA dulu…” jelas cewek itu.<br /><br />Sekilas aku teringat kembali temanku, Bimo, yang dulu sering main kemana-mana sama aku.<br />“Oooh… jadi Mbak Rika ini temennya Bimo, ayo silahkan masuk… maaf tadi saya interogasi dulu.”<br />Setelah kami berdua duduk di ruang tamu baru aku tersadar, ternyata Rika ini memang dahsyat, benar-benar cantik dan seksi. Dia saat itu memakai mini skirt dan kaos ketat warna ungu yang membuat dadanya tampak membusung indah, ditambah wangi tubuhnya dan paha mulus serta betis indahnya yang putih bersih menantang duduk di hadapanku. Sekilas aku taksir payudaranya berukuran 34B.<br /><br />Setelah basa-basi sebentar, Rika menjelaskan maksud kedatangannya, yaitu ingin tanya-tanya tentang jurusan Public Relation di fakultas Fisipol tempat aku kuliah. Memang Rika ini adalah cewek pindahan dari kota lain yang ingin meneruskan di tempat aku kuliah. Aku sendiri di jurusan advertising, tapi temanku banyak yang di Public Relation (yang kebanyakan cewek-cewek cakep dan sering jadi model buat mata kuliah fotografi yang aku ambil), jadi sedikit banyak aku tahu.<br /><br />Kami pun cepat akrab dan hingga terasa tidak ada lagi batas di antara kami berdua, aku pun sudah tidak duduk lagi di hadapannya tapi sudah pindah di sebelah Rika. Sambil bercanda aku mencuri-curi pandang ke wajah cantiknya, paha mulusnya, betis indahnya, dan tidak ketinggalan dadanya yang membusung indah yang sesekali terlihat dari belahan kaos ketatnya yang berleher rendah. Terus terang saja si kecil di balik celanaku mulai bangun menggeliat, ditambah wangi tubuhnya yang membuat terangsang birahiku.<br /><br />Aku mengajak Rika untuk pindah ke ruang tengah sambil nonton TV untuk meneruskan mengobrol. Rika pun tidak menolak dan mengikutiku masuk setelah aku mengunci pintu depan. Sambil ngemil hidangan kecil dan minuman yang kubuat, kami melanjutkan ngobrol-ngobrol. Sesekali Rika mencubit lengan atau pahaku sambil ketawa-ketiwi ketika aku mulai melancarkan guyonan-guyonan. Tidak lama, adik kecilku di balik celana tambah tegar berdiri. Aku kemudian usul ke Rika untuk nonton VCD saja. Setelah Rika setuju, aku masukkan film koleksiku ke dalam player. Filmnya tentang drama percintaan yang ada beberapa adegan-adegan ranjang. Kami berdua pun asyik nonton hingga akhirnya sampai ke bagian adegan ranjang, aku lirik Rika matanya tidak berkedip melihat adegan itu.<br /><br />Kuberanikan diri untuk merangkul bahu Rika, ternyata dia diam saja tidak berusaha menghindar. Ketika adegan di TV mulai tampak semakin hot, Rika mulai gelisah, sesekali kedua paha mulusnya digerak-gerakkan buka tutup. Wah, gila juga nih cewek, seakan-akan dia mengundang aku untuk menggumulinya. Aku beranikan diri untuk mengelus-elus lengannya, kemudian rambutnya yang hitam dan panjang. Rika tampak menikmati, terbukti dia langsung ngelendot manja ke tubuhku. Kesempatan itu tidak kusia-siakan, langsung kupeluk tubuh hangatnya dan kucium pipinya. Rika tidak protes, malah tangannya sekarang diletakkan di pahaku, dan aku semakin terangsang lalu kuraih dagunya. Kupandang mata bulat indahnya, sejenak kami berpandangan dan entah siapa yang memulai tiba-tiba, kami sudah berpagutan mesra. Kulumat bibir bawahnya yang tebal nan seksi itu dan Rika membalas, tangannya yang satu memeluk leherku, sedang yang satunya yang tadinya di pahaku sekarang sudah mengelus-elus yuniorku yang sudah super tegang di balik celanaku.<br /><br />Lidah kami saling bertautan dan kecupan-kecupan bibir kami menimbulkan bunyi cepak cepok, yang membuat semakin hot suasana dan seakan tidak mau kalah dengan adegan ranjang di TV. Tanganku pun tidak mau tinggal diam, segera kuelus paha mulusnya, Rika pun memberi kesempatan dengan membuka pahanya lebar-lebar, sehingga tanganku dengan leluasa mengobok-obok paha dalamnya sampai ke selangkangan. Begitu bolak-balik kuelus dari paha lalu ke betis kemudian naik lagi ke paha. Sambil terus melumat bibirnya, tanganku sudah mulai naik ke perutnya kemudian menyusup terus ke dadanya. Kuremas dengan gemas payudaranya walau masih tertutup kaos, Rika merintih lirih. Lalu tanganku kumasukkan ke dalam kaosnya dan mulai meraba-raba mencari BH-nya. Setelah ketemu lalu aku meraih ke dalam BH dan mulai meremas-remas kembali buah dadanya, kusentuh-sentuh putingnya dan Rika mendesah. Seiring dengan itu, tangan Rika juga mengocok yuniorku yang masih tertutup celana dalam, dan mulai dengan ganas menyusup ke dalam celana dalam meraih yuniorku dan kembali mengocok dan mengelus.<br /><br />Aku yang sudah mulai terbakar birahi, kemudian melepaskan kaos Rika dan BH-nya hingga sekarang nampak jelas payudaranya yang berukuran 34B semakin mengembang karena rangsangan birahi.<br />Langsung aku caplok buah dadanya dengan mulutku, kujilat-jilat putingnya dan Rika mendesis-desis keenakan, “Sssh… aaauuh… Mass Adiii… ehhh… ssshhh…” sambil tangannya mendekap kepalaku, meremas-remas rambutku dan membenamkannya ke payudaranya lebih dalam.<br />Kutarik kepalaku dan kubisikkan ke telinga Rika, “Rika sayang, kita pindah ke kamarku aja yuuk..! Aman kok nggak ada siapa-siapa di rumah ini selain kita berdua…”<br />Rika mengangguk, lalu segera kupeluk dan kugendong dia menuju ke kamar. Posisi gendongnya yaitu kaki Rika memeluk pinggangku, tangannya memeluk leherku dan payudaranya menekan keras di dadaku, sedangkan tanganku memegang pantatnya sehingga yuniorku sekarang sudah menempel di selangkangannya.<br /><br />Sepanjang perjalanan menuju kamar, kami terus saling berciuman. Sesampainya di kamar, kurebahkan tubuhnya di tempat tidur, Rika tidak mau melepaskan pelukan kakinya di pinggangku malahan sekarang mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya.<br />“Sayang… sabar dong.., lepas dulu dong rok sama celana kamu…” kataku.<br />“Oke Mas… tapi Mas juga harus lepas baju sama celana Mas, biar adil..!” rajuk Rika.<br />Setelah kulepas baju dan celanaku hingga telanjang bulat dan yuniorku sudah mengacung keras tegak ke atas, Rika yang juga sudah telanjang bulat kembali merebahkan diri sambil mengangkangkan pahanya lebar-lebar, hingga kelihatan bibir vaginanya yang merah jambu itu.<br /><br />Aku pun segera menindihnya, tapi tidak buru-buru memasukkan yuniorku ke vaginanya, kembali aku kecup bibirnya dan kucaplok dan jilat-jilat payudara serta putingnya. Jilatanku turun ke perut terus ke paha mulusnya kemudian ke betis indahnya naik lagi ke paha dalamnya hingga sampai ke selangkangannya.<br />“Auuww… Mas Adiiii… ehhmm… shhh… enaaaakkk Masss…” ceracau Rika sambil kepalanya menggeleng-geleng tidak karuan dan tangannya mencengkeram sprei ketika aku mulai menjilati bibir vaginanya, terus ke dalam memeknya dan di klitorisnya.<br />Dengan penuh nafsu, terus kujilati hingga akhirnya tubuh Rika menegang, pahanya mengempit kepalaku, tangannya menjambak rambutku dan Rika berteriak tertahan. Ternyata dia telah mencapai orgasme pertamanya, dan terus kujilati cairan yang keluar dari lubang kenikmatannya sampai habis.<br /><br />Aku bangun dan melihat Rika yang masih tampak terengah-engah dan memejamkan mata menghayati orgasmenya barusan. Kukecup bibirnya, dan Rika membalas, lalu aku menarik tangannya untuk mengocok penisku. Aku rebahkan tubuhku dan Rika pun mengerti kemauanku, lalu dia bangkit menuju ke selangkanganku dan mulai mengemut penisku.<br />“Oooh… Rik… kamu pinter banget sih Rik…” aku memuji permainannya.<br />Kira-kira setengah jam Rika mengemut penisku. Mulutnya dan lidahnya seakan-akan memijat-mijat batang penisku, bibirnya yang seksi kelihatan semakin seksi melumati batang dan kepala penisku. Dihisapnya kuat-kuat ketika Rika menarik kepalanya sepanjang batang penis menuju kepala penisku membuatku semakin merem-melek keenakan.<br /><br />Setelah bosan, aku kemudian menarik tubuh Rika dan merebahkannya kembali ke tempat tidur, lalu kuambil posisi untuk menindihnya. Rika membuka lebar-lebar selangkangannya, kugesek-gesekkan dulu penisku di bibir vaginanya, lalu segera kumasukkan penisku ke dalam lubang senggamanya.<br />“Aduuh Mas… sakiiit… pelan-pelan aja doong… ahhh…” aku pun memperlambat masuknya penisku, sambil terus sedikit-sedikit mendorongnya masuk diimbangi dengan gerakan pinggul Rika.<br />Terlihat sudut mata Rika basah oleh air matanya akibat menahan sakit. Sampai akhirnya, “Bleeesss…” masuklah semua batang penisku ke dalam liang senggama Rika.<br />“Rika sayang, punya kamu sempit banget sih..? Tapi enak lho..!” Rika cuma tersenyum manja.<br />“Mas juga, punya Mas besar gitu maunya cari yang sempit-sempit, sakit kaan..!” rajuk Rika.<br /><br />Aku ketawa dan mengecup bibirnya sambil mengusap air matanya di sudut mata Rika sambil merasakan enaknya himpitan kemaluan Rika yang sempit ini. Setelah beberapa saat, aku mulai menggerakkan penisku maju mundur dengan pelan-pelan.<br />“Aaah… uuuhhh… oooww… shhh… ehhmmm…” desah Rika sambil tangannya memeluk erat bahuku.<br />“Masih sakit Sayaaang..?” tanyaku.<br />“Nggak Mas… sedikiiitt… auuoohhh… shhh… enn.. ennnaakk.. Mas… aahh…” jawab Rika.<br />Mendengar itu, aku pun mempercepat gerakanku, Rika mengimbangi dengan goyangan pinggulnya yang dahsyat memutar ke kiri dan ke kanan, depan belakang, atas bawah. Aku hanya bisa merem melek sambil terus memompa, merasakan enaknya goyangan Rika. Tidak lama setelah itu, kurasakan denyutan teratur di dinding vagina Rika, kupercepat goyanganku dan kubenamkan dalam-dalam penisku.<br /><br />Tanganku terus meremas-remas payudaranya. Dan tubuh Rika kembali menegang, “Aaah… Masss Adiiii… teruuus Maass… jangan berentiii… oooh… Maasss… aaahhh… akuuuu mauuu keluaaar… aaawww…”<br />Dan, “Cret… cret… crettt…” kurasakan cairan hangat menyemprot dari dalam liang senggama Rika membasahi penisku.<br />Kaki Rika pun memeluk pinggangku dan menarik pinggulku supaya lebih dalam masuknya penisku ke dalam lubang kenikmatannya. Ketika denyutan-denyutan di dinding vagina Rika masih terasa dan tubuh Rika menghentak-hentak, aku merasa aku juga sudah mau keluar.<br />Kupercepat gerakanku dan, “Aaah… Rikaaa… aku mau keluar Sayaaang…” belum sempat aku menarik penisku karena kaki Rika masih memeluk erat pinggangku, dan, “Crooot… crooot… crooott…” aku keluar di dalam kemaluan Rika.<br />“Aduuhhh enakkknyaaa…”<br />Dan aku pun lemas menindih tubuh Rika yang masih terus memelukku dan menggoyang-goyangkan pinggulnya.<br /><br />Aku pun bangkit, sedangkan penisku masih di dalam liang senggama Rika dan kukecup lagi bibirnya.<br />Tiba-tiba, “Greeekkk…” aku dikejutkan oleh suara pintu garasi yang dibuka dan suara motor adikku yang baru pulang.<br /><br />Aku pun cepat-cepat bangun dan tersadar. Kulihat sekeliling tempat tidurku, lho… kok… Rika hilang, kemana tuh cewek..? Kuraba penisku, lho kok aku masih pake celana dan basah lagi. Kucium baunya, bau khas air mani. Kulihat di pinggir tempat tidur masih terbuka majalah hiburan khusus pria yang kubaca tadi. Di halaman 68, di rubrik wajah, kulihat wajah seorang cewek cantik yang tidak asing lagi yang baru saja kutiduri barusan, yaitu wajah Rika yang menggunakan swimsuit di pinggir kolam renang.<br /><br />Yaaa ampuun… baru aku sadar, pengalaman yang mengenakkan tadi bersama Rika itu ternyata cuma mimpi toh. Dan Rika yang kutiduri dalam mimpiku barusan adalah cover girl cantik dan seksi majalah yang kubaca sebelum aku tertidur tadi, yang di majalah dia mengenakan swimsuit merah. Aku pun segera beranjak ke kamar mandi membersihkan diri. Di dalam kamar mandi aku ketawa sendiri dalam hati mengingat-ingat mimpi enak barusan. Gara-gara menghayal yang tidak-tidak, jadinya mimpi basah deeh.</div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-16438979181129639562009-07-24T21:22:00.000-07:002009-07-24T21:32:30.331-07:00Perawanku direnggut Kak AgunPerawan gadis ini direnggut saat dia masih kelas 2 SMP. Darah Perawannya mengalir, membasahi sprei. Namun semua telah terjadi, tak bisa disesali lagi. <br /><blockquote>Aku menjerit, “Jangan…, jangan…”, aku berusaha menarik diri. Tapi Kak Agun lebih kuat. Gesekan tangannya mengoyak-koyak helaian rambut kemaluanku yang tidak terlalu lebat. Dan tiba aku merasa nyaris terguncang, ketika dia menyentuh sesesuatu di “milikku”. Aku menggelinjang dan menahan napas, “Kak Agun…, ohh.., oh…”, aku benar-benar dibuatnya berputar-putar. Jemarinya memainkkan clit-ku. Diusap-usap, digesek-gesek dan akhirnya aku ditelanjangi. Aku hanya bisa pasrah saja. Tapi aku kaget ketika tiba-tiba dia berdiri dan penisnya telah berdiri tegang. Aku ngeri, dan takut. Permainan pun dilanjutkan lagi</blockquote><br /><span class="fullpost"><br />Sebenarnya aku dilahirkan menjadi anak yang beruntung. Papa punya kedudukan di kantor dan Mama seorang juru rias / ahli kecantikan terkenal. Sering jadi pembicara dimana-mana bahkan sering menjadi perias pengantin orang-orang beken di kotaku. Sayangnga mereka semua orang-orang sibuk. Kakakku, Kak Luna, usianya terpaut jauh diatasku 5 tahun. Hanya dialah tempatku sering mengadu. Semenjak dia punya pacar, rasanya semakin jarang aku dan kakakku saling berbagi cerita.<br /><br />Saat itu aku masih SMP kelas 2, Kak Luna sudah di SMA kelas 2. Banyak teman-temanku maupun teman kakakku naksir kepadaku. Kata mereka sih aku cantik. Walaupun aku merasa biasa-biasa saja (Tapi dalam hati bangga lho.., he.., he..) Aku punya body bongsor dengan kulit putih bersih. Rambut hitam lurus, mata bulat dan bibir seksi (katanya sich he.., he..). Saat itu aku merasa bahwa payudaraku lebih besar dibandingkan teman-temanku, kadang-kadang suka malu saat olah raga, nampak payudaraku bergoyang-goyang. Padahal sebenarnya hanya berukuran 34B saja. Salah seorang teman kakakku, Kak Agun namanya, sering sekali main ke rumah. Bahkan kadang-kadang ikutan tidur siang segala. Cuma seringnya tidur di ruang baca, karena sofa di situ besar dan empuk. Ruangannya ber AC, full music. Kak Agun bahkan dianggap seperti saudara sendiri. Mama dan orang tuanya sudah kenal cukup lama.<br /><br />Saat itu hari Minggu, Mama, Papa, dan Kak Luna pergi ke luar kota. Mak Yam pembantuku pulang kampung, Pak Rebo tukang kebun sedang ke tempat saudaranya. Praktis aku sendirian di rumah. Aku sebenarnya diajak Mama tapi aku menolak karena PR bahasa Inggrisku menumpuk.<br /><br />Tiba-tiba aku mendengar bunyi derit rem. Aku melihat Kak Agun berdiri sambil menyandarkan sepeda sportnya ke garasi. Tubuhnya yang dibalut kaos ketat nampak basah keringat.<br />“Barusan olah raga…, muter-muter, terus mampir…, Mana Kak Luna?”, tanyanya. Aku lalu cerita bahwa semua orang rumah pergi keluar kota. Aku dan Kak Agun ngobrol di ruang baca sambil nonton TV. Hanya kadang-kadang dia suka iseng, menggodaku. Tangannya seringkali menggelitik pinggangku sehingga aku kegelian.<br />Aku protes, “Datang-datang…, bikin repot. Mending bantuin aku ngerjain PR”. Eh…, Kak Agun ternyata nggak nolak, dengan seriusnya dia mengajariku, satu persatu aku selesaikan PR-ku.<br />“Yess! Rampung!”, aku menjerit kegirangan. Aku melompat dan memeluk Kak Agun, “Ma kasih Kak Agun”. Nampaknya Kak Agun kaget juga, dia bahkan nyaris terjatuh di sofa.<br />“Nah…, karena kamu sudah menyelesaikan PR-mu, aku kasih hadiah” kata Kak Agun.<br />“Apa itu? Coklat?”, kataku.<br />“Bukan, tapi tutup mata dulu”, kata dia. Aku agak heran tapi mungkin akan surprise terpaksa aku menutup mata.<br /><br />Tiba-tiba aku merasa kaget, karena bibirku rasanya seperti dilumat dan tubuhku terasa dipeluk erat-erat.<br />“Ugh…, ugh…”, kataku sambil berusaha menekan balik tubuh Kak Agun.<br />“Alit…, nggak apa-apa, hadiah ini karena Kak Agun sayang Alit”.<br />Rasanya aku tiba-tiba lemas sekali, belum sempat menjawab bibirku dilumat lagi. Kini aku diam saja, aku berusaha rileks, dan lama-lama aku mulai menikmatinya. Ciuman Kak Agun begitu lincah di bibirku membuat aku merasa terayun-ayun. Tangannya mulai memainkan rambutku, diusap lembut dan menggelitik kupingku. Aku jadi geli, tapi yang jelas saat itu aku merasa beda. Rasanya hati ini ada yang lain. Kembali Kak Agun mencium pipiku, kedua mataku, keningku dan berputar-putar di sekujur wajahku. Aku hanya bisa diam dan menikmati. Rasanya saat itu aku sudah mulai lain. Napasku satu persatu mulai memburu seiring detak jantungku yang terpacu. Kemudian aku diangkat dan aku sempat kaget!<br />“Kak Agun…, kuat juga”. Dia hanya tersenyum dan membopongku ke kamarku. Direbahkannya aku di atas ranjang dan Kak Agun mulai lagi menciumku. Saat itu perasaanku tidak karuan antara kepingin dan takut. Antara malu dan ragu. Ciuman Kak Agun terus menjalar hingga leherku. Tangannya mulai memainkan payudaraku. “Jangan…, jangan…, acch…, acch…”, aku berusaha menolak namun tak kuasa. Tangannya mulai menyingkap menembus ke kaos Snoopy yang kupakai. Jari-jemarinya menari-nari di atas perut, dan meluncur ke BH. Terampil jemarinya menerobos sela-sela BH dan menggelitik putingku. Saat itu aku benar-benar panas dingin, napasku memburu, suaraku rasanya hanya bisa berucap dan mendesis-desis “ss…, ss…”,. Tarian jemarinya membuatku terasa limbung, ketika dia memaksaku melepas baju, aku pun tak kuasa. Nyaris tubuhku kini tanpa busana. Hanya CD saja yang masih terpasang rapi. Kak Agun kembali beraksi, ciumannya semakin liar, dan jemarinya, telapak tangannya mengguncang-guncang payudaraku, aku benar-benar sudah hanyut. Aku mendesis-desis merasakan sesuatu yang nikmat. Aku mulai berani menjepit badannya dengan kakiku. Namun malahan membuatnya semakin liar. Tangan Kak Agun menelusup ke CD-ku.<br />Aku menjerit, “Jangan…, jangan…”, aku berusaha menarik diri. Tapi Kak Agun lebih kuat. Gesekan tangannya mengoyak-koyak helaian rambut kemaluanku yang tidak terlalu lebat. Dan tiba aku merasa nyaris terguncang, ketika dia menyentuh sesesuatu di “milikku”. Aku menggelinjang dan menahan napas, “Kak Agun…, ohh.., oh…”, aku benar-benar dibuatnya berputar-putar. Jemarinya memainkkan clit-ku. Diusap-usap, digesek-gesek dan akhirnya aku ditelanjangi. Aku hanya bisa pasrah saja. Tapi aku kaget ketika tiba-tiba dia berdiri dan penisnya telah berdiri tegang. Aku ngeri, dan takut. Permainan pun dilanjutkan lagi, saat itu aku benar-benar sudah tidak kuasa lagi, aku pasrah saja, aku benar-benar tidak membalas namun aku menikmatinya. Aku memang belum pernah merasakannya walau sebenarnya takut dan malu.<br /><br />Tiba-tiba aku kaget ketika ada “sesuatu” yang mengganjal menusuk-nusuk milikku, “Uch…, uch…”, aku menjerit.<br />“Kak Agun, Jangan…, ach…, ch…, ss…, jangan”.<br />Ketika dia membuka lebar-lebar kakiku dia memaksakan miliknya dimasukkan. “Auuchh…”, aku menjerit.<br />“Achh!”, Terasa dunia ini berputar saking sakitnya. Aku benar-benar sakit, dan aku bisa merasakan ada sesuatu di dalam. Sesaat diam dan ketika mulai dinaik-turunkan aku menjerit lagi, “Auchh…, auchh…”. Walaupun rasanya (katanya) nikmat saat itu aku merasa sakit sekali. Kak Agun secara perlahan menarik “miliknya” keluar. Kemudian dia mengocok dan memuntahkan cairan putih.<br /><br />Saat itu aku hanya terdiam dan termangu, setelah menikmati cumbuan aku merasakan sakit yang luar biasa. Betapa kagetnya aku ketika aku melihat sprei terbercak darah. Aku meringis dan menangis sesenggukan. Saat itu Kak Agun memelukku dan menghiburku, “Sudahlah Alit jangan menangis, hadiah ini akan menjadi kenang-kenangan buat kamu. Sebenarnya aku sayang sama kamu”.<br /><br />Saat itu aku memang masih polos, masih SMP, namun pengetahuan seksku masih minim. Aku menikmati saja tapi ketika melihat darah kegadisanku di atas sprei, aku jadi bingung, takut, malu dan sedih. Aku sebenarnya sayang sama Kak Agun tapi…, (Ternyata akhirnya dia kawin dengan cewek lain karena “kecelakaan”). Sejak itu aku jadi benci…, benci…, bencii…, sama dia.<br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panas<br /><br />Ini ada link untuk yang mau <a href="http://go.cewekina.net/darah-perawan-video">Download Video Cewek Pecah Perawan</a><br /></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-67550445037788829182009-03-18T13:50:00.000-07:002009-07-24T18:56:05.885-07:00Darah Perawan Calon Sekretaris - Cerita PanasCerita Dewasa 17 tahun ini tentang pria berkeluarga dan WIL nya. <br /><br />Aku sudah berkeluarga, tapi aku punya WIL yang juga sangat kucintai. Aku sudah menganggap ia sebagai istriku saja. Karena itu aku akan memanggilnya dalam cerita ini sebagai istriku. Dari obrolan selama ini ia mengatakan bahwa ia ingin melihatku 'bercinta' dengan wanita lain. Akhirnya tibalah pengalaman kami ini.<br /><span class="fullpost"><br />Siang di hari Sabtu itu terasa panas sekali, tiupan AC mobil yang menerpa langsung ke arahku dan 'istriku' kalah dengan radiasi matahari yang tembus melalui kaca-kaca jendela. Aku sedang melaju kencang di jalan tol menuju arah Bogor untuk suatu keperluan bisnis. Seperti telah direncanakan, kubelokkan mobil ke arah pom bensin di Sentul. setelah tadi tak sempat aku mengisinya. Dalam setiap antrian mobil yang cukup panjang terlihat ada gadis-gadis penjaja minuman berenergi. Sekilas cukup mencolok karena seragamnya yang cukup kontras dengan warna sekelilingnya.<br /><br />Dari sederetan gadis-gadis itu tampak ada seorang yang paling cantik, putih, cukup serasi dengan warna-warni seragamnya. Ia terlalu manis untuk bekerja diterik matahari seperti ini walaupun menggunakan topi. Tatkala tersenyum, senyumnya lebih mengukuhkan lagi kalau di sini bukanlah tempat yang pantas baginya untuk bekerja. Aku sempat khawatir kalau ia tidak berada di deretanku dan aku masih hanyut dalam berbagai terkaan tentangnya, aku tidak sempat bereaksi ketika ia mengangguk, tersenyum dan menawarkan produknya. Akhirnya dengan wajah memohon ia berkata, "Buka dong kacanya.." Segera aku sadar dengan keadaan dan refleks membuka kaca jendelaku. Istriku hanya memperhatikan, tidak ada komentar.<br /><br />Meluncurlah kata-kata standar yang ia ucapkan setiap kali bertemu calon pembeli. Suaranya enak didengar, tapi aku tak menyimaknya. Aku malah balik bertanya, "Kamu ngapain kerja di sini?"<br />"Mom, kita kan masih perlu sekretaris, kenapa tidak dia aja kita coba."<br />"Ya, boleh aja", jawab istriku.<br />"Gimana mau?" tanyaku kepada gadis itu.<br />"Mau.. mau Mas", katanya.<br /><br />Setelah kenalan sebentar dan saling tukar nomor telepon, kulanjutkan perjalananku setelah mengisi bensin sampai penuh. Istriku akhirnya tahu kalau maksudku yang utama hanyalah ingin 'berkenalan' dengannya. Ia sangat setuju dan antusias.<br /><br />Malam sekitar jam 20:00 HP istriku berdering, sesuai pembicaraan ia akan datang menemui kami. Setelah diberi tahu alamat hotel kami, beberapa saat kemudian ia muncul dengan penampilan yang cukup rapi. Ia cepat sekali akrab dengan istriku karena ternyata berasal dari daerah yang sama yaitu **** (edited), Jawa Barat. Tidak sampai setengah jam kami sudah merasa betul-betul sebagai suatu keluarga yang akrab. Ia sudah berani menerima tawaran kami untuk ikut menginap bersama. Ia sempat pamit sebentar untuk menyuruh sopir salah satu keluarganya untuk pulang saja, dan telepon ke saudaranya bahwa malam itu ia tidak pulang.<br /><br />Setelah cerita kesana-kemari akhirnya obrolan kami menjurus ke masalah seks. Setelah agak kaku sebentar kemudian suasana mencair kembali. Kini dia mulai menimpali walau agak malu-malu. Singkat cerita dia masih perawan, sudah dijodohkan oleh keluarganya yang ia belum begitu puas. Keingintahuannya terhadap masalah seks termasuk agak tinggi, tapi pacarnya itu sangat pemalu, termasuk agak dingin dan agak kampungan walau berpendidikan cukup. Kami ceritakan bahwa dalam masalah seks kami selalu terbuka, punya banyak koleksi photo pribadi, bahkan kali ini kami ingin membuat photo ketika 'bercinta'.<br /><br />"Udah ah, kita sambil tiduran aja yuk ngobrolnya", ajak istriku.<br />"Nih kamu pakai kimono satunya", kata istriku sambil memberikan baju inventaris hotel. Sedangkan aku yang tidak ada persiapan untuk menginap akhirnya hanya menggunakan kaos dan celana dalam. Ia dan istriku sudah merebahkan badannya di tempat tidur, kemudian aku menghampiri istriku langsung memeluknya dari atas. Kucumbu istriku dari mulai bibir, pipi, leher, dan buah dadanya. Istriku mengerang menikmatinya. Aku menghentikan cumbuanku sejenak kemudian meminta tamu istimewaku untuk mengambil photo dengan kamera digital yang selalu kami bawa. Tampak ia agak kikuk, kurang menguasai keadaan ketika aku menolehnya.<br /><br />Setelah aku mengajarinya bagaimana menggunakan kamera yang kuberikan itu, kemudian kuteruskan mencumbu istriku. Dengan telaten kucumbu istriku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kini tamuku tampaknya sudah menguasai keadaan, ia dengan leluasa mengintip kami dari lensa kamera dari segala sudut. Akhirnya istriku mencapai klimaksnya setelah liang senggamanya kumainkan dengan lidah, dengan jari, dan terakhir dengan batang istimewaku. Sedangkan aku belum apa-apa.<br /><br />"Sekarang gantian Rin, kamu yang maen aku yang ngambil photonya", kata istriku.<br />"Ah Mbak ini ada-ada aja", kata Rini malu-malu.<br />Sebagai laki-laki, aku sangat paham dari bahasa tubuhnya bahwa dia tidak menolak. Dalam keadaan telanjang bulat aku berdiri dan langsung memeluk Rini yang sedang memegang kamera. Tangan kirinya ditekuk seperti akan memegang pinggangku, tapi telapaknya hanya dikepal seolah ragu atau malu. Kuraih kamera yang masih di tangan kanannya kemudian kuberikan kepada istriku.<br /><br />Kini aku lebih leluasa memeluk dan mencumbunya, kuciumi pipi dan lehernya, sedang tanganku terus menggerayang dari pundak sampai lekukan pantatnya. Pundaknya beberapakali bergerak merinding kegelian. Kedua tangannya kini ternyata sudah berani membalas memelukku. Kemudian aku memangkunya dan merebahkannya di tempat tidur. Kukulum bibir mungilnya, kuciumi pipinya, kugigit-gigit kecil telinganya, kemudian kuciumi lehernya punuh sabar dan telaten. Ia hanya mendesah, kadang menarik nafas panjang dan kadang badannya menggelinjang-gelinjang.<br /><br />Tidak terlalu susah aku membuka kimononya, sejenak kemudian tampak pemandangan yang cukup mempesona. Dua bukit yang cukup segar terbungkus rapi dalam BH yang pas dengan ukurannya. Kulitnya putih, bersih dengan postur badan yang cukup indah. Sejenak aku menoleh ke bawah, tampak pahanya cukup menawan. Sementara itu onggokan kecil di selangkangan pahanya yang terbungkus CD menambah panorama keindahan.<br /><br />Ia tidak menolak ketika aku membuka BH-nya, demikian juga ketika aku melepaskan kimononya melewati kedua tangannya. Kuteruskan permainanku dengan mengitari sekitar bukit-bukit segar itu. Seluruh titik di bagian atasnya telah kutelusuri tidak ada yang terlewatkan, kini kedua bukti itu kuremas perlahan. Ia mendesah, "Eeehhh.."<br /><br />Tatkala kukulum puting susunya, badannya refleks bergerak-gerak, desahnya pun semakin jelas terdengar. Kuulangi lagi cumbuanku dari mulai mengulum bibirnya, mencium pipinya, kemudian lehernya. Kemudian kuciumi lagi bukit-bukit indah itu, dan kemudian kupermainkan kedua puting susunya dengan lidahku. Gelinjangnya semakin terasa bergerak mengiringi desahannya yang terasa merdu sekali.<br /><br />Petualanganku kuteruskan ke bagian bawahnya. Ia mencegah ketika aku akan membuka CD-nya yang merupakan pakaian satu-satunya yang tersisa. "Ya nggak usah dibuka" ujarku, "Aku elus-elus aja ya bagian atasnya pakai punyaku", bujukku. Ia tidak bereaksi, tapi aku langsung saja menyingsingkan CD-nya ke bawah. Tampaklah dua bibir yang mengapit lembah cintanya dihiasi bulu-bulu tipis. Kupegang burungku sambil duduk mengangkang di atas kedua pahanya, kemudian kuelus-eluskan burung itu ke ujung lembah yang sebagian masih tertutup CD. Agak lama dengan permainan itu, akhirnya mungkin karena ia juga penasaran, maka ia tidak menolak ketika kulepaskan CD-nya.<br /><br />Kini kami sama-sama telanjang, tak satu helai benang pun yang tersisa. Kuteruskan permainan burungku dengan lebih leluasa. Tak lama kemudian cairan kenikmatannya pun sudah meleleh menyatakan kehadirannya. Burungku pun lebih lancar menjelajah. Tapi karena lembahnya masih perawan agak susah juga untuk menembusnya.<br /><br />Ketika kucoba untuk memasukkan burungku ke dalam lembah sorganya, tampak bibir-bibir kenikmatannya ikut terdorong bersama kepala burungku. Menyadari alam yang dilaluinya belum pernah dijamah, aku cukup sabar untuk melakukan permainan sampai lembah kenikmatannya betul-betul menerimanya secara alami. Gelinjang, desahan, dan ekspresi wajahnya yang sedang menahan kenikmatan membuatku semakin bersemangat dan lebih percaya diri untuk tidak segera ejakulasi. Ia sudah tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Akhirnya kepala burungku berhasil menembus lubang kenikmatan itu.<br /><br />Kuteruskan permainanku dengan mengeluarkan dan memasukkan lagi kepala burungku. Ia merintih kenikmatan, ia pasrah saja dengan keadaan yang terjadi, karena itu aku yakin bahwa rintihan itu bukan rintihan kesakitan, kalaupun ada, maka akan kalah dengan kenikmatan yang diperolehnya. Selanjutnya kulihat burung yang beruntung itu lebih mendesak ke dalam. Aku sudah tidak tahan untuk memasukkan seluruh burungku ke tempatnya yang terindah.<br /><br />Kemudian kurebahkan badanku di atas tubuhnya yang indah, kuciumi pipinya sambil pantatku kugerakkan naik turun. Sementara burungku lebih jauh menjangkau ke dalam lembah nikmatnya. Akhirnya seluruh berat badanku kuhempaskan ke tubuh mungil itu. Dan.., "Blesss...." seluruh burungku masuk ke dalam surga dunia yang indah. Ia mengerang, gerakan burungku pun segera kuhentikan sampai liang kewanitaannya menyesuaikan dengan situasi yang baru.<br /><br />Setelah agak lama aku pun mulai lagi memainkan gerakan-gerakanku dengan gentle. Kini ia mulai mengikuti iramaku dengan menggerak-gerakkan pinggulnya. Selang berapa lama kedua tangannya lekat mencengkram punggungku, kakinya ikut menjepit kedua kakiku. Kemudian muncul erangan panjang diikuti denyut-denyut dari lembah sorganya. "Eeehhh..." desahnya. Aku pun sudah tidak tahan lagi untuk menumpahkan seluruh kenikmatan, segera kucabut burungku kemudian kumuntahkan di luar dengan menekan ke selangkangannya. "Eeehhh..." erangku juga. Kami berdua menarik nafas panjang.<br /><br />Setelah agak lama kemudian aku duduk, kuraih kaos dalamku kemudian aku mengelap selangkangnya yang penuh dengan air kenikmatanku. Tampak tempat tidurnya basah oleh cairan-cairan bercampur bercak-bercak merah. Ia pun segera duduk, sejenak dari raut wajahnya tampak keraguan terhadap situasi yang telah dialaminya. Aku dan istriku memberi keyakinan untuk tidak menyesali apa yang pernah terjadi.<br /><br />Besok paginya aku sempat bermain lagi dengannya sebelum check out. Betul-betul suatu akhir pekan yang susah dilupakan. Akhirnya ia kutitipkan bekerja di perusahaan temanku.<br /><a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/"><br />Cerita Dewasa 17 tahun</a>, kumpulan cerita dewasa, cerita panas, Cewek18+<br /></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-50576404804203483802009-03-11T09:35:00.000-07:002009-07-24T18:59:24.300-07:00Hanni keturunan chinese - Cerita Dewasa<a href="http://koleksi-cerita-dewasa.blogspot.com/">Cerita Dewasa</a> 17 tahun ini bermula saat Hany Keturunan Chinese yang mulai terbuka padaku. Aku 36 th, married dan telah memperoleh 3 orang anak, bekerja di bidang medis, dan tinggal di Selatan Jakarta. Wajahku biasa aja, hitam manis kata istriku, tinggi badan 165 cm, rambut lurus-halus cenderung tipis. Kehidupan sex-ku normal, bahkan dapat dikatakan aku mempunyai nafsu sex yang tinggi.<br /><span class="fullpost"><br />Meskipun dengan istriku aku telah mendapatkan kepuasan, namun sebagai laki2 normal, aku juga mempunyai fantasi untuk melakukan hubungan intim dengan wanita lain. Aku akan sangat terangsang pada type wanita kutilang-dara (kurus tinggi langsing, dengan dada rata). Itulah gambaran diriku, menjelang Valentine’s day ini aku jadi teringat peristiwa 5 th silam, dan kucoba untuk menuangkan dalam bentuk tulisan.<br /><br />Antara 1997-98 aku mendapat tugas belajar di Surabaya. Kota Surabaya sangat tidak asing bagiku karena disanalah aku dilahirkan dan dibesarkan. Aku putuskan untuk kost karena gak mau ngerepotin sanak-saudara, lagian cuman 6 bulan. Baru 2 hari dan belum selesai beresin baju – buku2 yang kubawa, nafsu dan gairahku meningkat butuh penyaluran, sampai akhirnya onani. ‘Gue gak bisa kaya gini terus…..’ pikirku dalam hati.<br />Besoknya aku cari beberapa no telf teman2 deketku se-angkatan. Singkatnya aku dapatkan no seorang teman, sebut saja Hani, usia kami sebaya, married with 2 kids. Kami dulu pernah deket, sering jalan bareng juga 1 kelompok saat praktikum.<br /><br />Hanni keturunan chinese, cukup tinggi untuk ukuran wanita, kulit putih, dada rata. Awalnya hanya saling telfon, diskusi, makan-makan dan jalan bareng, sampai suatu saat (pertengahan februari) dia telfon (kayanya abis nangis) ingin bertemu.<br /><br />“Mas, bisa nggak datang ke rumahku, aku pengen cerita”.<br />‘Ok, say, ntar ktemu di tempat biasa ya, jawabku.<br />Dengan Lancer th 83’an aku meluncur menemuinya, kemudian bareng ke rumahnya. Dalam perjalanan kami ngobrol macem-macem mulai ilmiah, politik sampai hal-hal yang jorok,<br />“Mas, kapan pulang ke Jakarta?” dia tanya (jadwalku pulang tiap bulan).<br />“Minggu depan, emang knapa?” aku balik tanya.<br />“Gak papa sih cuman, iseng aja”.<br />‘Kalo cuman iseng, jangan cuman nanya…. ….ngerjain aku deh’, timpalku.<br />‘Hehehehe dasar ngerest, otakmu’ tak terasa kami telah sampai ke rumahnya hani membuka pintu pagar rumah. (terasnya kotor…penuh debu, kaya beberapa hari gak disapu.<br />‘Kamu tinggal disini?????’ tanyaku heran.<br />“kebangetan deh…….aku gak tinggal disini, ini rumah ortu yang kmaren abis dikontrakin, seminggu sekali aku tengok dan bersihin”, jawabnya sambil masuk ke dalam.<br /><br />Aku masukkan mobilku dan segera masuk rumah…<br />Meskipun tersanya kotor penuh debu, tapi rumahnya gak pengap……. Cukup nyaman, perabotannya terpelihara. Hani mempersilahkanku duduk smentara dia sapu teras depan.<br />‘Enak2in diri ya…..aku bersih2 bentar’katanya.<br />‘Gimana mau enak…… udah gak disuguhi minum,…. Ditinggal lagi,’ sahutku<br />“Udah ah, aku mandi dulu ya?”. Langsung aja otakku ngeres membayangkan tubuhnya yang indah di balik baju yang dikenakan<br />‘Whats the problem?’ tanyaku basa-basi, sambil pindah duduk kesebelahnya. ‘Biasa……. masalah keluarga’, katanya.<br />‘Is it about sex?’ Gue becandain<br />‘Loe tetep aja kaya dulu, sableng, and gak jauh dari sono’…… tapi ada benernya sih ….. meskipun gak langsung’, jawabnya.<br /><br />Kemudian Hani cerita panjang lebar, intinya rasa gak puas sikap suami yang otoriter dan selalu menyalahkannya bila ada perselisihan dengan mertua.<br />“aku bner2 capek, Sony (suaminya) selalu berpihak ama ibunya, padahal aku berusaha netral kalo mertua ngomel2”. Sambil terisak dia akhiri ceritanya.<br />Saat aku pegang tangannya, dan dia diam, malah bilang “boleh aku nyandar di dadamu?”. Aku mengangguk dan segera meraihnya serta membelai rambut sebahu itu dengan lembut. Kucium keningnya perlahan, Hani tengadah dan berbisik lirih “Mas, aku butuh support, kasih sayang dan belaian mesra”.<br /><br />Saat itu aku merasa hanyut dengan situasi yang diciptakannya, sehingga tanpa rasa canggung kucium matanya, hidungnya, hanni menngeliat sehingga bibir kami bertemu. Hanni bangkit dan berkata lirih sambil memelukku, “hold me tight, im yours now”.<br />Aku cium kembali bibirnya dengan lembut, hani merespon dan memagutku. Kami berpelukan bagai sepasang kekasih yang baru berjumpa setelah sekian lama berpisah dengan segunung kerinduan.<br /><br />Dengan posisi hani duduk di pangkuan, tanganku bergerak meraba rambut dan lehernya, Hani melenguh, tangannya mencari dan mencoba meraih penis yang udah tegang dibalik celanaku. Tangan kananku kemudian bergerak dari perutnya kearah pinggul, hani bergeser turun dari pangkuanku sambil menaikkan pahanya, otomatis dasternya terangkat. U know what?, ternyata hani gak pake CD.<br /><br />“mas aku pengen,……….. do it now bisiknya. Segera aku jilat mecky merah muda yang indah dengan sedikit rambut namun panjang2 itu, aku basahin dan sibakkan bulu2 halusnya dengan lidahku sambil sesekali menyentuh clitnya.<br />‘Ahhhh, ………… mas……. Aku………..pengen, fuck me now’…………………. Tangannya berusaha membuka celanaku dan menggenggam penisku.<br />‘Aku risih di sini’ aku berasa gak enak karena masih di ruang tamu.<br />“kamar yuk’, katanya berdiri dan mengunci ruang tamu tempat kami melakukan pemanasan.<br />‘Siapa takut…… ,dia tersenyum dan berjalan sambil membuka dasternya, aku ikuti dari belakang, begitu indah tubuhnya……..mulus bak pualam.<br /><br />Ruang tidur utamanya berukuran 5x6 m luas dan cukup mewah. Yang istimewa adalah adanya cermin besar (mungkin 3X2,5 m) di depan bed. Didepan cermin aku peluk Hani yang dengan cekatan membuka kemeja, celana serta CD-ku, begitu indah dan menggairahkan. Erotis banget gerakan2 kami dilihat dari cermin itu.<br /><br />Penisku segera mencuat kencang seakan-akan kegirangan menemui kebebasannya. Aku puaskan seluruh dahaga-ku, kami saling meraba dan berciuman. Setelah beberapa saat saling meraba, Hani menghempaskan tubuh indahnya ke tempat tidur yang telah menanti. Kuteruskan kegiatanku yang terhenti tadi, hoping that she’ll understand what I want. Look’s like she catch what im thinking, Hani berbalik memposisikan diri pada posisi 69…. dia kulum penisku, yang segera berkembang, ke ukuran tempurnya dengan diameter 2,5-3 dan panjang 15-16an -cm.<br /><br />Ahhh… skarang aku mendesah menikmati kuluman dan hisapan lembut Hani……… ‘Kamu jago banget ngisep, Han’ kataku memujinya, sambil tetap menghisap meckynya, yang telah dibasahi lendir gairah.<br />Ohh,………… mas……….. ayo………. katanya bangkit dan jongkok diatas miniature monasku…….<br />Diraih dan diarahkan penisku ke liang senggamanya, kemudia dia bergoyang naik turun sambil menggigit bibirnya. I catch her tiny breast and squeze it slowly, then after 3 mnts, Hani wants me on her body… tampaknya hani telah mencapai orgasmenya saat dia menunggangiku……..<br /><br />Aku balik badannya dengan posisi penis masih tertanam. Hani membantu membuka lebar2 gerbang surgawinya.dengan mengangkat ke 2 pahanya ke atas.<br />Aku maju mundurkan penisku, dengan ritme 5 kocokan ringan X 1deep penetrated, ‘Mas…. ,mmmmhhh, ……Deeper……. Harder……., dia meracau……….<br />‘Ini udah maksimal kataku’,…..<br />Hany ketawa ….. sehingga otot2 vaginanya ikut berdenyut seirama tawa……. ,<br />aku tarik tubuh hanni ke ujung bed, dan kutekan dalam-dalam penisku. Hanni berteriak histeris menikmati gaya permainanku, ke2 tangannya menarik pinggulku seakan-akan menahan penisku tetap pada posisinya.<br />Han……. Aku mo sampai………. belum sempat dia menyahut aku keluarkan spermaku ke rahimnya……….. Sepertinya hanni juga telah mencapai orgasme nya yang ke 2 saat itu. Kami bercanda dan bercengkrama di tempat tidur sehabis pertempuran yang menguras tenaga tadi.<br />‘tadi kamu kebangetan deh, gue gak bisa nahan ketawa waktu loe bilang udah maksimal’…….., ‘loe yang kebangetan’, timpalku udah tau penisku segitu malah bilang lebih dalem……,gara-gara kamu ketawa aku gak kuat nahan,…. ……abis meckymu juga ikutan ketawa timpalku…….<br />‘Hehehehe siapa suruh loe nahan’, katanya. Udah ah, mandi bareng yok, katanya manja sambil menciumku.<br /><br />Setelah kejadian itu kami semakin sering ktemu dan ML di tempat-tempat yang memungkinkan, sampai aku selesaikan tugas belajarku.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-15848700029946388102009-03-03T00:01:00.000-08:002009-07-24T18:59:44.334-07:00Nafsu Ganas si Janda Arab : Cerita Panas<b><a href="http://koleksi-cerita-dewasa.blogspot.com/">Cerita Dewasa</a></b> ini bermula dari tugas kantor. Petualangan seks pun tak terelakkan, karena aku meang doyan berpetualang :D<br /><br /><blockquote>Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. Sesekali kusapukan bibirku di bibir vaginanya. Lubang vaginanya terasa sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam vaginanya. Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan jari tengahku ke dalam lubang vaginanya, sementara lidahku menyerang klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. </blockquote><br /><span class="fullpost"><br />Aku mendapat tugas ke sebuah kota kabupaten di Kawasan Timur Indonesia. Ada sebuah peluang proyek baru disana. Aku berangkat dengan seorang Direktur. Setelah bertemu dengan para pejabat yang berwenang dan mengutarakan tujuan kedatangan kami, maka Direktur tersebut pulang terlebih dahulu karena masih ada urusan lain di Jakarta. Tinggalah aku disana mengurus semua perijinan sendirian saja.<br />Hotel tempatku menginap adalah sebuah hotel yang tidak terlalu besar, namun bersih dan enak untuk tinggal. Letaknya agak sedikit di pinggiran kota, sepi, aman, dan transport untuk kemana-mana relatif mudah. Aku mendapat kamar dilantai 2 yang letaknya menghadap ke laut. Setiap sore sambil beristirahat setelah seharian berputar-putar dari satu instansi ke instansi lainnya aku duduk di teras sambil melihat laut.<br /><br />Para karyawan hotel cukup akrab dengan penghuninya, mungkin karena jumlah kamarnya tidak terlalu banyak, sekitar 32 kamar. Aku cukup akrab dan sering duduk di lobby, ngobrol dengan tamu lain atau karyawan hotel. Kadang-kadang dengan setengah bercanda aku ditawari selimut hidup oleh karyawan hotel, mulai dari room boy sampai ke security. Mereka heran selama hampir 3 minggu aku tidak pernah bawa perempuan. Aku tersenyum saja, bukan tidak mau bro, tapi pikiranku masih tersita ke pekerjaan.<br />Tak terasa sudah 3 minggu aku menginap di hotel. Karena surat-surat yang diperlukan sudah selesai, aku bisa sedikit bernafas lega dan mulai mencari hiburan. Tadi malam aku kembali dapat merasakan kehangatan tubuh perempuan setelah bergumul selama 2 ronde dengan seorang gadis panggilan asal Manado. Aku mendapatkannya dari security hotel. Meskipun orangnya cantik dan putih, tetapi permainannya tidak terlalu istimewa karena barangnya terlalu becek dan sudak kendor, tapi lumayanlah buat mengurangi sperma yang sudah penuh.<br /><br />Dua hari lagi aku akan pulang. Transportasi di daerah ini memang agak sulit. Untuk ke Jakarta aku harus ke ibukota propinsi dulu baru ganti pesawat ke Jakarta. Celakanya dari kota ini ke ibukota propinsi dalam 1 minggu hanya ada 4 penerbangan dengan twin otter yang kapasitasnya hanya 17 seat. Belum lagi cadangan khusus buat pejabat Pemda yang tiba-tiba harus berangkat. Aku yang sudah booking seat sejak seminggu yang lalu, ternyata masih masuk di cadangan nomor 5.<br />Alternatifnya adalah dengan menaiki kapal laut milik Pelni yang makan waktu seharian untuk sampai ibukota propinsi. Rencanaku kalau tidak dapat seat pesawat terpaksa naik kapal laut.<br /><br />Sore itu aku ngobrol dengan security, yang membantu mencarikan perempuan, sambil duduk-duduk di cafe hotel. Kami membicarakan gadis Manado yang kutiduri tadi malam. Kubilang aku kurang puas dengan permainannya.<br />Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada wanita yang baru masuk ke cafe. Wanita itu kelihatan bertubuh tinggi, mungkin 168 cm, badannya sintal dan dadanya membusung. Wajahnya kelihatan bukan wajah Melayu, tapi lebih mirip ke wajah Timur Tengah. Security itu mengedipkan matanya ke arahku.<br />” Bapak berminat ? Kalau ini dijamin oke, Arab punya,” katanya.<br />Wanita tadi merasa kalau sedang dibicarakan. Ia menatap ke arah kami dan mencibir ke arah security di sampingku.<br />“Anis, sini dulu. Kenalan sama Bapak ini,” kata security itu.<br />“Aku mau ke karaoke dulu,” balas wanita tadi. Ternyata namanya Anis. Anis berjalan kearah meja karaoke dan mulai memesan lagu.<br />Ruangan karaoke tidak terpisah secara khusus, jadi kalau yang menyanyi suaranya bagus lumayan buat hiburan sambil makan. Tapi kalau pas suara penyanyinya berantakan, maka selera makan bisa berantakan. Untuk karaoke tidak dikenakan charge, hanya merupakan service cafe untuk tamu yang makan disana.<br />“Dekatin aja Pak, temani dia nyanyi sambil kenalan. Siapa tahu cocok dan jadi,” kata security tadi kepadaku.<br />Aku berjalan dan duduk didekat Anis. Kuulurkan tanganku, “Boleh berkenalan ? Namaku Jokaw”.<br />“Anis,” jawabnya singkat dan kembali meneruskan lagunya. Suaranya tidak bagus cuma lumayan saja. Cukup memenuhi standard kalau ada pertunjukan di kampung.<br />Beberapa lagu telah dinyanyikan. dari lagu dan logat yang dinyanyikan wanita ini agaknya tinggal di Manado atau Sulawesi Utara. Dia mengambil gelas minumannya dan menyerahkan mike ke tamu cafe di dekatnya.<br />“Sendirian saja nona atau …,” kataku mengawali pembicaraan.<br />“Panggil saja namaku, A…N…I…S, Anis,” katanya.<br />kami mulai terlibat pembicaraan yang cukup akrab. Anis berasal dari Gorontalo. Ia memang berdarah Arab. Menurutnya banyak keturunan Arab di Gorontalo. Kuamati lebih teliti wanita di sampingku ini. Hidungnya mancung khas Timur Tengah, kulitnya putih, rambutnya hitam tebal, bentuk badannya sintal dan kencang dengan payudaranya terlihat dari samping membusung padat.<br />Kutawarkan untuk mengobrol di kamarku saja. Lebih dingin, karena ber-AC, dan lebih rileks serta privacy terjaga. Ia menurut saja. kami masuk ke dalam kamar. Security tadi kulihat mengangkat kedua jempolnya kearahku. Di dalam kamar, kami duduk berdampingan di karpet dengan menyandar ke ranjang sambil nonton TV. Anis masuk ke kamar mandi dan sebentar kemudian sudah keluar lagi.<br />Kami melanjutkan obrolan. Ternyata Anis seorang janda gantung, suaminya yang seorang pengusaha, keturunan Arab juga, sudah 2 tahun meninggalkannya namun Anis tidak diceraikan. ia sedang mencoba membuka usaha kerajinan rotan dari Sulawesi yang dipasarkan disini. Dikta ini dia tinggal bersama familinya. Ia main ke hotel, karena dulu juga pernah tinggal di hotel ini seminggu dan akrab dengan koki wanita yang bekerja di cafe. dari tadi siang koki tersebut sedang keluar, berbelanja kebutuhan cafe.<br />Kulingkarkan tangan kiriku ke bahu kirinya. Ia sedikit menggerinjal namun tidak ada tanda-tanda penolakan. aku semakin berani dan mulai meremas bahunya dan perlahan-lahan tangan kiriku menuju kedadanya. Sebelum tangan kiriku sampai di dadanya, ia menatapku dan bertanya, “Mau apa kamu, Jokaw ?” Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab.<br />Kupegang dagunya dengan tangan kananku dan kudekatkan mukanya ke mukaku. Perlahan kucium bibirnya. Ia diam saja. Kucium lagi namun ia belum juga membalas ciumanku.<br />“Ayolah Anis, 2 tahun tentulah waktu yang cukup panjang bagimu. Selama ini tentulah kamu merindukan kehangatan dekapan seorang laki-laki,” kataku mulai merayunya.<br />Kuhembuskan napasku ke dekat telinganya. Bibirku mulai menyapu leher dan belakang telinganya.<br />“Akhh, tidak.. Jangan..,” rintihnya.<br />“Ayolah Nis, mungkin punyaku tidak sebesar punya suami Arab-mu itu, namun aku bisa membantu menuntaskan gairahmu yang terpendam”.<br />Ia menyerah, pandangan matanya meredup. Kucium lagi bibirnya, kali ini mulai ada perlawanan balasan dari bibirnya. tanganku segera meremas dadanya yang besar, namun sudah sedikit turun. Ia mendesah dan membalas ciumanku dengan berapi-api. Tangannya meremas kejantananku yang masih terbungkus celana.<br />Kududukan ia ditepi ranjang. Aku berdiri didepannya. tangannya mulai membuka ikatan pinggang dan ritsluiting celanaku, kemudian menyusup ke balik celana dalamku. Dikeluarkannya kejantananku yang mulai menegang. Dibukanya celanaku seluruhnya hingga bagian bawah tubuhku sudah dalam keadaan polos.<br />Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakan mulutnya maju mundur. Aliran kenikmatan segera saja menjalari seluruh tubuhku. Tangannya menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing bajuku agar tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan pantatkupun bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya.<br />Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan kini dia dalam posisi berdiri sementara aku duduk di tepi ranjang. Tanpa kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan. Kemaluannya terlihat sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan yang dibalikkan. Ia membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai bra berwarna biru.<br /><br />Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. Sesekali kusapukan bibirku di bibir vaginanya. Lubang vaginanya terasa sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam vaginanya. Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan jari tengahku ke dalam lubang vaginanya, sementara lidahku menyerang klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang kuberikan. Ia merapatkan selangkangannya ke kepakalu. Kulepaskan bajuku dan kulempar begitu saja ke lantai.<br />Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, “Sllruup..”. Kembali ia menjilat dan mencium penisku beberapa saat. Ia naik keatas ranjang dan duduk diatas dadaku menghadapkan vaginanya di mulutku. Tangannya menarik kepalaku meminta aku agar menjilat vaginanya dalam posisi demikian.<br />Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang vaginanya. Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan kepalaku. Ia menggerakan pantatnya memutar dan maju mundur untuk mengimbangi serangan lidahku. Gerakannya semakin liar ketika lidahku dengan intens menjilat dan menekan klitorisnya. Ia melengkungkan tubuhnya sehingga bagian kemaluannya semakin menonjol. tangannya kebelakang diletakan di pahaku untuk menahan berat tubuhnya.<br />Ia bergerak kesamping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka bra-nya dan segera kuterkam gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya yang keras kukulum dan kujilati. Kadang kumisku kugesekan pada ujung putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih “Jokaw, ayo kita lakukan permainan ini, Masukan sekarang..”.<br />Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkan ke lubang vaginanya. Beberapa kali kucoba untuk memasukannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya sejak kujilati sedari tadi kurasakan vaginanya sudah basah oleh lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan penetrasi kurasakan sulit sekali. Penisku sudah mulai mengendor lagi karena sudah beberapa kali belum juga menembus vaginanya. Aku ingat ada kondom di laci meja, masih tersisa 1 setelah 2 lagi aku pakai tadi malam, barangkali dengan memanfaatkan permukaan kondom yang licin lebih mudah melakukan penetrasi. namun aku ragu untuk mengambilnya, Anis kelihatan sudah di puncak nafsunya dan ia tidak memberikan sinyal untuk memakai kondom.<br />Kukocokkan penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya.<br />“Jokaw.. Kencangkan dan cepat masukkan,” rintihnya.<br />Kepala penisku sudah melewati bibir vaginanya. Kudorong sangat pelan. Vaginanya sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis suaminya bisa menembus vaginanya.<br />Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini. Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong vaginanya. Aku merasa dengan kondisi vaginanya yang sangat sempit maka dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.<br />Kugulingkan badannya dan kubiarkan dia menindihku. Anis bergerak naik turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya penisku tidak mengecil.<br />Anis merebahkan tubuhnya, merapat didadaku. Kukulum payudaranya dengan keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan bergerak liar untuk merasakan kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini, dalam kondisi aku dibawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah. Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan tidak berfokus pada permainan ini.<br />15 menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Anis sudah ingin mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian mencium leher dan telingaku.<br />“Ouhh.. jokaw, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya suamiku akan kalah, namun kami masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, sebentar lagi.. Aku..”.<br />Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. Kukencangkan otot penisku dan gerakan tubuh Anispun semakin liar. Akupun mengimbangi dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku.<br />Kepalanya bergerak kesana kemari. Rambutnya yang hitam lebat acak-acakan. sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. bantal di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan diatas ranjang seperti kapal yang pecah dihempas badai. Ranjangpun ikut bergoyang mengikutu gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan.<br />Semenit kemudian..<br />“Aaggkkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh,” Anis memekik.<br />Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.<br />“Ouhh.. An.. Nis. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!”<br />Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya terlepas. pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.<br />“Jokaw.. Ouhh Jokaw.. Aku juga..”.<br />Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. dengan kaki saling mengait aku menahan gerak tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding vaginanya saling berbalasan dengan denyutan dipenisku. Beberapa detik kemudian, kami masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. ketika sisa-sisa denyutan masih terjadi badannya menggetar. Ia berbaring diatas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari vaginanya. Sebagian sperma mengalir keluar dari vaginanya di atas perutku. Anis berguling ke samping setelah menarik napas panjang.<br />“Luar biasa kamu Kaw. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. tapi kami sanggup membawaku terbang ke angkasa,” katanya sambil mengelus dadaku.<br />“Akupun rasanya hampir tidak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain denganmu. Milikmu benar-benar sempit,” kataku balas memujinya.<br />Memang kalau tadi aku harus bermain diatas, rasanya tak sampai sepuluh menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main genjot saja, teknik bro!<br />“Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?”<br />“Nggak ah, asli Indonesia lho..”.<br />Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dam kaus tanpa lengan. Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam.<br />Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku sesekali mencium rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di kepalaku.<br />“Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?”tanyaku.<br />“Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya. Aku selalu siap sedia, siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi. Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya.” katanya enteng.<br />Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki. Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku.<br />Matahari sudah jauh condong ke Barat, sehingga tidak terasa panas. hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku kebalik bajunya dan kuremas dadanya.<br />“Hmmhh..,” ia bergumam.<br />“Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin,” kataku.<br />Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan kamarku.<br />“I want more, honey!” kataku.<br />kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Anis di ranjang. Kubuka kausku dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.<br />Anis mengerti maksudku. Didekatkan kepalanya ke tubuhku dan ditariknya celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang dan keras, siap untuk kembali mendayung sampan.<br />Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan jariku bibir vaginanya kubuka. Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam vaginanya yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku.<br />“Ouhh.. Jokaw.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup Kaw!” ia berteriak.<br />Aku tidak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya sensasi dingin dari es batu di dalam vaginanya membuatnya sangat terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair dan mulai bercampur dengan lendir vaginanya.<br />“Jokaw.. Maniak kamu..,” ia masih terus memekik setiap kali potongan es batu kutempelkan ke bagian dalam bibir vagina dan klitorisnya.<br />Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap menjilati seluruh bagian vaginanya. Kakinya masih meronta, namun ia sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.<br />Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kuransang dia sampai mendekati puncaknya. yang pasti aku tak mau kalah ketika bermain dengannya. Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya.<br />Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan kemudian kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. tangan kanannya memegang kepalaku dan menekannya ke celah pahanya. Tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.<br />Aku duduk di dadanya. Kini ia yang membrikan kenikmatan pada penisku melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua payudaranya.<br />Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain disekitar payudaranya. Anis kelihatan tidak sabar lagi dan dengan sebuah gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku dengan menggesekannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. kami segera berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya.<br />Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.<br />“Jokaw.. Ayo.. Masukk.. Kan!”<br />Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah basah. Aku mengikuti saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba memasukan penisku kedalam liang vaginanya. Masih sulit juga untuk menembus bibir vaginanya. tangannya kemudian membuka bibir vaginanya dan dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vaginanya.<br />Begitu melewati bibir vaginanya, maka kurasakan lagi sebuah lorong yang sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos kedalam liang vaginanya.<br />Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan pada vaginanya lebih banyak. Ketika kurasakan vaginanya sudah lebih licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku. Anis masih bergerak pelan, bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan berikutnya.<br />Kupercepat gerakanku dan Anis bergerak melawan arah gerakanku untuk menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang bergerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya kemudian mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat.<br />Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan tangannya terjulur kebelakang menggenggam penisku dan segera menyusupkannya kedalam vaginanya. Kugenjot lagi vaginanya dengan menggerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di atasnya. kami berciuman dengan posisi sama-sama tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksi kegiatannya.<br />Aku menusuk vaginanya dengan gerakan cepat berulang kali. Iapun mendesah sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami yang kedua ini, Anis semakin keras berteriak dan sebentar-bentar mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.<br />Anis berbalik terlentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya dan kembali menggenjot vaginanya. Kusedot putingnya dan kugigit bahunya. Kutarik rambutnya sampai mendongak dan segera kujelajahi daerah sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas. Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya.<br />kami berguling sampai Anis berada di atasku. Anis menekankan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya.<br />“Ouhh.. Anis,” desahku setengah berteriak.<br />Anis bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, maka penisku seperti disedot sebuah pusaran. Anis mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut dengan irama yang sama. Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku mendongak dan segera mencium dan menjilati leherku. Hidungnya yang mancung khas Timur Tengah kadang digesekkannya di leherku memberikan suatu sensasi tersendiri.<br />Anis bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan kedua kakinya. dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa nikmat sekali. Kepalanya direbahkan didadaku dan bibirnya mengecup putingku.<br />Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilati dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.<br />Anis kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh rahimnya.<br />kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit dengan kedua kakinya. Anis menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakan pantatnya maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku. Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang lembut namun kuat. Semakin lama semakin cepat ia menggerakkan pantatnya, namun tidak menghentak-hentak. darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat disekujur tubuhku.<br />“Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan.<br />“Tahan Nis, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu”.<br />Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku.<br />“Jokaw.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!” ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi.<br />Aku bangkit dan duduk memangku Anis. Penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus bergerak aktif.<br />Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya. Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengahnya saja yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sesekali kutusukkan penisku sampai mentok. Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang mengendalikan permainan, ia hanya dapat pasrah dan menikmati.<br />Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku. Kugulingkan tubuhku, kini aku berada diatasnya kembali.<br />Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya sehingga selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki kirinya kujepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan kemudian kuhentakkan dengan keras. Iapun berteriak dengan keras setiap aku menggenjotnya dengan keras dan cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan matanya seperti mau menangis. Kukembalikan kakinya pada posisi semula.<br />Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi.<br />kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan kakiku. Vaginanya semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Anis kelihatan sudah tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan semakin lama semakin cepat.<br />Kini kurasakan desakan kuat yang akan segera menjebol keluar lewat lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi. Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya.<br />Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepaskan jepitan kakiku. Betisnya kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikan, “OK baby, kini saatnya..”.<br />Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan pantatku dengan menaikan pinggulnya. Bibirnya menciumku dengan ciuman ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku.<br />Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku. Kutahan tekanan penisku ke dalam vaginanya. Gelombang-gelombang kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam vaginanya bergantian dengan denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak.<br />Denyut demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang.<br />“Anis.. Ouhh.. Yeaahh!!”<br />“Ahhkk.. Lakukan Jokaw.. Sekarang!!”<br />Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di dalam vaginanya. Kutekan penisku semakin dalam di vaginanya. Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di atas dadanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap otot PC-ku kugerakkan.<br />Napas dan kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. kami masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak ada suara yang terdebgar. hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal yang berangsur-angsur berubah menjadi teratur.<br /><br />Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami lalui. Sambil makan Anis menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki bernama Jokaw.<br />Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentunya mandi kenikmatan menjadi acara kami berdua.<br />Esoknya setelah mengecek ke agen Merpati ternyata aku masih mendapat seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika chek out dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security temanku. Ia tersenyum.<br />“Terima kasih Pak,” katanya sambil menyambut tasku dan membawakan ke mobil.<br />“Kapan kesini lagi, Pak? kalau Anis nggak ada, nanti akan saya carikan Anis yang lainnya lagi,” bisiknya ketika sudah berangkat ke bandara.<br />Anis mengantarku sampai ke bandara dan sebelum turun dari mobil kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum melihat tingkah kami.<br />Setahun kemudian aku kembali lagi ke kota itu dan ternya Anis tidak berada di kota itu lagi. Ketika kutelpon ke nomor yang diberikannya, penerima telepon menyatakan tidak tahu dimana sekarang Anis berada. Dengan bantuan security temanku maka aku mendapatkan perempuan lainnya, orang Jawa Tinur. Lumayan, meskipun kenikmatan yang diberikannya masih di bawah Anis, the arabian girl who has passion as like as Arabian horse<br /><br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panas<br /></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-33645295009536135612009-02-26T01:50:00.000-08:002009-07-24T18:59:54.089-07:00Seks Pertama si Rima : Cerita Dewasa<a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa 17 Tahun</a> ini merupakan kisah cinta dan seks pertama bagi RIma. <br /><blockquote>Dengan ragu aku pegang kontol Dino. Baru sekali ini aku memegang punya laki-laki. Ternyata liat dan keras. Kontol Dino sudah berdiri tegang rupanya. "Ayo dong Rima sayang "pinta Dino lagi. Dengan ragu kumasukkan kontol itu ke mulutku, aku diamkan kontol itu sambil kurasa-rasa. Ih, kenyal "Hisap dong sayang seperti kamu makan permen "Dino mengajariku.</blockquote><br /><span class="fullpost"><br />Aku seorang pelajar SMP kelas II, namaku Rima. Kata orang aku cantik, kulitku kuning, hidungku bangir, sepintas aku mirip Indo. Tinggiku 160cm, ukuran Bhku 34, cukup besar untuk seorang gadis seusiaku. Aku punya pacar, Dino namanya. Dia kakak kelasku, kami sering ketemu di sekolah. Dino seorang siswa yang biasa-biasa saja, dia tidak menonjol di sekolahku. Prestasibelajarnyapun biasa saja. Aku tertarik karena dia baik padaku. Entah kebaikan yang tulus atau memang ada maunya. Dia juga mencoba mendekatiku. Di sekolah, aku tergolong populer. Banyak siswa cowok mencari perhatian padaku. Tapi entah mengapa aku memilih Dino. Singkatnya, aku pacaran dengan Dino. Banyak teman-teman cewekku menyayangkannya, padahal masih ada si Anto yang bapaknya pejabat, Si Danu yang juara kelas, Si Andi yang jago basket, dan lainnya. Entah mengapa aku tidak menaruh perhatian pada mereka-mereka itu.Aku dan Dino telah berjalan kurang lebih 6 bulan. Pacaran kami sembunyi-sembunyi, ya karena kami masih SMP jadi kami masih takut untuk pacaran secara terang-terangan. Orang tuaku sebenarnya melarangku untuk berpacaran, masih kecil katanya. Tetapi apabila cinta telah melekat, apapun jadi nikmat.<br /><br /><br /><br />Hari Sabtu sepulang sekolah aku janjian sama Dino. Aku mau nemanin dia ke rumah temannya. Aku bilang ke orang tua bahwa hari Sabtu aku pulang telat karena ada les tambahan. Aku berbohong. Di tasku. telah kusiapkan kaos dan celana panjang dari rumah. Sepulang sekolah, aku ke wc dan mengganti seragamku dengan baju yang kubawa dari rumah. Dinopun begitu. Dari sekolah kami yang berada di perbatasan Jakarta Timur dan Selatan, kami naik bis kearah Cipinang, Jakarta Timur, rumah teman Dino. Sesampai disana, aku diperkenalkan dengan teman Dino, Agus namanya. Rumahnya sepi, karena orang tua Agus sedang ke luar kota. Agus juga bersama pacarnya, Anggi. Pembantunyapun pulang kampung, sesekali kakak Agus yang telah menikah, datang ke rumah sekalian menengok Agus dan membawakannya makanan. Kakaknya hari ini sudah datang tadi pagi dan akan datang lagi besok, demikian kataAgus. Jadi hanya kami berempat di rumah itu. Kami ngobrol bersama ngalor ngidul.<br /><br /><br /><br />Tak lama kemudian, Agus dan Dino pergi ke dapur dan menyiapkan minuman untuk kami. Aku ngobrol dengan Anggi. Dari Anggi, aku tahu bahwa Agus telah berhubungan selama kurang lebih 1 tahun. Keduanya satu sekolah, juga di SMP hanya berlainan dengan sekolahku. 10 menit kemudian, Agus dan Dino kembali dengan membawa 4 gelas sirup dan dua toples makanan kecil. Setelah memberikan minuman dan makanan itu, Agus berdiri dan memutar VCD.Film baru katanya. Aku enggak ngerti, aku pikir film bioskop biasa. Agus menyilakan kami minum. Aku minum sirup yang diberikannya. 10 menit berlalu, kepalaku pusing sekali, bersamaan dengan itu ada rasa aneh menyelimuti tubuhku. Rasa..hangat merinding di tv tampak adegan seorang wanita bule yang sedang dientot oleh 2 laki-laki, satu negro dan satu lagi bule juga. Aku berniat untuk pulang, tetapi entah mengapa dorongan hatiku untuk tetap menyaksikan film itu. Mungkin karena aku baru pertama kali ini nonton blue film. Badanku makin enggak karuan rasanya kepalaku serasa berat dan ah rangsangan di badanku semakin menggila .Aku lihat Agus dan Anggi sudah saling melepaskan baju mereka telanjang bulat di hadapan aku dan Dino.Mereka saling berpelukan, berpagutan tampak Agus menciumi tetek Anggi yang mungil Agus lalu mengisep-isep pentilnya tampaknya keduanya sudah sering melakukannya . Mereka tampak tidak canggung lagi Anggi mengisep-isep peler Agus persis seperti kejadian di film blue itu . Anggi juga sepertinya telah terbiasa Kontol Agus bak permen, diisep, dikulum oleh Anggi Dino merapatkan tubuhnya kepadaku.<br /><br /><br /><br />"Rim .kamu sayang aku enggak?"tanyanya padaku. "Eh..emang kenapa, Din ?"kataku kaget karena aku masih asyik menyaksikan Agus dan Anggi "Aku pengen kayak gitu ."kata Agus sambil menunjuk pada Agus dan Anggi yang semakin hot. Tampak Agus mulai menindih Anggi, dan memasukkan batang kontolnya ke nonok Anggi. Dengan diikuti teriakan kecil Anggi, batang kontol itu masuk seluruhnya ke nonok Anggi. Gairahku melonjak-lonjak entah kenapa?Seluruh badanku merinding ."Rima?"kata Dino lagi. "Eh enggak ah enggak mau malu ."kataku. "Malu sama siapa?"kata Dino. Tangannya mulai merayapi dadaku. Kutepis pelan tangannya. "Malu sama Agus dan Anggi tuh "kataku. "Ah mereka aja cuek ayo dong Rima aku sudah enggak tahan nih "kata Dino. "Ah..jangan ah "kataku. Gairahku makin tidak keruan mendengar erangan dan rintihan Agus dan Anggi. Tak terasa tangan Dino mulai membuka kancing bajuku. Entah kenapa aku membiarkannya sehingga bajuku terbuka. Aku hanya mengenakan BH dan celanapanjang jeans. Adegan di TV makin hot tampak sekarang seorang wanita asia di entot tiga orang bule dua orang memasukkan kontolnya ke memek dan pantatnya sedangkan yang satunya kontolnya lagi diisep oleh si wanita. Keempatnya terlihat sedang merasakan kenikmatan Tangan Dino mulai merayapi dan meremas-remas buah dadaku yang masih kencang dan belum pernah disentuh oleh siapapun. Aku menggelinjang, geli nikmat ah..baru pertama kali aku merasakan ini ."Buka Bhnya, ya sayang "pinta Dino. Aku mengangguk, aku jadi inginmerasakan lebih nikmat lagi Dengan cekatan Dino membuka Bhku.. aku sekarang benar-benar telanjang dada. Dino mengisepi pentilku memencet-memencet buah dadaku yang masih kenyal dan bagus "Tetekmu enak bener, sayang belum pernah ada yang pegang yaa"kata Dino sambil terus meremas tetekku dan mengisepi pentilku "Belum Din ahhh enak Din terus terus..jangan berhenti ."kataku. Kenikmatan itu baru kali ini aku rasakan. Kulirik Agus dan Anggi, merekasekarang bermain doggy style. Anggi berposisi nungging dan Agus menusuknya dari belakang terdengar erangan dan eluhan mereka Gairahku makin menggila "Buka celanamu ya sayang aku udah pengen nih "pinta Dino. "Jangan Din takut ."kataku. "Takut apa sayang?"kata Dino. "Takut hamil "kataku. "Enggak Din, aku nanti keluarnya di luar memekmu sayang kalo hamilpun aku akan tanggung jawab, percayalah "katanya.<br /><br /><br /><br />Aku diam saja Dino mulai membuka ristleting celanaku, aku diamkan saja .tak lama kemudian, dia memerosotkan celanaku tampak memekku yang menggumpal dengan jembut yang lumayan tebal. Dino pun memerosotkan celana dalamku Aku benar-benar polos bugil. Dinopun membukaseluruh bajunya, kami berdua telanjang bulat .Tangan Dino tetap meremas-remas tetekku Kulirik Agus dan Anggi, eh mereka bersodomi Anggi sudah biasa bersodomi rupanya kulihat kontol Agus maju mundur di pantat Anggi sedangkan tangan kiri Anggi mengucek-ucek memeknya sendiri yang sudah basah Erangan mereka terdengar makin sering .Dino terus mengerjaiku, tangannya mulai merayapi jembutku. Salah satu jarinya dimasukkan ke nonokku"Ah..sakit, pelan-pelan, Din.."teriakku ketika jari itu memasuki nonokku. Dino agak sedikit mengeluarkan jari itu dan bermain di bibir kemaluanku tak lama kemudian nonokku basah . "Din, isep dong punyaku "pinta Dino sambil menyodorkan kontolnya ke mukaku. "Ah..enggak ah "kataku menolak. "Jijik ya? Punyaku bersih kok ayo dong Anggi saja berani tuh "pinta Dino memelas.<br /><br /><br /><br />Dengan ragu aku pegang kontol Dino. Baru sekali ini aku memegang punya laki-laki. Ternyata liat dan keras. Kontol Dino sudah berdiri tegang rupanya. "Ayo dong Rima sayang "pinta Dino lagi. Dengan ragu kumasukkan kontol itu ke mulutku, aku diamkan kontol itu sambil kurasa-rasa. Ih, kenyal "Hisap dong sayang seperti kamu makan permen "Dino mengajariku. Pelan-pelankuisap-isap, kujilati bolong kontol itu dengan lidahku lama kelamaan aku merasa senang mengisapnya kuisep keras-keras..kusedot-sedot, kujilati .kumaju mundurkan kontol itu di dalam mulutku terdengar berulang kali erangan Dino. "Ah ah .uuuhhh enak sayang teruskan .." erang Dino. Tangan Dino terus mengucek-ucek nonokku. Sudah tidak sakit lagi sekarang, mungkinsudah basah Aku jadi senang mengisap kontol Dino terus kulomoh kuisap..kujilati kusedot-sedot ih..enak juga, pikirku Tiba-tiba Dino menarik kontolnya dan mengarahkannya ke nonokku Aku pasrah, dimasukkannya kontolnya ternyata meleset, Dino melumuri tangannya dengan ludahnya kemudian tangannya itu diusapkan ke kontolnya dan mencoba lagi memasukkan kontolnya ke liang nonokku, ketika kepalanya masuk ke nonokku, aku berteriak"Aduuh sakit Din pelan-pelan dong " Gairah semakin meninggi .aku ingin merasakan kenikmatan lebih .Dino melesakkan kontolnya ke nonokku pelan kurasakan sesak nonokku ketika kepala kontol itu masuk ke dalamnya Dino lagi menghentakkan kontolnya sehingga amblas semuanya ke dalam nonokku ."Ahhh perih Din "kataku. Dino diam sebentar memberikan waktu kepadaku untuk menenangkan diri. "Tenang Din, sebentar lagi kamu akan terbiasa kok "katanya. Pelan-pelan Dino mengocokkontolnya di nonokku. Masih terasa perih sedikit kocokkan Dino semakin kencang Aneh, perih itu sudah tidak terasa lagi, yang ada hanya rasa nikmat nikmat sekali "Terus Din Terus ahhhh ah .enak ."kataku. Sempat kulirik Agus dan Anggi masih terus bersodomi. Gimana rasanya disodomi ya, pikirku Agus semakin menggencarkan kocokkanyya Aku semakin menggelinjang .ah ternyata ngentot itu nikmat .surga dunia coba dari dulu.. kataku dalam hati ."Din ah.ah .aku aku ."entah apa yang aku ingin ucapkan. Ada sesuatu yang ingin kukeluarkan dari nonokku entah apa "Keluarkan saja sayang kamu mau keluar ."kata Dino. "Ahh iya Din aku mau keluar .."tak lama kemudian terasa cairan hangat dari nonokku .<br /><br /><br /><br />Dino terus mengocok kontolnya kuat juga pacarku ini, pikirku. "Satu nol, sayang"kata Dino tersenyum. Dino mencopot kontolnya, aku sedikit kecewa "Kenapa dicopot Din.."tanyaku. "Kita coba doggy style, sayang "jawabnya sambil membimbingku berposisi seperti anjing. Dino menusukan kontolnya lagi sekarang badanku terguncang-guncang keras terdengar erangankeras dari Anggi dan Agus, mereka ternyata telah mencapai puncaknya kulihat peluh bercucuran dari kedua tubuh mereka, dan akhirnya mereka terkapar kenikmatan tampak wajah puas dari mereka berdua Aku sudah hampir tiga kali keluar Dino tampak belum apa-apa dia terus mengocok kontolnya di memekku. Sudah hampir ¾ jam aku dientot Dino, tapi tampaknya Dino belum menunjukkan akan selesai. Kuat juga aku lemes sekali lalu Dino mencopot lagi kontolnya dan mengambil baby oil yang tersedia dekat kakinya. Aku ingat baby oil itudipakai untuk melumuri pantat Anggi ketika mau disodomi .eh apakah aku mau disodomi Dino? "Mau ngapain Din "tanyaku penasaran ."Seperti Anggi dan Agus lakukan, Rima aku ingin menyodomimu sayang "jawabnya. Sebenarnya aku takut, tapi terdorong rasa gairahku yang melonjak-lonjak dan keingin tahuanku rasanya disodomi, maka aku mendiamkannya ketika Dino mulai mengolesi lubang pantatku dengan baby oil. Tak lama kemudian, kontol Dino yang masih keras itu diarahkan ke pantatku meleset dicoba lagi kepala kontol Dino tampak mulai merayapi lubang pantatku "Aduuuh sakit Din "kataku ketika kontol itu mulai masuk pantatku. "Tenang sayang nanti juga enggak sakit "jawab Dino sambil melesakkan bagian kontolnya kepalanya sudah seluruhnya masuk ke pantatku "Aduuuhh sakiiiitt "kataku lagi. "Tenang Rim, nanti enak deh..aku jadi ketagihan sekarang "kata Anggi sambil mengelus rambutku dan menenangkanku. "Kamu sudah sering disodomi, Nggi?"tanyaku. "Wah bukan sering lagi hampir tiap hari kadang aku yang minta abis enak sih udah tenang saja ayo Dino coba lagi nanti pacarmu pasti ketagihan ayo.."kata Anggi sambil menyuruh Dino mencoba lagi.<br /><br /><br /><br />Dino mendesakkan lagi kontolnya sehingga seluruhnya amblas ke pantatku. Terasa perih di pantatku ."Tuuh kan sudah masuk tuh enak kan nanti pantatmu juga terbiasa kok kayak pantatku ini enak kan jadi enggak ada hari libur, kalo lagi mens-pun tetap bisa dientot hi hihi "kata Anggi. Aku diam saja. Ternyata sakit kalo disodomi .Dino mulai mengocok kontolnya di pantatku. "Pelan-pelan, Din masih sakit "pintaku pada Dino. "Iya sayang enak nih sempit"katanya. Anggi ke belakang pantatku dan mengucek-ucek nonokku dengan tangannya aku semakin menggelinjang nikmat "Anggi ah .enak "kataku. "Ayo Din, kocok terus, biar aku mengucek nonoknya, biar rasa sakit itu bercampur rasa nikmat"kata Anggi pada Dino. Benarsekarang rasa sakit itu tidak muncul lagi hanya nikmat ."Hai sayang ini ada lobang nganggur mau pake? Boleh kan Dino? Lubang yang satu ini dipake pacarku Agus "kata Anggi. "Tanya Rima saja deh, aku lagi asyik nih"jawab Agus sambil terus mengocok kontolnya di pantatku. "Gimana Rima? Bolehkan? Enak lo di dobelin aku sering kok "pinta Anggi. "Ah..jangan deh "kataku."Sudahlah Rima, kasih saja aku rela kok"kata Dino. Tiba-tiba Agus merayap di bawahku dan menciumi tetekku. Kontolnya dipegang oleh Anggi dan diarahkan ke nonokku. Dengan sekali hentakan, kontol itu masuk ke nonokku. "Jaang "kataku hendak berteriak jangan tetapi terlambat, kontol itu sudah masuk ke nonokku. Jadilah aku dientot dan disodomi . ½ jam Agus dan Dino mengocok kontolku. Aku lemes sekali baru sekali dientot sudah diduain tanganku sudah tidak kuat menopang badanku. Kakiku lemes sekali. Kenikmatan itu sendiri tidak adaduanya .aku sebenarnya jadi senang dientot berdua begini tapi mungkin kali ini kurang siap.<br /><br /><br /><br />Aku keluar 2 kali sebelum Agus mencopot kontolnya dan memasukkan kontolnya ke mulut Anggi. Anggi menghirup peju yang keluar dari kontol Agus dengan nikmat. Kemudian Dino melakukan hal yang sama, tadinya aku ragu untuk menghirupnya, tapi lagi-lagi rasa penarasan pada diriku membuatku ingin rasanya menikmati pejunya Dino. Dino memuntahkan pejunya dimulutku akupun menelannya. Ah..rasanya asin dan agak amis setelah kontolnya bersih, Dino mencopot kontolnya dan menciumku yang sudah KO di kasur. "Terima kasih sayang aku puas dan sayang sama kamu "katanya lembut. Aku diam saja sambil merasakan kenikmatan yang baru pertama kali aku rasakan. Badanku lemes sekali Kulihat di seprai ada bercak merah..darah keperawananku dan mungkin bercampur dengan sedikit darah dari pantatku yang mungkin juga sobek karena dirasuki kontol Dino. Aku mencoba duduk, ah masih terasa sakit di kedua lubangku itu, lalu aku menangis di pelukan Dino ."Din, aku sudah enggak perawan lagi sekarang jangan tinggalkan aku yaa ."kataku pada Dino. Kulihat Anggi dan Agus sudah tidur berpelukan dalam keadaan telanjang bulat.<br /><br /><br /><br />"Iya sayang aku makin cinta sama kamu aku janji enggak akan meninggalkanmu tapi kamu harus janji yaa "katanya. "Bener Din? Kamu enggak ninggalin aku? Tapi janji apa ?"kataku balik bertanya. "Janji, kita akan mengulangi ini lagi aku bener-bener ketagihan sekarang sama nonokmu dan juga pantatmu, sayang "kata Dino sambil mengelus rambutku. Aku diam saja, aku juga ingin lagi..aku juga ketagihan kataku dalam hati. "Janji ya sayang "katanya lagi mendesakku. Aku hanya mengangguk. "Sudah jangan nangis sekarang kamu mau langsung pulang atau mau istirahat dulu?"tawar Dino. Aku pilih istirahat dulu lalu akupun tertidur berpelukan dengan Dino. Hari ini baru pertama kali aku berkenalan dengan sex. Ternyata enak dan nikmat.<br /></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-47243416924646814202009-02-25T01:42:00.000-08:002009-07-24T19:00:02.928-07:00Ngentot Cewek Amoy : Cerita SeruTiga bulan pertama ada temanku yang baru dimutasi di kantor, mulanya biasa-biasa saja. Namanya Ahung... Ciri-ciri orangnya adalah wanita keturunan, mata sipit, tinggi kurang lebih 165cm, berat 50kg, bibir sensual, ramah, suka senyum, senang pakai rok mini dan sepatu hak tinggi, kulit bersih, rambut sebahu dan wajah tidak kalah dengan titi dj. Aku biasa pergi makan siang bersama manajernya yang juga rekan sekerjaku. Kebetulan sang manager juga seorang wanita dimana dalam perusahaan tempat aku bekerja adalah fifty fifty antara pri dan keturunan.<br /><span class="fullpost"><br />Ketika makan siang bersama (saat itu kira-kira 6 orang termasuk nirmala) dengan kendaraanku menuju salah satu rumah makan di daerah sabang. Pas memilih meja langsung menuju meja tapi aku agak terburu-buru atau si ahung yang terburu-buru sehingga terjadi tabarakan tanpa sengaja antara aku dan ahung. Hidungnya yang tidak begitu mancung menempel pada hidungku yang mancung banget. Tubuhnya tinggi bila dibanding wanita biasa kira-kira 170 cm plus sepatu, soalnya tubuhku juga sekitar itu, secara reflek aku memeluknya karena takut terjatuh. Dalam dekapanku terasa harum parfum mahal dan ternyata memang mahal yang membuat darahku berdesir mengalirkan hawa naafsu hingga keubun-ubun.<br /><br />Setelah makan siang kamipun kembali kekantor dengan tidak membawa hubungan serius setelah kecelakaan tadi. Kira-kira setengah jam akan berakhir jam kantor aku hubungi dia lewat telephone untuk mengajak nonton dan kebetulan filmnya bagus sekali.. eh ternyata dia setuju kalau nontonnya hanya berdua saja.<br /><br />Selama dalam perjalanan dari kantor ke tempat tujuan kami ngobrol ngalorngidul tidak karuan dan tertawa dan kutanya apakah dia sudah punya pacar? dijawab baru putus tiga bulan yang lalu makanya dia memutuskan untuk mutasi ke tempatku sambil mengepulkan asap rokoknya. Kupikir dia ini lagi labil dan kebetulan sekali aku mau mendekatinya, kuparkir kendaraanku di halaman pelataran parkir Jakarta Theatre.<br /><br />Setelah membeli karcis dan makanan kecil kami masuk ke dalam gedung yang masih sepi... biasanya juga sepi sih.... aku mengambil posisi di tengah dan boleh pilih tempat kata penjaganya... Sesaat filmpun dimulai... tanganku mulai menyentuh tangannya... dia masih membiarkan.. mulailah pikiran kotorku... kuremas secara halus.... dia hanya membalas dengan halus....Kudekatkan wajahku ketelinganya... nafasku mulai masuk melalui lubang telinganya yang sedikit terhalang oleh rambutnya yang harum...<br /><br />kuberanikan untuk mencium leher... dia hanya mendesah aaahhhhh...... kuarahkan ke pipi lalu ke mulutnya..... pertama kali dia menutup mulutnya tetapi tidak kuasa untuk membukanya juga karena aku terus menempelkan mulutku pada bibirnya.... ssssshhhhh......Tanganku tetap meremas jemari tangannya lalu pindah ke leher dan sebelah lagi ke pinggang... lama kelamaan naik ke buah dada yang masih terbungkus oleh pakaian seragam kantor... lidahku mulai memainkan lidahnya begitu pula sebaliknya.... kuperhatikan maatanya mulai terpejam... jemarinya mulai agak kuat meremas tubuhku.... kami tidak memperhatikan lagi film yang sedang diputar soalnya lagi asik sich....<br /><br />Aku raba kebagian paha.... tetapi terhalang oleh stokingnya yang panjang sampai perut... sudah tidak sabar aku untuk meraba kemaluannya... dia menarik tanganku agar jangan meraba barangnya... kuraba terus akhirnya dia mengalah.... kubisikan untuk melepaskan stockingnya.. kami lepas semua permainan sejenak... hanya untuk melepas stocking yang dia pakai... setelah itu kembali lagi ke permainan semula.... kurogoh dengan tanganku yang kekar dan berbulu selangkangannya yang masih terbungkus dengan cdnya... tanganku mulai kepinggulnya.. eh.. ternyata dia memakai cd yang diikat disamping..... kubuka secara perlahan agar memudahkan untuk melanjutkan kememeknya... yang terdengar cuma suara nafas kami berdua..... sampailah aku kepermukaan pusar lalu turun kebawah.... betapa kagetnya aku raba-raba ternyata bulunya hanya sedikit... kulepas mulutku dari mulutnya dan bertanya sama dia ...hung..... bulunya dicukur ya.... bukan jawaban yang aku terima tetapi tamparan kecil mendarat dipipiku... plak..... kulanjutkan lagi.... sampai akhirnya film sudah akan selesai....<br /><br />Kubisikan lagi.. "saya ikatkan lagi ya..hung...." tidak dijawab.. kuikatkan kembali... filmpun berakhir kita semua bubar......Melangkah dianak tangga ke tujuh... dia menarik aku lalu membisikan "gung... talinya lepas...." buru-buru aku pepet samping kiri pinggulnya agar orang tidak menyangka... turun lagi keanak tangga kesembilan eh dia bisikan lagi "gung satunya juga..... kamu sih.. ikatnya 'nggak kencang..." sory dech kataku... akhirnya dia menuruni tangga dengan merapatkan kaki dan memegang samping kiri karana roknya... cepat cepat aku ambil mobil sementara dia berdiri menunggu... "sampai juga akhirnya......." kita berdua hanya cekikikan saja...<br /><br />"Mau kemana lagi kita sekarang...." kataku terserah aja soalnya mau pulang males... lagi ribut sama mama.... lalu kupercepat laju kendaraanku menuju pondok tirta di halim... langsung masuk kekamar...Ngoborol-ngobrol sebentar... lalu aku kekamar mandi untuk pasang kondom.. dan kembali lagi terus kuciumi dia sampai 'nggak bisa nafas ...eeeggghhhhh...... sambil mencabut mulutnya.... pelan-pelan dong.... mulailah aku menciumi secara perlahan sambil membuka baju dan behanya. <br /><br />Teteknya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil... tetapi pentilnya masuk kedalam... kuciumi teteknya... sssshhhhh...... sambil menjambak rambutku. kumainkan lidahku di putingnya yang satu sementara yang satu lagi aku mencari channel radio fm.... ssssshhhhhh....... dan nafas yang memburu. kuturunkan roknya lalu celana dalamnya dan kubaringkan ketempat tidur sambil terus menyusu.... sssshhh......ooohhh..... gung..... aku tak peduli dengan suara itu. dan benar saja bulu jembutnya hanya sedikit dan halus-halus lagi.. kubelai-belai meski hanya sedikit... lalu kumainkan itilnya yang sudah basah ... dia agak kaget.... aauuu..... keperhalus lagi permainkanku... mau kumasukan jemariku kememeknya tapi ...aaauuu.... sakit gung.... lho anak ini masih perawan rupanya aku pikir...<br /><br />Kujilati terus pentilnya sambil kubuka seluruh pakaianku... tampaklah dua insan manusia tanpa benang sehelaipun... dia memperhatikan kontolku sejenak.... lalu tertawa ngakak... hhhaaa... hhhaaa.... kenapa kataku.... "kayak penjahat yang difilm-film...." katanya.... lalu pelan pelan ku geser pahanya agar merengang... dan kuatur posisi untuk siap menerobos lubang memeknya... eeghhh... egghhh.... belum bisa juga... dua kali baru kepalanya yang masuk.... aku tidak kehilangan akal... kujilat terus puting susunya dan secara perlahan ketekan pantatku agar masuk seluruh kontolku... dan ..sssssshhhhhh.... eeeeggghhhh..... sssshhhh... barulah masuk seluruhnya aku punya kontol.... dan mulai kuayunkan secara perlahan sekali... ssssshhhhhh....ssssshhhhh... aaakkhhhh..... hung..... gung....... hanya itu suara yang terdengar..... makin lama makin cepat ayunan pantatku dan kurasakan seluruh persendianku mau copot...... sssssshhhhhh.... ooohhhh... my god.... katanya aku setop permainan sementara karena aku mau keluar jadi kuhentikan sesaat... eh dia malah membalikkan tubuhku.... kuatur posisi kontolku agar pas dilobang memeknya... dan ...bbbllleeess... masuk lagi kontolku dalam lumatan memeknya yang masih kencang..... dia menaikan dan menurunkan badannya... ssshhhh.... sshhhh..... aahhhh..... mulutku disumpalnya dengan susunya dan putingnya sudah menegang semua seperti kontolku yang menegang dari tadi..... ssssshhh... aaaaahhhhh.... ooohhhhh..... sssssshhh..... lima menit kemudian .... dia menjambak rambutku dan mejatuhkan tubuhnya ketubuhku.... gung....... aaaakkkkkhhhh....... gung........ssssshhhhh.... rupanya dia mencapai klimaks.... dan aku merasakan kejutan dari lubang memeknya seperti empot ayam..... sssshhhhhh.... aaahhhhhh...... hhunnggg........ pejuku nyemprot kedalam liang memeknya kira-kira empat atau lima kali kejutan..... yaaaahhhhhhh.....<br /><br />Akhirnya kami berdua lemas dan bermandikan keringat..... sesaat tubuhnya masih menindih tubuhku.... dan kurasakan pejuku mulai mengalir dari lobang memeknya menuju keluar melalui batang kontolku kuciumi dia dengan mesra.... cup..cup...cup.... lalu dia menggeser kekasur.... kuambil sebatang rokok untuk kuhisap... ternyata dia juga menghisapnya..... aaahhh..... sambil memijat-mijat kontolku... "jangan dikepalanya..." kubilang... emangnya kenapa??? katanya ...."Ngilu.. tau nggak...." ...he... he... he... kutanya secara perlahan... hung... hhhmmmmm... katanya... cowok kamu dulu suka begini nggak.... nggak berani... katanya... jadi ini yang pertama aku bilang..... dia hanya mengangguk..... aku tidak memperhatikan kalau dikontolku itu ada tetesan darah dari memeknya.... dia berjalan menuju kamar mandi... lalu berteriak kecil.... aaauuuu.... kenapa.. kataku.... kencingnya sakit.... katanya.... lalu kami mandi berdua.... mebilas berdua.... dan membersihkan badan... tanpa terasa sudah jam delapan tiga puluh ... kami memesan makan malam dan disantap tanpa busana.... setelah santap malam kujilati lagi puting susunya sampai menegang kembali..... tapi aku meminta untuk mengulum kontolku dai hanya menggeleng..... kuraba memeknya juga mulai bannnjjiiirrr....... kubalikkan dia kuarahkan kontolku keliang memeknya dari belakang.... aaauu..... katanya kaget... dan ..dddhhuuutttt... bunyi dari dalam memeknya kita jadi tertawa lagi..... terus kuayunkan daari pelan sampai ngepot...... sssshhhhh... ssshhhhh... ssshhh... lalu dia minta aku berbalik dengan posisi terlentang sedang dia mulai menaki tubuhku sambil susunya disodorkan untuk dilumat lagi..... kuarahkan lagi tanpa melihat dimana posisi lobangnya... dan bless.... dia mulai mengayunkan tubuhnya... ssssshhhhhh..... sssshhhhh...... aaaahhhh....... gung..... lima menit kemudian tubuhnya kembali mengejang dan aaaahhhhh....... gung......... sambil merapatkan tubuhnya ke tubuhku. kini giliran aku yang tidak bisa bernafas karena tertutup rambut.... kuhentakkan pantatku kuat-kuat dan kuayunkan pantatku terus lalu.... sssssshhhhhhh..... hung......... pejuku yang kedua keluar........Kami istirahat sejenak lalu mandi air hangat lagi dan kutengok jam tanganku sudah menunjukkan pukul sepuluh malam... lalu kuantarkan dia pulang kerumahnya dibilangan tebet timur....<br /><br />Keesokan harinya kami bekerja seperti biasanya antara atasan dan bawahan.... tetapi dia menghubungiku ...gung... masih sakit kalau kencing..... tuh sampai tadi pagi juga sakit........ aku bilang nggak apa-apa..... tapi enak kan?? mau nambah.... dia bilang ..nanti.....<br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panas<br /></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-38091659025510611892009-02-24T01:38:00.000-08:002009-07-24T19:00:16.657-07:00Kutaklukkan Ibu Mertuaku - Cerita Mesum<a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita mesum</a> ini berawal dari ketidaksengajaan saat aku melewati kamar mandi. Namun sepertinya itu merupakan sebuah kesengajaan bagi mertuaku yang membuka pintu kamar mandi saat dia mandi. <br /><br /><blockquote>Sambil meremas-remas batangku yang sudah mulai tegak sempurna ini, kuperhatikan terus aktivitas mandi mertuaku itu. Akhirnya timbul niatku untuk menggaulinya. Setelah menimbang-nimbang untung atau ruginya, aku pun memutuskan nekat untuk ikut bergabung bersama ibu mertuaku, mandi bersama. Kupeluk dia dari belakang, sembari tanganku menggerayang liar di tubuh mulusnya. Meraba mulai dari leher sampai kemaluannya. Awalnya ibu mertuaku kaget, tetapi setelah tahu aku yang masuk, wajah cantiknya langsung tersenyum nakal.</blockquote><br /><span class="fullpost"><br /><br />Halo kenalkan, aku Panji Anugerah (nama samaran). Seorang pria berusia 37 tahun, menikah, dengan seorang wanita yang sangat cantik dan molek. Aku dikaruniai Tuhan 2 orang anak yang lucu-lucu. Rumah tanggaku bahagia dan makmur, walapun kami tidak hidup berlimpah materi. <br /><br />Boleh dibilang sejak SMA aku adalah pria idaman wanita. Bukan karena fisikku yang atletis ini saja, tapi juga karena kemampuanku yang hebat (tanpa bermaksud sombong) dalam bidang olahraga (basket dan voli, serta bulu tangkis), seni (aku mahir piano dan seruling) dan juga pelajaran (aku menduduki peringkat ketiga sebagai pelajar terbaik di SMAku). Bedanya waktu di SMA dahulu, aku tidak terlalu tertarik dengan hal-hal seperti seks dan wanita, karena saat itu konsenterasiku lebih terfokus pada masalah akademisku.<br /><br />Bakat playboyku mulai muncul setelah aku menjadi seorang kepala rumah tangga. Aku mulai menyadari daya tarikku sebagai seorang pria normal dan seorang pejantan tangguh. Sejak diangkat sebagai kabag bagian pemasaran inilah, pikiran-pikiran kotor mulai singgah di otakku. Apalagi aku juga hobi menonton film-film biru.<br /><br />Wanita lain yang sempat hadir dihatiku adalah Maya. Dia adalah rekan kerjaku, sesama pegawai tapi dari jurusan berbeda, Accounting. Dia berasal dari Surakarta, tinggal di Bandung sudah lama. Kami sempat menjalin hubungan gelap setahun setelah aku menikah dengan Lilis, istriku. Hubungan kami tidak sampai melakukan hal-hal yang menjurus kepada aktivitas seksual. Hubungan kami hanya berlangsung selama 6 bulan, karena dia pindah ke lain kota dan dinikahkan dengan orang tuanya dengan pria pilihan mereka. Dasar nasib!!! Niatku berpoligami hancur sudah. Padahal aku sudah berniat menjadikannya istri keduaku, walau istri pertamaku suka atau tidak. Karena frustasi, untuk beberapa bulan hidupku terasa hampa. Untungnya sikapku ini tidak bertahan lama, karena di tahun yang sama aku berkenalan dengan seorang teman yang mengajariku gaya hidup sehat, bodybuilding.<br /><br />Saat itu, sekitar tahun 1998, yang namanya olahraga fitness, bukanlah suatu trend seperti sekarang. Peminatnya masih sedikit. Gym-gympun masih jarang. Sejujurnya aku malas berbodybuilding seperti yang dilakukan temanku itu. Apalagi saat itu sedang panas-panasnya isu politik dan kerusuhan sosial. Belum lagi adanya krismon yang benar-benar merusak perekonomian Indonesia. Untungnya perusahaan tempatku bekerja cukup kuat bertahan badai akibat krismon, hingga aku tidak turut diPHK. Namun temanku yang sangat baik itu terus memotivasiku, hingga tak sampai 3 bulan, aku yang tadinya hanya seorang pria berpostur biasa-biasa saja-walaupun aku bertubuh atletis, menjadi seorang atlet bodybuilding baru yang cukup berprestasi di kejuaraan-kejuaraan daerah maupun nasional. Hebatnya lagi kantorku dan seluruh keluargaku ikut mendukung semua aktivitasku itu. Kata mereka ”kantor kita punya Ade Rai baru, hingga kita tidak perlu satpam atau bodyguard baru” suatu anekdot yang sudah menjadi santapanku berhari-hari.<br /><br />Semakin berlalunya waktu, aktivitas bodybuilderku kukurangi. Apalagi aku sudah diangkat menjadi kabag pemasaran sekarang, di mana keuntungan mulai berpihak pada perusahaan tempatku bekerja. Aku mulai bertambah sibuk sekarang. Namun untuk menjaga fisikku agar tetap bugar dan prima, aku tetap rutin basket, voli, dan bersepeda. Hanya 2 kali seminggu aku pergi ke tempat fitness. Hasilnya tubuhku tetap kelihatan atletis dan berotot, namun tidak sebagus ketika aku menjadi atlet bodybuilding dadakan.<br /><br />Sewaktu aku menjadi atlet bodybuilding, banyak wanita melirikku. Beberapa di antaranya mengajakku berkencan. Tapi karena saat itu aku sedang asyik menekuni olahraga ini, tanggapan dan godaan mereka tidak kutanggapi. Salah satu yang suka menggodaku adalah Mia. Dia adalah puteri tetangga mertuaku. Baru saja lulus SMA, dan dia akan melanjutkannya ke sebuah PTn terkenal di kota Bandung. Gadis itu suka menggoda di setiap mimpiku dan bayangannya selalu menghiasi pikiranku saat aku menyetubuhi istriku. Kisahku dengan Mia akan kuceritakan lain waktu.<br /><br />Seperti biasanya, aku bangun pagi. Pagi itu aku bangun pukul 04.30 pagi. Setelah cuci muka, aku mulai berganti pakaian. Aku akan melakukan olahraga pagi. Udara pagi yang sehat memang selalu memotivasiku untuk jogging keliling kompleks perumahanku. Dengan cuek aku memakai baju olahraga yang cukup ketat dan pas sekali ukurannya di tubuh machoku ini. Kemudian aku mengenakan celana boxer yang juga ikut mencetak pantatku yang seperti dipahat ini. Aku sengaja bersikap demikian demi mewujudkan impianku, menggoda Mia dengan keindahan tubuhku. Menurut kabar, dia juga suka jogging. Niatku bersenang-senang dengan Mia memang sudah lama kupendam. Namun selama ini gadis itu selalu membuatku gemas dan penasaran. Dia seperti layangan yang diterbangkan angin, didekati menjauh, dijauhi mendekat.<br /><br />Tak berapa lama jogging, tubuhku pun sudah mulai keringatan. Peluh yang membasahi kaus olahragaku, membuat tubuh kokoh ini tercetak dengan jelas. Aku membayangkan Mia akan terangsang melihatku. Tetapi sialnya, pagi itu tidak ada tanda-tanda Mia sedang berjogging. Tidak kelihatan pula tetanggaku lainnya yang biasa berjogging bersama. Padahal aku sudah berjogging sekitar 30 menit. Saat itu aku baru sadar, aku bangun terlalu pagi. Padahal biasanya aku jogging jam 06.00 ke atas. Dengan perasaan kecewa aku balik ke rumah mertuaku. Dari depan rumah itu tampak sepi. Aku maklum, penghuninya masih tertidur lelap. Tadi pun saat aku bangun, tidak terdengar komentar istriku karena dia sedang terlelap tidur setelah semalaman dia menemani anakku bermain playstation. Saat aku berjalan ke arah dapur untuk minum, aku melihat ibu mertuaku yang seksi itu sedang mandi. Tampaknya dia sudah bangun ketika aku berjogging tadi.<br /><br />Kamar mandi di rumah mertuaku memang bersebelah-sebelahan dengan dapurnya. Setiap kali anda ingin minum, anda harus melewati kamar mandi itu. Seperti disengaja, pintu kamar mandi itu dibiarkan sedikit terbuka, hingga aku bisa melihat bagian belakang tubuh molek mertuaku yang menggairahkan itu dengan jelas. Mertuaku walaupun usianya sudah kepala 4, tapi masih kelihatan seksi dan molek, karena dia sangat rajin merawat tubuhnya. Dia rajin senam, aerobik, body language, minum jamu, ikut diet sehat, sehingga tak heran tubuhnya tidak kalah dengan tubuh wanita muda usia 30-an.<br /><br />Melihat pemandangan syur itu, kontan batangku mengeras. Batang besar, panjang, dan keras itu ingin merasakan lubang hangat yang nikmat, basah, dan lembab. Batang itu juga ingin diremas-remas, dikulum, dan memuncratkan pelurunya di lubang yang lebih sempit lagi. Sambil meremas-remas batangku yang sudah mulai tegak sempurna ini, kuperhatikan terus aktivitas mandi mertuaku itu. Akhirnya timbul niatku untuk menggaulinya. Setelah menimbang-nimbang untung atau ruginya, aku pun memutuskan nekat untuk ikut bergabung bersama ibu mertuaku, mandi bersama. Kupeluk dia dari belakang, sembari tanganku menggerayang liar di tubuh mulusnya. Meraba mulai dari leher sampai kemaluannya. Awalnya ibu mertuaku kaget, tetapi setelah tahu aku yang masuk, wajah cantiknya langsung tersenyum nakal.<br /><br />”Panji, nakal kamu” katanya sambil balas memelukku. Dia berbalik, langsung mencium mulutku. Tak lama kami sudah berpagut, saling cium, raba, dan remas tubuh masing-masing. Dengan tergesa kubuka bajuku dibantu mertuaku hingga aku sudah bertelanjang bulat. Batangku pun mengacung tegang, besar, dan gagah.<br /><br />Kami pun melakukan pemanasan sekitar 10 menit dengan permainan oral yang nikmat di batangku, sebelum kemaluannya kutusuk dengan batangku. Permainan birahi itu berlangsung seru. Aku menyetubuhinya dalam posisi doggy style. Aku merabai payudaranya yang kencang itu, meremas-remasnya, mempermainkan putingnya yang sudah mengeras. 30 menit berlalu, ibu mertuaku sudah sampai pada puncaknya sebanyak 2 kali. 1 kali dalam posisi doggy, 1 kali lagi dalam posisi berhadap-hadapan di dinding kamar mandi. Namun sayangnya, batangku masih saja mengeras. Aku panik karenanya. Aku khawatir jika batangku ini masih saja bangun sementara hari sudah mulai pagi. Aku khawatir kami akan dipergoki istriku. Rupanya mertuaku mengerti kepanikanku itu. Dia kembali mengoral batangku yang masih bugar dan perkasa ini, lalu dia berbisik mesra,<br /><br />”Jangan khawatir panji sayang, waktunya masih lama” katanya nakal.<br />Aku bingung mendengar ucapannya, tapi kubiarkan aktivitasnya itu sambil terus mendesah-desah nikmat. Tiba-tiba ibu mertuaku menghentikan perbuatannya itu. Dia langsung berdiri. Melihat itu, aku pun protes,<br />”Lho, bu, aku khan belum keluar?” suaraku parau, penuh birahi.<br />”Sabar sayang, kita lanjut di kamarku saja yuk” katanya mesra.<br />Aku pun tambah bingung. ”Tapi khan ada bapak?” suaraku masih saja parau, karena birahi.<br /><br />”Tenang saja, bapakmu itu sudah pergi tak lama setelah kamu jogging tadi, dia ada tugas ke Jawa” sahut ibu mertuaku sambil mengemasi pakaian olahragaku yang tercecer di kamar mandi dan kemudian menggandengku ke arah kamarnya. Begitu sampai di kamarnya, aku disuruhnya telentang di ranjang, sementara dia mengelap sisa-sisa air, keringat, dan sabun di tubuhnya dengan handuk kering yang sudah ada di kamarnya. Lalu dia melakukan hal yang sama padaku. Setelah itu dia langsung saja mengambil posisi 69, mulai mengoral batangku kembali. Tak lama nafsuku pun bangkit kembali. Kali ini aku bertekad akan membuat mertuaku keluar sampai tiga kali. Aku memang khawatir hubunganku di pagi ini akan ketahuan istriku, tapi persetanlah...que sera-sera. Apapun yang akan terjadi terjadilah.<br /><br />Aku pun balik menyerang ibu mertuaku. Mulut dan lidahku dengan ganas mempermainkan miliknya. Tanganku juga ikut aktif merabai, meremasi bibir kemaluan dan menusuki lubang anal ibu mertuaku. Kelentitnya yang sudah membengkak karena rangsangan seksual kujilati, dan keremasi dengan gemas. Kumainkan pula apa yang ada di sekitar daerah kemaluannya. Gabungan remasan jari, kobokan tangan di kemaluannya, dan serangan lidahku berhasil membuat mertuaku keluar lagi untuk yang ketiga kalinya. ”Aaaaahhhh.... panji sayang ....” jerit nikmat ibu mertuaku. Cairan birahi ibu mertua keluar deras dari lubang vaginanya. Langsung saja kuhisap dan kutelan habis hingga tidak ada yang tersisa.<br /><br />Akupun tersenyum, lalu aku merubah posisiku. Tanpa memberikan kesempatan ibu mertuaku untuk beristirahat, kuarahkan batangku yang masih bugar dan perkasa ini ke arah vaginanya, lalu kusetubuhi dia dalam posisi misionaris. Kurasakan batangku menembus liang vagina seorang wanita kepala 4 yang sudah beranak tiga, tapi masih terasa kekenyalan dan kekesatannya. Tampaknya program jamu khusus organ tubuh wanita yang dia minum berhasil dengan baik. Miliknya masih terasa enak dan nikmat menggesek batangku saat keluar masuk.<br />Sambil menyetubuhi ibu mertuaku, aku mempermainkan buah dadanya yang besar dan kenyal itu, dengan mulut dan tanganku. Kuraba-raba, kuremas-remas, kujilat, kugigit, sampai payudara itu kemerah-merahan. Puas bermain payudara tanganku mempermainkan kelentitnya, sementara mulutku bergerilya di ketiaknya yang halus tanpa bulu, sementara tangan satunya masih mempermainkan payudaranya. Tangan ibu mertuaku yang bebas, meremas-remas rambutku, dan mencakar-cakar punggungku. Posisi nikmat ini kami lakukan selama bermenit-menit, hingga 45 menit kemudian ibu mertuaku mencapai orgasmenya yang keempat. Setelah itu dia meminta istirahat. Aku sebenarnya malas mengabulkan permintaannya itu, karena aku sedang tanggung, hampir mencapai posisi puncak. Namun akhirnya aku mengalah.<br /><br />”Panji kamu hebat banget deh, kamu sanggup membuat ibu keluar sampai empat kali” puji ibu mertuaku.<br />”Aah ibu bisa saja deh” kataku merendah.<br />”Padahal kamu sudah jogging 45 menit, tapi kamu masih saja perkasa” lanjut pujiannya.<br />”Itukan sudah jadi kebiasaanku, bu” aku berkata yang sebenarnya.<br />”Kamu benar-benar lelaki perkasa, Lilis beruntung mendapatkanmu” puji mertuaku lagi.<br /><br />Lalu kami bercakap-cakap seperti biasanya. Sambil bercakap-cakap, tangan ibu mertuaku nakal bergerilya di sekujur tubuhku. Terakhir dia kembali mempermainkan batangku yang sudah mengerut ukurannya.<br /><br />Aku bangkit, lalu beranjak dari tempat tidur. Ibu mertuaku memandangku heran, dikiranya aku akan keluar dari kamarnya dan mengakhiri permainan cinta kami. Tapi kutenangkan dia sambil berkata, ”Sebentar bu, aku akan mengecek keadaan dulu”. Aku memang khawatir, aku takut istri dan anakku bangun. Dengan cepat kukenakan kembali pakaian olahragaku dan keluar kamar mertuaku. Ternyata dugaanku salah. Hari memang sudah beranjak pagi, sekitar jam 6.15 menit, tapi istri dan anakku belum juga bangun. Penasaran kuhampiri kamarku dan kamar tempat anakku tidur. Ternyata baik anak maupun istriku masih tertidur lelap. Aku lega melihatnya. Sepertinya permainan playstation semalam, berhasil membuat mereka kolaps. Aku mendatangi jam weker di kamar keduanya, lalu kustel ke angka 9 pagi.<br /><br />Aku menatap wajah istriku yang tertidur penuh kedamaian, sambil berkata dalam hati, ”Tidurlah yang lama sayang, aku belum selesai menikmati tubuh ibumu” lalu mengecup pipinya. Setelah itu, aku kembali ke kamar mandi, mencuci tubuhku, lalu balik lagi ke kamar mertuaku. Kami terlibat kembali dalam persetubuhan nikmat lagi. Dalam persetubuhan terakhir ini, aku dan ibu mertuaku sama-sama meraih orgasme kami bersama dalam posisi doggy anal. Sesudahnya aku balik ke kamar istriku, setelah membersihkan diri di kamar mandi untuk yang terakhir kali, dan kemudian mengenakan baju tidurku kembali.<br /><br />Begitulah cerita seksku dengan Ibu mertuaku di suatu pagi hari yang indah. Tidak ada Mia, ada Arini, mertuaku yang molek dan menggairahkan.<br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panas<br /></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-75581278277088470872009-02-23T01:32:00.000-08:002009-02-23T01:32:00.411-08:00Ketua RT itu ternyata .... Cerita Dewasa<blockquote>Pak Parno terus menggumuli tubuhku. Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku. Dia jilati dan sedoti ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang terus keluar dari bibirku. Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah aku dapatkan dari suamiku. Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang vaginaku. Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia kutik-kutik, hingga aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak terbendung lagi, cairan birahiku mengalir dengan derasnya. </blockquote><br /><br />Aku tinggal di kompleks perumahan BTN di Jakarta. Suamiku termasuk orang yang selalu sibuk. Sebagai arsitek swasta, tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Walaupun dia sangat mencintaiku, bahkan mungkin memujaku, aku sering kesepian. Aku sering sendirian dan banyak melamun membayangkan betapa hangatnya dalam sepi itu Mas Adit, begitu nama suamiku, ngeloni aku. Saat-saat seperti itu membuat libidoku naik. Dan apabila aku nggak mampu menahan gairah seksualku, aku ambil buah ketimun yang selalu tersedia di dapur. Aku melakukan masturbasi membayangkan dientot oleh seorang lelaki, yang tidak selalu suamiku sendiri, hingga meraih kepuasan. <br /><br />Yang sering hadir dalam khayalan seksualku justru Pak Parno, Pak RT di kompleks itu. Walaupun usianya sudah di atas 55 tahun, 20 tahun di atas suamiku dan 27 tahun di atas umurku, kalau membayangkan Pak Parno ini, aku bisa cepat meraih orgasmeku. Bahkan saat-saat aku bersebadan dengan Mas Aditpun, tidak jarang khayalan seksku membayangkan seakan Pak Parnolah yang sedang menggeluti aku. Aku nggak tahu kenapa. Tetapi memang aku akui, selama ini aku selalu membayangkan kemaluan lelaki yang gedee banget. Nafsuku langsung melonjak kalau khayalanku nyampai ke sana. Dari tampilan tubuhnya yang tetap kekar dan kokoh walaupun tua, aku bayangkan kontol Pak Parno juga kekar dan kokoh. Gede, panjang dan pasti tegar dilingkari dengan urat-urat di sekeliling batangnya. Ooohh.., betapa nikmatnya dientot kontol macam itu .. <br /><br />Di kompleks itu, di antara ibu-ibu atau istri-istri, aku merasa akulah yang paling cantik. Dengan usiaku yang 28 tahun, tinggi 158 cm dan berat 46 kg, orang-orang bilang tubuhku sintal banget. Mereka bilang aku seperti Sarah Ashari, selebrity cantik yang binal adik dari Ayu Ashari bintang sinetron. Apalagi kalau aku sedang memakai celana jeans dengan blus tipis yang membuat buah dadaku yang cukup besar membayang. Hatiku selangit mendengar pujian mereka ini.. <br /><br />Pada suatu ketika, tetangga kami punya hajatan, menyunatkan anaknya. Biasa, kalau ada tetangga yang punya kerepotan, kami se-RT rame-rame membantu. Apa saja, ada yang di dapur, ada yang ngurus pelaminan, ada yang bikin hiasan atau menata makanan dan sebagainya. Aku biasanya selalu kebagian bikin pelaminan. Mereka tahu aku cukup berbakat seni untuk membuat dekorasi pelaminan itu. Mereka selalu puas dengan hasil karyaku. <br /><br />Aku menggunakan bahan-bahan dekorasi yang biasanya aku beli di Pasar Senen. Pagi itu ada beberapa bahan yang aku butuhkan belum tersedia. Di tengah banyak orang yang pada sibuk macam-macam itu, aku bilang pada Mbak Surti, yang punya hajatan, untuk membeli kekurangan itu. <br /><br />'Kebetulan Bu Mar, tuh Pak Parno mau ke Senen, mbonceng saja sama dia', Bu Kasno nyampaikan padaku sambil nunjuk Pak Parno yang nampak paling sibuk di antara bapak-bapak yang lain. <br />'Emangnya Pak Parno mau cari apaan?, aku nanya. <br />'Inii, mau ke tukang tenda, milih bentuk tenda yang mau dipasang nanti sore. Sama sekalian sound systemnya', Pak Parno yang terus sibuk menjawab tanpa menengok padaku. <br />'Iyaa deh, aku pulang bentar ya Pak Parno, biar aku titip kunci rumah buat Mas Adit kalau pulang nanti'. Segalanya berjalan seperti air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada orang-orang sibuk yang hadir disitu. <br /><br />Sekitar 10 menit kemudian, dengan celana jeans dan blus kesukaanku, aku sudah duduk di bangku depan, mendampingi Pak Parno yang nyopirin Kijangnya. Udara AC di mobil Pak Parno nyaman banget sesudah sepagi itu diterpa panasnya udara Jakarta. Pelan-pelan terdengar alunan dangdut dari radio Mara yang terdapat di mobil itu. <br /><br />Saat itu aku jadi ingat kebiasaanku mengkhayal. Dan sekarang ini aku berada dalam mobil hanya berdua dengan Pak Parno yang sering hadir sebagai obyek khayalanku dalam hubungan seksual. Tak bisa kutahan, mataku melirik ke arah selangkangan di bawah kemudi mobilnya. Dia pakai celana drill coklat muda. Aku lihat di arah pandanganku itu nampak menggunung. Aku nggak tahu apakah hal itu biasa. Tetapi khayalanku membayangkan itu mungkin kontolnya yang gede dan panjang. <br /><br />Saat aku menelan ludahku membayangkan apa di balik celana itu, tiba-tiba tangan Pak Parno nyelonong menepuk pahaku. 'Dik Marini mau beli apaan? Di Senen sebelah mana?', sambil dia sertai pertanyaan ini dengan nada ke-bapak-an. <br />Dan aku bener-bener kaget lho. Aku nggak pernah membayangkan Pak RT ini kalau ngomong sambil meraba yang di ajak ngomong. <br />'Kertas emas dan hiasan dinding, Pak. Di sebelah toko mainan di pasar inpress ituu..', walaupun jantungku langsung berdegup kencang dan nafasku terasa sesak memburu, aku masih berusaha se-akan-akan tangan Pak Parno di pahaku ini bukan hal yang aneh. <br />Tetapi rupanya Pak Parno nggak berniat mengangkat lagi tangannya dari pahaku, bahkan ketika dia jawab balik, 'Ooo, yyaa.. aku tahu ..', tangannya kembali menepuk-nepuk dan digosok-gosokkanya pada pahaku seakan sentuhan bapak yang melindungi anaknya. <br /><br />Ooouuiihh.. aku merasakan kegelian yang sangat, aku merasakan desakan erotik, mengingat dia selalu menjadi obyek khayalan seksualku. Dan saat Pak Parno merabakan tangannya lebih ke atas menuju pangkal pahaku, reaksi spontanku adalah menurunkan kembali ke bawah. Dia ulangi lagi, dan aku kembali menurunkan. Dia ulangi lagi dan aku kembali menurunkan. Anehnya aku hanya menurunkan, bukan menepisnya. Yang aku rasakan adalah aku ingin tangan itu memang tidak diangkat dari pahaku. Hanya aku masih belum siap untuk lebih jauh. Nafasku yang langsung tersengal dan jantungku yang berdegap-degup kencang belum siap menghadapi kemungkinan yang lebih menjurus. <br /><br />Pak Parno mengalah. Tetapi bukan mengalah bener-bener. Dia tidak lagi memaksakan tangannya untuk menggapai ke pangkal pahaku, tetapi dia rubah. Tangan itu kini meremasi pahaku. Gelombang nikmat erotik langsung menyergap aku. Aku mendesah tertahan. Aku lemes, tak punya daya apa-apa kecuali membiarkan tangan Pak Parno meremas pahaku. 'Dik Maarr..', dia berbisik sambil menengok ke aku. <br /><br />Tiba-tiba di depan melintas bajaj, memotong jalan. Pak Parno sedikit kaget. Otomatis tangannya melepas pahaku, meraih presnelling dan melepas injakan gas. Kijang ini seperti terangguk. Sedikit badanku terdorong ke depan. Selepas itu tangan Pak Parno dikonsentrasikan pada kemudi. Jalanan ke arah Senen yang macet membuat sopir harus sering memindah presnelling, mengerem, menginjak gas dan mengatur kemudi. Aku senderkan tubuhku ke jok. Aku nggak banyak ngomong. Aku kepingin tangan Pak Parno itu kembali ke pahaku. Kembali meremasi. Dan seandainya tangan itu merangkak ke pangkal pahaku akan kubiarkan. Aku menjadi penuh disesaki dengan birahi. Mataku kututup untuk bisa lebih menikmati apa yang barusan terjadi dan membiarkan pikiranku mengkhayal. <br /><br />Benar. Sesudah jalanan agak lancar, tangan Pak Parno kembali ke pahaku. Aku benar-benar mendiamkannya. Aku merasakan kenikmatan jantungku yang terpacu dan nafasku yang menyesak dipenuhi rangsangan birahi. Langsung tangan Pak Parno meremasi pahaku. Dan juga naik-naik ke pangkal pahaku. Tanganku menahan tangannya. Eeeii malahan ditangkapnya dan diremasinya. Dan aku pasrah. Aku merespon remasannya. Rasanya nikmat untuk menyerah pada kemauan Pak Parno. Aku hanya menutup mata dengan tetap bersender di jok sambil remasan di tangan terus berlangsung. <br /><br />Sekali aku nyeletuk, <br />'N'tar dilihat orang Pak', <br />'Ah, nggaakk mungkin, kacanya khan gelap. Orang nggak bisa melihat ke dalam', aku percaya dia. <br />Sesudah beberapa saat rupanya desakan birahi pada Pak Parno juga menggelora, <br />'Dik Mar.. kita jalan-jalan dulu mau nggak?', dia berbisik .. <br />'Kemana..?', pertanyaanku yang aku sertai harapan hatiku .. <br />'Ada deh.. Pokoknya Dik Mar mau khan..'. <br />'Terserah Pak Parno.., Tapinya n'tar ditungguin orang-orang .., n'tar orang-orang curiga .. lho'. <br />'Iyaa, jangan khawatirr.., paling lama sejamlah.', sambil Pak Parno mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari belokan ke arah balik. Aku nggak mau bertanya, mau ngapain 'sejam'?? <br /><br />Persis di bawah jembatan penyeberangan dekat daerah Galur, Pak Parno membalikkan mobilnya kembali menuju arah Cempaka Putih. Ah.. Pak Parno ini pasti sudah biasa begini. Mungkin sama ibu-ibu atau istri-istri lainnya. Aku tetap bersandar di jok sambil menutup mataku pura-pura tiduran. Dengan penuh gelora dan deg-degan jantungku, aku menghadapi kenyataan bahwa beberapa saat lagi, mungkin hanya dalam hitungan menit, akan mengalami saat-saat yang sangat menggetarkan. Saat-saat seperti yang sering aku khayalkan. Aku nggak bisa lagi berpikir jernih. Edan juga aku ini.., apa kekurangan Mas Adit, kenapa demikian mudah aku menerima ajakan Pak Parno ini. Bahkan sebelumnya khan belum pernah sekalipun selama 8 tahun pernikahan aku disentuh apalagi digauli lelaki lain. <br /><br />Yang aku rasakan sekarang ini hanyalah aku merasa aman dekat Pak Parno. Pasti dia akan menjagaku, melindungiku. Pasti dia akan mengahadpi aku dengan halus dan lembut. Bagaimanapun dia adalah Pak RT kami yang selama ini selalu mengayomi warganya. Pasti dia nggak akan merusak citranya dengan perbuatan yang membuat aku sakit atau terluka. Dan rasanya aku ingin banget bisa melayani dia yang selama ini selalu jadi obyek khayalan seksualku. Biarlah dia bertindak sesuatu padaku sepuasnya. Dan juga aku ingin merasakan bagaimana dia memuaskan aku pula sesuai khayalanku. <br />Agu gemetar hebat. Tangan-tanganku gemetar. Lututku gemetar. Kepalaku terasa panas. Darah yang naik ke kekepalaku membuat seakan wajahku bengap. Dan semakin kesana, semakin aku nggak bisa mencabut persetujuanku atas ajakan 'jalan-jalan dulu' Pak Parno ini. <br /><br />Tiba-tiba mobil terasa membelok ke sebuah tempat. Ketika aku membuka mata, aku lihat halaman yang asri penuh pepohonan. Di depan mobil nampak seorang petugas berlarian menuntun Pak Parno menuju ke sebuah garasi yang terbuka. Dia acungkan tangannya agar Pak Parno langsung memasuki garasi berpintu rolling door itu, yang langsung ditutupnya ketika mobil telah yakin berada di dalam garasi itu dengan benar. Sedikit gelap. Ada cahaya kecil di depan. Ternyata lampu di atas sebuah pintu yang tertutup. Woo.. aku agak panik sesaat. Tak ada jalan untuk mundur. Kemudian kudengar Pak Parno mematikan mesin mobilnya. <br /><br />'Nyampai Dik Mar ..', <br />'Di mana ini Pak ..?', terus terang aku nggak tahu di mana tempat yang Pak Parno mengajak aku ini. Tetapi aku yakin inilah jenis 'motel' yang sering aku dengar dari temen-temen dalam obrolan-obrolan porno dalam arisan yang diselenggarakan ibu-ibu kompleks itu. <br />Pak Parno tidak menjawab pertanyaanku, tetapi tangannya langsung menyeberang melewati pinggulku untuk meraih setelan jok tempat dudukku. Jok itu langsung bergerak ke bawah dengan aku tergolek di atasnya. Dan yang kurasakan berikutnya adalah bibir Pak Parno yang langsung mencium mulutku dan melumat. Uh uh uh .. Aku tergagap sesaat.. sebelum aku membalas lumatannya. Kami saling melepas birahi. Aku merasakan lidahnya menyeruak ke rongga mulutku. Dan reflekku adalah mengisapnya. Lidah itu menari-nari di mulutku. Bau lelaki Pak Parno menyergap hidungku. Beginilah rasanya bau lelaki macam Pak Parno ini. Bau alami tanpa parfum sebagaimana yang sering dipakai Mas Adit. Bau Pak RT yang telah 55 tahun tetapi tetap memancarkan kelelakian yang selama ini selalu menyertai khayalanku saat masturbasi maupun saat aku disebadani Mas Adit. Bau yang bisa langsung menggebrak libidoku, sehingga nafsu birahiku lepas dengan liarnya saat ini.. <br /><br />Sambil melumat, tangan-tangan Pak Parno juga merambah tubuhku. Jari-jarinya melepasi kancing-kancing blusku. Kemudian kurasakan remasan jari kasar pada buah dadaku. Uuiihh .. tak tertahankan. Aku menggelinjang. Menggeliat-geliat hingga pantatku naik-naik dari jok yang aku dudukin disebabkan gelinjang nikmat yang dahsyat. Sekali lagi aku merasa edaann .. aku digeluti Pak RT ku. <br /><br />Bibir Pak Parno melumatku, dan aku menyambutnya dengan penuh kerelaan yang total. Akulah yang sesungguhnya menantikan kesempatan macam ini dalam banyak khayalan-khayalan erotikku. Ohh .. Pak Parnoo .. Tolongin akuu Pakee .. Puaskanlah menikmati tubuhkuu ..Paak, .. semua ini untuk kamu Paak .. Aku hauss .. Paak .. Tulungi akuu Paakk. <br /><br />'Kita turun yok Dik Mar .., kita masuk dulu ..', Pak Parno menghentikan lumatannya dan mengajak aku memasuki motel ini. <br />Begitu masuk kudengar telpon berdering. Rupanya dari kantor motel itu. Pak Parno menanyakan aku mau minum apa, atau makanan apa yang aku inginkan yang bisa diantar oleh petugas motel ke kamar. Aku terserah Pak Parno saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang tersedia. Aku kebelet pengin kencing.<br /> <br /> <br /><br />Saat kembali ke peraduan kulihat Pak Parno sudah telentang di ranjang. Agak malu-malu aku masuk ke kamar tidur ini, apalagi setelah melihat sosok tubuh Pak Parno itu. Dia menatapku dari ekor matanya, kemudian memanggil, 'Sini Dik Mar .. ', uh uh .. Omongan seperti itu .. masuk ketelingaku pada saat macam begini ..aku merasakan betapa sangat terangsang seluruh syaraf-syaraf libidoku. Aku, istri yang sama sekali belum pernah disentuh lelaki lain kecuali suamiku, hari ini dengan edannya berada di kamar motel dengan seseorang, yaitu Pak Parno, yang Pak RT kompleks rumahku, yang bahkan jauh lebih tua dari suamiku, bahkan hampir 2 kali usiaku sendiri. Dan panggilanya yang ..'Sini Dik Mar', itu .. terasa sangat erotis di telingaku. <br /><br />Aku inilah yang disebut istri nyeleweng. Aku inilah istri yang selingkuh..uh uh uh .. Kenapa begitu dahsyat birahi yang melandaku kini. Birahi yang didongkrak oleh pengertiannya akan makna selingkuh dan aku tetap melangkah ke dalamnya. Birahi yang dibakar oleh pengertian nyeleweng dan aku terus saja melanggarnya. Uhh .. aku nggak mampu menjawab semuanya kecuali rasa pasrah yang menjalar .. Dan saat aku rubuh ke ranjang itu, yang kemudian dengan serta merta Pak Parno menjemputku dengan dekapan dan rengkuhan di dadanya, aku sudah benar-benar tenggelam dalam pesona dahsyatnya istri yang nyeleweng dan selingkuh, yang menunggu saat-saat lanjutannya yang akan dipenuhi kenikmatan dan gelinjang yang pasti sangat hebat bagi istri penyeleweng pemula macam aku ini. <br /><br />'Dik Mar .. Aku sudah lama merindukan Dik Mar ini. Setiap kali aku lihat itu gambar bintang film Sarah Ashari yang sangat mirip Dik Mar .. Hatiku selalu terbakar .. Kapann aku bisa merangkul Dik Mar macam ini ..'. <br />Bukan main ucapan Pak Parno. Telingaku merasakan seperti tersiram air sejuk pegunungan. Berbunga-bunga mendengar pujian macam itu. Dan semakin membuat aku rela dan pasrah untuk digeluti Pak Parno yang gagah ini. Pak Parnoo ..Kekasihkuu.. Dia balik dan tindih tubuhku. <br /><br />Dia langsung melahap mulutku yang gelagapan kesulitan bernafas. Dia masukkan tangannya ke blusku. Dirangkulinya tubuhku, ditekankannya bibirnya lebih menekan lagi. Disedotnya lidahku. Disedotnya sekaligus juga ludahku. Sepertinya aku dijadikan minumannya. Dan sungguh aku menikmati kegilaannya ini. Kemudian tangannya dia alihkan, meremasi kedua susuku yang kemudian dilepaskannya pula. Ganti bibirnyalah yang menjemput susuku dan puting-putingnya. Dia jilat dan sedotin habis-habisan. Dan yang datang padaku adalah gelinjang dari saraf-sarafku yang meronta. Aku nggak mampu menahan gelinjang ini kecuali dengan rintihan yang keluar dari mulutku ..Pakee ..Pakee .. Pakee ..ampun nikmattnya Pakee.. <br /><br />Tangannya yang lepas dari susuku turun untuk meraih celana jeansku. Dilepasi kancing celanaku dan dibuka resluitingnya. Tangannya yang besar dan kasar itu mendorongnya hingga celanaku merosot ke paha. Kemudian tangan itu merogoh celana dalamku. Aaaiiuuhh.. tak terperikan kenikmatan yang mendatangi aku. Aku tak mampu menahan getaran jiwa dan ragaku. Saat-saat jari-jari kasar itu merabai bibir kemaluanku dan kemudian meremasi kelentitku ..aku langsung melayang ke ruang angkasa tak bertepi. Kenikmatan .. sejuta kenikmatan .. ah .. Selaksa juta kenikmatan Pak Parno berikan padaku lewat jari-jari kasarnya itu. <br /><br />Jari-jari itu juga berusaha menusuk lubang vaginaku. Aku rasakan ujungnya-unjungnya bermain di bibir lubang itu. Cairan birahiku yang sudah menjalar sejak tadi dia toreh-toreh sebagai pelumas untuk memudahkan masuknya jari-jarinya menembusi lubang itu. Dengan bibir yang terus melumati susuku dan tangannya merangsek kemaluanku dengan jari-jarinya yang terus dimainkan di bibir lubang vaginaku ..Ohh.. kenapa aku ini ..Ooohh.. Mas Adit .. maafkanlah akuu .. Ampunilahh .. istrimu yang nggak mampu mengelak dari kenikmatan tak bertara ini .. ampunilah Mas Adit .. aku telah menyelewengg .. aku nggak mampuu maass .. <br /><br />Pak Parno terus menggumuli tubuhku. Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku. Dia jilati dan sedoti ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang terus keluar dari bibirku. Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah aku dapatkan dari suamiku. Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang vaginaku. Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia kutik-kutik, hingga aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak terbendung lagi, cairan birahiku mengalir dengan derasnya. <br /><br />Yang semula satu jari, kini disusulkan lagi jari lainnya. Kenikmatan yang aku terimapun bertambah. Pak Parno tahu persis titik-titik kelemahan wanita. Jari-jarinya mengarah pada G-spotku. Dan tak ayal lagi. Hanya dengan jilatan di ketiak dan kobokan jari-jari di lubang vagina aku tergiring sampai titik dimana aku nggak mampu lagi membendungnya. Untuk pertama kali disentuh lelaki yang bukan suamiku, Pak Parno berhasil membuatku orgasme. <br /><br />Saat orgasme itu datang, kurangsek balik Pak Parno. Kepalanya kuraih dan kuremasi rambutnya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kuhunjamkan kukuku ke punggungnya. Aku nggak lagi memperhitungkan bagaimana luka dan rasa sakit yang ditanggung Pak Parno. Pahaku menjepit tangannya, sementara pantatku mengangkat-angkat menjemputi tangan-tangan itu agar jarinya lebih meruyak ke lubang vaginaku yang sedang menanggung kegatalan birahi yang amat sangat. Tingkahku itu semua terus menerus diiringi racau mulutku. <br /><br />Dan saat orgasme itu memuncratkan cairan birahiku aku berteriak histeris. Tangan-tanganku menjambret apa saja yang bisa kuraih. Bantalan ranjang itu teraduk. Selimut tempat tidur itu terangkat lepas dan terlempar ke lantai. Kakiku mengejang menahan kedutan vaginaku yang memuntahkan spermaku. "Sperma" perempuan yang berupa cairan-cairan bening yang keluar dari kemaluannya. Keringatku yang mengucur deras mengalir ke mataku, ke pipiku, kebibirku. Kusibakkan rambutku untuk mengurangi gerahnya tubuhku dalam kamar ber AC ini. <br /><br />Saat telah reda, kurasakan tangan Pak Parno mengusap-usap rambutku yang basah sambil meniup-niup dengan penuh kasih sayang. Uh .. Dia yang ngayomi aku. Dia eluskan tangannya, dia sisir rambutku dengan jari-jarinya. Hawa dingin merasuki kepalaku. Dan akhirnya tubuhku juga mulai merasai kembali sejuknya AC kamar motel itu. <br /><br />'Dik Mar, Dik Mar hebat banget yaa hh.. Istirahat dulu yaa..?!, Saya ambilkan minum dulu yaahh ..', suara Pak Parno itu terasa menimbulkan rasa yang teduh. Aku nggak kuasa menjawabnya. Nafasku masih ngos-ngosan. Aku nggak pernah menduga bahwa aku akan mendapatkan kenikmatan sehebat ini. Kamar motel ini telah menyaksikan bagaimana aku mendapatkan kenikmatan yang pertama kalinya saat aku menyeleweng dari kesetiaanku pada Mas Adit suamiku untuk disentuhi dan digumuli oleh Pak Parno, Pak RT kampungku, yang bahkan juga sering jadi lawan main catur suamiku di saat-saat senggang. Mas Adit .. Ooohh .. maass ..maafkanlah aakuu .. maass.. <br /><br />Sementara aku masih terlena di ranjang dan menarik nafas panjang sesudah orgasmeku tadi, Pak Parno terus menciumi dan ngusel-uselkan hidungnya ke pinggulku, perutku. Bahkan lidah dan bibirnya menjilati dan menyedoti keringatku. Tangannya tak henti-hentinya merabai selangkanganku. Aku terdiam. Aku perlu mengembalikan staminaku. Mataku memandangi langit-langit kamar motel itu. Menembusi atapnya hingga ke awang-awang. Kulihat Mas Adit sedang sibuk di depan meja gambarnya, sebentar-sebentar stip Staedler-nya menghapus garis-garis potlod yang mungkin disebabkan salah tarik. <br /><br />Mungkin semua ini hanyalah soal perlakuan. Hanyalah perlakuan Mas Adit yang sepanjang perkawinan kami tidak sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan biologisku. Lihat saja Pak Parno barusan, hanya dengan lumatan bibirnya pada ketiakku dan kobokkan jari-jarinya yang menari-nari di kemaluanku, telah mampu memberikan padaku kesempatan meraih orgasmeku. Sementara kamu Mas, setiap kali kamu menggumuliku segalanya berjalan terlampau cepat, seakan kamu diburu-buru oleh pekerjaanmu semata. Kamu peroleh kepuasanmu demikian cepat. <br /><br />Sementara saat nafsuku tiba dengan menggelegak, Mas Adit sudah turun dari ranjang dengan alasan ada yang harus diselesaikan, si anu sudang menunggu, atau si anu besok mau pergi dan sebagainya. Kamu ternyata sekali sangat egois. Kamu biarkan aku tergeletak menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Menunggu Mas Adit yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri. Yang aku nggak tahu kapan itu datangnya .. Sepertinya aku menunggu Godotku .., menunggu sesuatu yang aku tahu nggak akan pernah datang padaku .. <br /><br />'Dik Marni capek ya ..', bisikkan Pak Parno membangunkan aku dari lamunan. <br />'Nggak Pak. Lagi narik napas saja .. Tadi koq nikmat banget yaa .., sedangkan Pak Parno belum ngapa-apain padaku .. Pakee .. Pak Parno juga hebat lhoo .. Baru di utik-utik saja aku sudah kelabakkan .. Hi hi hi ..', aku berusaha membesarkan hati Pak Parno yang telah memberikan kepuasan tak terhingga ini. <br /><br />Rupanya Pak Parno hanya ingin nge-cek bahwa aku nggak tertidur. Dengan jawabanku tadi dengan penuh semangat dia turun dari ranjang. Dia lepasin sendiri kemejanya, celana panjangnya dan kemudian celana dalamnya. Baru pertama kali ini aku melihat lelaki lain telanjang bulat di depanku selain Mas Adit suamiku. Wuuiihh .. aku sangat tergetar menyaksikan tubuh Pak Parno. <br /><br />Pada usianya yang lebih dari 55 tahun itu, sungguh Pak Parno memiliki tubuh yang sangat seksi bagi para wanita yang memandangnya. Bahunya bidang. Lengannya kekar, dengan otot-otot yang kokoh. Perutnya nggak nampak membesar, rata dengan otot-otot perut yang kencang, seperti papan penggilasan. Bukit dadanya yang kokoh, dengan dua putting susu besar kecoklatan, sangat menantang menunggu gigitan dan jilatan perempuan-perempuan binal. Dari tampilan tubuhnya yang kekar dan macho ini, aku lihat Pak Parno adalah sosok penggemar olahraga yang fanatik. Otot-otot di tubuhnya menunjukkan dia sukses berolahraga selama ini.<br /> <br /><br /> <br /> <br /><br />Pandanganku terus meluncur ke bawah. Dan yang paling membuatku serasa pingsan adalah .. kontolnya .. Aku belum pernah melihat kontol lelaki lain .. Kontol Pak Parno sungguh-sungguh merupakan kontol yang sangat mempesona dalam pandanganku saat ini. Kontol itu besar, panjang, keras hingga nampak kepalanya berkilatan dan sangat indah. Kepalanya yang tumpul seperti helm tentara Nazi, sungguh merupakan paduan erotis dan powerful. Sangat menantang. Dengan sobekan lubang kencing yang gede, kontol itu seakan menunggu mulut atau kemaluan para perempuan yang ingin melahapnya. <br /><br />Sesudah telanjang Pak Parno juga menarik pakaianku, celana jeansku yang sedari tadi masih di separoh kakiku, kemudian blus serta kutangku dilepasnya. Kini aku dan Pak Parno sama-sama telanjang bulat. Pak Parno rebah di antara pahaku. Dia langsung nyungsep di selangkanganku. Lidahnya menjilati kemaluanku. Waduuiihh .. Ampunn .. Kenapa cara begini ini nggak pernah aku dapatkan dari Mas Aditt .. <br /><br />Lidah kasar Pak Parno menusuk dan menjilati vaginaku. Bibir-bibir kemaluanku disedotinya. Ujung lidahnya berusaha menembusi lubang vaginaku. Pelan-pelan nafsuku terpancing kembali. Lidah yang menusuk lubang vaginaku itu membuat aku merasakan kegatalan yang hebat. Tanpa kusadari tanganku menyambar kepala Pak Parno dan jariku meremasi kembali rambutnya sambil mengerang dan mendesah-desah untuk kenikmatan yang terus mengalir. Tanganku juga menekan-nekan kepala itu agar tenggelam lebih dalam ke selangkanganku yang makin dilanda kegatalan birahi yang sangat. Pantatku juga ikut naik-naik menjemput lidah di lubang vaginaku itu. <br /><br />Tak lama kemudian, Pak Parno memindahkan dan mengangkat kakiku untuk ditumpangkan pada bahunya. Posisi seperti itu merupakan posisi yang paling mudah bagi Pak Parno maupun bagi aku. Dengan sedikit tenaga aku bisa mendesak-desakkan kemaluanku ke mulut Pak Parno, dan sebaliknya Pak Parno tidak kelelahan untuk terus menciumi kemaluanku. Terdengar suara kecipak mulut Pak yang beradu dengan bibir kemaluanku. Dan desahan Pak Parno dalam merasakan nikmatnya kemaluanku tak bisa disembunyikan. <br /><br />Posisi ini membuat kegatalan birahiku semakin tak terhingga hingga membuat aku menggeliat-geliat tak tertahankan. Pak Parno sibuk memegang erat-erat kedua pahaku yang dia panggul. Aku tidak mampu berontak dari pegangannya. Dan sampai pada akhirnya dimana Pak Parno sendiri juga tidak tahan. Rintihan serta desahan nikmat yang keluar dari mulutku merangsang nafsu birahi Pak Parno tidak bisa terbendung. <br /><br />Sesudah menurunkan kakiku, Pak Parno langsung merangkaki tubuhku. Digenggamnya kontolnya, diarahkan secara tepat ke lubang kemaluanku. Aku sungguh sangat menunggu detik-detik ini. Detik-detik dimana bagiku untuk pertama kalinya aku mengijinkan kontol orang lain selain suamiku merambah dan menembus memekku. Seluruh tubuhku kembali bergetar, seakan terlempar ke-awang-awang. Sendi-sendiku bergetar .. menunggu kontol Pak Parno menembus kemaluanku .. Aku hanya bisa pasrah .. Aku nggak mampu lagi menghindar dari penyelewengan penuh nikmat ini .. Maafin aku Mas Adit ..<br /> <br /><br /><br />Aku menjerit kecil saat kepala tumpul yang bulat gede itu menyentuh dan langsung mendorong bibir vaginaku. Rasa kejut saraf-saraf di bibir vaginaku langsung bereaksi. Saraf-saraf itu menegang dan membuat lubang vaginaku menjadi menyempit. Dan akibatnya seakan tidak mengijinkan kontol Pak Parno itu menembusnya. Dan itu membuat aku penasaran, <br /><br />'Santai saja Mar, biar lemesan..', terdengar samar-samar suara Pak Parno di tengah deru hawa nafsuku yang menyala-nyala. <br />'Pakee .. Pakee .. ayyoo .. Pakee tulungi saya Pakee .. Puas-puasin ya Pakee.. Saya serahin seluruh tubuh saya untuk Pakee ..', kedengerannya aku mengemis minta dikasihani. <br />'Iyaa Dik Marr .. Sebentar yaa Dik Marr ..', suara Pak Parno yang juga diburu oleh nafsu birahinya sendiri. <br /><br />Kepala helm tentara itu akhirnya berhasil menguak gerbangnya. Bibir vaginaku menyerah dan merekah. Menyilahkan kontol Pak Parno menembusnya. Bahkan kini vaginakulah yang aktif menyedotnya, agar seluruh batang kontol gede itu bisa dilahapnya. <br /><br />Uuhh .. aku merasakan nikmat desakan batang yang hangat panas memasuki lubang kemaluanku. Sesak. Penuh. Tak ada ruang dan celah yang tersisa. Daging panas itu terus mendesak masuk. Rahimku terasa disodok-sodoknya. Kontol itu akhirnya mentok di mulut rahimku. Terus terang belum pernah se-umur-umurku rahimku ngrasain disentuh kontol Mas Adit. Dengan sisa ruang yang longgar, kontol suamiku itu paling-paling menembus ke vaginaku sampai tengahnya saja. Saat dia tarik maupun dia dorong aku tidak merasakan sesak atau penuh seperti sesak dan penuhnya kontol Pak Parno mengisi rongga vaginaku saat ini. <br /><br />Kemudian Pak Parno mulai melakukan pemompaan. Ditariknya pelan kemudian didorongnya. Ditariknya pelan kembali dan kembali didorongnya. Begitu dia ulang-ulangi dengan frekewnsi yang makin sering dan makin cepat. Dan aku mengimbangi secara reflek. Pantatku langsung pintar. Saat Pak Parno menarik kontolnya, pantatku juga menarik kecil sambil sedikit ngebor. Dan saat Pak Parno menusukkan kontolnya, pantatku cepat menjemputnya disertai goyangan igelnya. <br /><br />Demikian secara beruntun, semakin cepat, semakin cepat, cepat, cepat, cepat, cepat, cepaatt ..ceppaatt. Payudaraku bergoncang-goncang, rambutku terburai, keringatku, keringat Pak Parno mengalir dan berjatuhan di tubuh masing-masing, mataku dan mata Pak Parno sama-sama melihat keatas dengan menyisakan sedikit putih matanya. Goncangan makin cepat itu juga membuat ranjang kokoh itu ikut berderak-derak. Lampu-lampu nampak bergoyang, semakin kabur, kabur, kabur. Sementara rasa nikmat semakin dominan. Seluruh gerak, suara, nafas, bunyi, desah dan rintih hanyalah nikmat saja isinya. <br /><br />'Mirnaa .. Ayyoo.. Enakk nggak kontol padee Mirr, enak yaa.. enak Mirr .. ayyoo bilangg enak mana sama kontol si Adit .. Ayoo Mirr enak mana sama kontol suamimu ayoo bilangg ayyoo enakan manaa ..', Pak Parno meracau. <br />'Pakee .. enhaakk.. pakee.. Enhakk kontol pakee .. Panjangg .. Uhh gedhee bangett .. pakee.. Enakan kontol Pak Parnoo ..'. <br /><br /> <br /><br />Posisi nikmat ini berlangsung bermenit-menit. Tanpa terasa pergumulan birahi ini sudah berjalan lebih dari 1 jam. Suasana erotis tampak sangat indah dan menonjol. Erangan dan desahan erotik keluar bersahut-sahutan dar mulut kami. Kulihat tubuh kekar Pak Parno tampak berkilatan karena keringatnya. Dan hal itu membuat Pak Parno jauh terlihat seksi di mataku. Kulihat keringatnya mengalir dari lehernya, terus ke dada bidangnya, dan akhirnya ke tonjolan otot di perutnya. Dengan gemas kupermainkan putting susunya yang bekilatan itu. Kugigiti, kujilati, kuremas-remas. Dan Pak Parno yang merasakan itu, tambah buas gerakannya. Sodokan kontolnya tambah kencang di memekku dan kurasakan tangan-tangannya yang kasar merambahi payudaraku.<br /> <br /><br /> <br />Pada akhirnya, setelah hampir 2 jam kami bercinta, aku mendapat orgasmeku 2 kali secara berturut-turut. Itu yang ibu-ibu sering sebut sebagai multi orgasme. Bukan mainn .. hanya dari Pak Parno aku bisa meraih multi orgasmeku inii .. Oohh Pak Parnoo.. terima kasihh .. Pak Parno mau memuaskan akuu.. Sekarangg ayoo .. Pakee biar aku yang memuaskan kamuu .. 10 menit kemudian…<br />Dan kontol Pak Parno aku rasakan berdenyut keras dan kuat sekali.. Kemudian menyusul denyut-denyut berikutnya. Pada setiap denyutan aku rasakan vaginaku sepertinya disemprot air kawah yang panas. Sperma Pak Parno berkali-kali muntah di dalam vaginaku. <br /><br />Uhh .. Aku jadi lemess bangett .. Nggak pernah sebelumnya aku capek bersanggama. Kali ini seluruh urat-urat tubuhku serasa di lolosi. Dengan telanjang bulat kami sama telentang di ranjang motel ini. Di sinilah akhirnya terjadi untuk pertama kalinya aku serahkan nonokku beserta seluruh tubuhku kepada lelaki bukan suamiku, Pak Parno. Dan aku heran .. pada akhirnya.. tak ada rasa sesal sama sekali dari hatiku pada Mas Adit. Aku sangat ikhlaskan apa yang telah aku serahkan pada Pak Parno tadi. Dan dalam kenyataan aku mendapatkan imbalan kepuasan dari Pak Parno yang sangat hebat. <br /><br />Di motel ini aku mengalami 3 kali orgasme. Dua kali beruntun aku mengalami orgasme dalam satu kali persetubuhan dan yang pertama sebelumnya, yang hanya dengan gumulan, ciuman dan jilatan Pak Parno di ketiakku sembari tangannya ngobok-obok kemaluanku aku bisa mendapatkan orgasme yang sangat memberikan kepuasan pada libidoku. Hal itu mungkin disebabkan karena adanya sensasi-sensasi yang timbul dari sikap penyelewengan yang baru sekali ini aku lakukan. Yaa.. pada akirnya aku toh berhak mendapatkannya .. tanpa menunggu Mas Adit yang sangat egois. <br /><br />Sesungguhnya aku ingin tinggal lebih lama lagi di tempat birahi ini, namun Pak Parno mengingatkan bahwa waktu bernikmat-nikmat yang pertama kali kami lakukan ini sudah cukup lama. Pak Parno khawatir orang-orang rumah menunggu dan bertanya-tanya. Pak Parno mengajak selekasnya kami meninggalkan tempat ini dan kembali menyelesaikan pekerjaan yang telah kami sanggupi pada Mbak Surti dalam rangka membantu hajatannya. <br /><br />Setelah kami mandi dan membersihkan tanda-tanda yang kemungkinan mencurigakan, kami kembali ke jalanan. Ternyata kemacetan jalan menuju ke Senen ini sangat parah di siang hari ini. Dengan adanya pembangunan jembatan layang pada belokan jalan di Galur, antrean mobil macet sudah terasa mulai dari pasar Cempaka Putih. Mobil Pak Parno serasa merangkak. Untung AC mobilnya cukup dingin sehingga panasnya Jakarta tidak perlu kami rasakan. <br /><br />Sepanjang kemacetan ini pikiranku selalu kembali pada peristiwa yang barusan aku alami bersama Pak Parno tadi. Lelaki tua ini memang hebat. Dia sangat kalem dan tangguh. Dia sangat sabar dan berpengalaman menguasai perempuan. Dialah yang terbukti telah memberikan padaku kepuasan seksual. Paduan kesabaran, tampilan ototnya yang kekar, postur tegap tubuhnya, serta kontol gedenya yang indah membuat aku langsung takluk secara iklas padanya. Aku telah serahkan seluruh tubuhku padanya. Dan Pak Parno tidak sekedar menerimanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi dia sekaligus membuktikan bahwa kenikmatan hubungan seksual yang sebenar-benarnya adalah apabila pihak lelaki dan pihak perempuannya bisa mendapatkan kepuasannya secara adil dan setara. Dan aku merasakannya .. tapi .. Benar adilkah ..? <br /><br />Ah .. pertanyaan itu tiba-tiba mengganguku. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku bahwa dari hubungan badan tadi, aku berhasil merasakan orgasmeku hingga 3 kali. Sementara Pak Parno hanya mengeluarkan spermanya sekali saja. Artinya dia meraih kepuasan dalam hubungan seksual dengan aku tadi hanya sekali. Ahh ..adakah hal ini menjadi masalah untuk hubunganku dengan Pak Parno selanjutnya ..? Kenapa dia banyak diam sejak keluar dari motel tadi ..? <br />Aku menjadi gelisah, aku kasihan pada Pak Parno apabila dia masih menyimpan dorongan birahinya. Apabila belum seluruh cairan birahinya secara tuntas tertumpah. Bukankah hal demikian itu bagi lelaki akan menimbulkan semacam kegelisahan ..? Apa yang harus aku lakukan ..?? <br /><br />'Pak, tadi puas nggak Pak..?', aku memberanikan diri untuk bertanya. <br />'Bukan main Dik Mar, aku sungguh sangat puas', begitu jawabnya. <br />Suatu jawaban yang sangat santun yang justru semakin besar kekhawatiranku. Jawaban macam itu pasti akan keluar dari setiap 'gentlemen'. Aku harus amati dari sudut yang lain. Kulihat dibawah kemudi Kijangnya. Nampak celananya masih menggunung. Artinya kontolnya masih ngaceng. Aku nekat. Kuraba saja tonjolan celananya itu. <br />'Ininya koq masih ngaceng Pak? Masih pengin yaa?? Tadi masih mau lagi yaa??', sambil tanganku terus memijiti gundukkan itu. Dan terbukti semakin membesar dan mengeras. <br />Pak Parno diam saja. Aku tahu pasti dia menikmati pijatanku ini. Aku teruskan. Tanganku meremasi, mengurut-urut. <br />'Hheehh ..dik Marr .. enak sekali tangan Dik Marr yaa..'. <br /><br />Biarlah, biarlah aku akan selalu memberikan yang aku bisa. Dengan berbagai style, tanganku terus meremasi dan mijit gundukkan kontol itu. Tetapi lama kelamaan justru tanganku sendiri makin menikmati kenikmatan memijit-mijit itu. Dan semakin lama justru aku yang nyata semakin kelimpungan. Aku kenang kembali kontol gede ini yang 40 menit yang lalu masih menyesaki kemaluanku. Yang tanpa meninggalkan celah sedikitpun memenuhi rongga vaginaku. Dan ujungnya ini yang untuk pertama kalinya bisa mentok ke dinding rahimku.. ah nikmatnya .. <br /><br />'Pakee.. Aku pengin lagii ..', aku berbisik dengan setengah merintih. <br />'Kita cari waktu lagi Dik Mar .., gampang.., Dik Mar khan bisa bilang pada Mas Adit, mau ke Carrefour atau ke Mangga Dua cari barang apa.. gitu'. <br />'Iyaa siihh.. Boleh dibuka ya Pak. Aku pengin lihat lagi nih jagoan Pak ..', sambil aku melempar senyum serta melirikkan mataku ke Pak Parno melihat reaksinya. <br />'Boleehh ..', dia jawab tanpa melihat ke aku, karena keramaian lalu lintas yang mengharuskan Pak Parno berkonsentrasi. <br /><br />Tanganku sigap. Pertama-tama kukendorkan dulu ikat pinggangnya. Kemudian kubuka kancing utamanya. Selanjutnya kuraih resluitingnya hingga nampak celana dalamya yang kebiruan. Di belakang celana dalam itu membayang alur daging sebesar pisang tanduk yang mengarah ke kanan. Oouu.. ini kali yang namanya stir kanan.. Kalau stir kiri, mengarahnya kekiri tentunya. <br /><br />Dengan tidak sabar kubetot kontol Pak Parno dari sarangnya. Melalui pinggiran kanan celana dalamnya, kontol Pak Parno mencuat keluar. Gede, panjang, kepalanya yang bulat berkilatan. Dan pada ujung kepala itu ada secercah titik bening. Oooww ..baru sekarang aku berkesempatan memperhatikan kontol ini dari jarak yang sangat dekat, bahkan dalam genggamanku. <br /><br />Rupanya precum Pak Parno telah terbit di ujung kepalanya. Precum itu muncul dari lubang kencingnya. Uuuhh .. indahnyaa .. bisakah aku nggak bisa menahan diri ..?? <br /><br />'Pak Parno pengin khan..??', kembali aku berbisik. <br />'Heehh .. Dik Mar mau bantu Pak Parno nih ..??', jawaban yang disertai pertanyaan balik. <br />'Gimana bantunya Pak.., berhenti duluu .. Cari tempat lagii .. Hayoo..', jawabanku enteng. <br />'Nggak begitu Dik Mar, kita nggak mungkin berhenti lagi. Ya ini khan macet nih jalanan. Maksudku, apakah .. eehh .. Dik Mar marah nggak kalau aku bilang ini ..??'. <br />'Nggak pa pa Pak, saya rela koq, dan saya pengin bantu bener-bener, Pak'. <br />'Dik Mar pernah mengisep punya Mas Adit khan?'. <br />'Ooo.. Kk.. kaalau ii.. ttuu terus terang aku belum pernah Pak.., kalau lihat punya Mas Adit rasanya aku geli gituu.. jijikk gituu ..'. <br />'Kalau lihat punya saya inii.?', dia terus mendesak dengan pertanyaan yang terus terang aku nggak bisa menjawab secara cepat. <br /><br />Masalahnya aku dihadapkan pada sesuatu hal yang bener-bener belum pernah aku lakukan, bahkan pun dalam khayalan seksualku. Pasti yang Pak Parno inginkan adalah aku mau mengisep-isep kontolnya itu, yaa khan? Tapi aku juga berpikir cepat .. Tadi sewaktu di motel, Pak Parno membenamkan wajahnya ke selangkanganku tanpa risah-risih. Kemudian dijilatinya vaginaku, kelentitku, lubang kemaluanku. Dia juga menelan cairan-cairan birahiku. Aku jadi ingat prinsip adil dan setara yang aku sebutkan di atas tadi. <br /><br />Mestinya aku yaa.. nggak usah ragu-ragu untuk berlaku mengimbangi apa yang telah dilakukan Pak Parno padanya. Dia telah menjilati, menyedoti kemaluanku. Dan aku sangat menikmati jilatan dahsyatnya. Dan sekarang Pak Parno seakan menguji padaku. Bisakah aku bertindak adil dan setara juga pada dia. Aku membayangkan kontol itu di mulutku .. <br /><br />'Dik Mar, sperma itu sehat lhoo, bersih, steril.. dan banyak vitaminnya. Itu dokter ahli lho yang ngomong. Cobalah, kontol Pak Parno ini pasti sedap kalau Dik Mar mengulumnya.. ', aku sepertinya mendengar sebuah permohonan. <br /><br />Aku kasihan juga pada Pak Parno. Mungkin dia sudah mengharapkan sejak awal jalan bersama dari rumah tadi. Mungkin bahkan dia sudah mengharapkan jauh beberapa waktu yang lalu. Dan kini saat aku sudah berada disampingnya harapan itu nggak terkabul. Ah, aku jadi iba .. Kulihat kembali kontol indah Pak Parno. Yaa.. benar-benar indah..apa artinya indah itu .. Kalau memang itu indah ..sudah semestinya kalau aku menyukainya ..dan kalau aku menyukainya .. mestinya aku nggak jijik ataupun geli .. Dan lihat precum itu.. Juga indah khan, bening, murni, dan mungkin juga wangi ..dan asin .. Dan.. Banyak lho yang sangat menyukainya .., menjilatinya, meminumnya .. <br /><br />Tahu-tahu aku sudah merunduk, mendekatkan wajahku, mendekatkan bibirku ke kontol Pak Parno yang indah itu. Dan tanpa banyak tanya lagi aku telah mengambil keputusan .. Ah,.. ujung lidahku kini menyentuh, menjilat dan merasakan lendir lembut dan bening milik Pak Parno. Yaahh .. asinnya yang begitu lembutt.. <br />'Dik Maarr .. Uhh enakk bangett sihh ..', kepalaku dielus-elusnya. Dan dia sibakkan rambutku agar tidak menggangu keasyikanku. Dan selanjutnya dengan penuh semangat aku mengkulum kontol Pak Parno di mobil yang sempit itu. Kemudian Pak Parno sedikit memundurkan tempat duduknya. <br />'Dik Marr .. Terus Dik Marr .. Kamu pinter banget siihh .. uuhh Dik Marr..', aku terus memompa dengan lembut. Banyak kali aku mengeluarkan kepala itu dari mulutku.. Aku menjilati tepi-tepinya .. Pada pangkal kepala ada alur semacam cincin atau bingkai yang mengelilingi kepala itu. Dan sobekan lubang kencingnya itu .. kujilati habis-habisan .. <br />'Marr.. enak bangett .. akau mau keluar nihh Dik Marr .. Aku mau keluar nihh ..', aku tidak menghiraukan kata-katanya, mungkin maksudnya peringatan untukku, jangan sampai air maninya tumpah di mulutku. Dia masih khawatir bahwa mungkin aku belum bisa menerimanya. <br /><br />Tetapi apa yang terjadi padaku kini sudah langsung berbalik 180 derajat. Rasanya justru aku kini yang merindukannya. Dan aku memang merindukannya. Aku pengin banget merasakan sperma seorang lelaki langsung tumpah dari kontolnya langsung ke mulutku. Dan lelaki itu adalah Pak Parno, yang bukan suamiku sendiri. Aku terus menjilati, menyedoti. Batangnya, pangkalnya, pelernya, sejauh bisa bibir atau lidahku meraihnya, disebabkan tempat yang sempit ini, semua bagian kontolnya itu aku rambah dengan mulutku. <br /><br />Dan pengalaman pertama itu akhirnya hadir. Saat mulutku mengkulum batangan gede panjang milik Pak Parno itu, aku rasakan kembali ada kedutan besar dan kuat. Kedutan itu kemudian disusul dengan kedutan-kedutan berikutnya. Kalau yang aku rasakan di motel tadi kedutan-kedutan kontol Pak Parno dalam lubang vaginaku, sekarang hal itu aku rasakan di rongga mulutku. Kontol Pak Parno memuntahkan laharnya. Cairan, atau tepatnya lendir yang hangat panas nyemprot langit-langit rongga mulutku. Sperma Pak Parno tumpah memenuhi mulutku. Entah berapa kali kedutan tadi. Tetapi sperma dalam mulutku ini nggak sempat aku telan seluruhnya karena saking banyaknya. <br /><br />Sperma Pak Parno berleleran di pipiku, daguku, bahkan juga ke kening dan rambut panjangku. Kontol Pak Parno masih berkedut-kedut saat kukeluarkan dari mulutku. Dan aku raih kembali untuk kuurut-urut agar semua sperma yang tersisa bisa terkuras keluar. Mulutku langsung menyedotinya. Sekali lagi, pengalaman pertama nyeleweng ini benar-benar memberiku daftar panjang hal-hal baru yang sangat sensasional bagiku. Dan aku makin merasa pasti, hal-hal itu nggak mungkin aku dapatkan dari Mas Adit, suamiku tercinta. <br /><br />Sesuai rencana, aku diturunkan di Pasar Senen oleh Pak Parno. Sungguh aku keberatan untuk perpisahan ini. Kugenggam tangannya erat-erat, untuk menunjukkan betapa besarnya arti Pak Parno bagiku. Aku berjalan dengan gontai saat menuju toko kertas dekorasi itu. <br /><br />Saat aku turun dari taksi sesampai di rumah, Mbak Surti nampak cemberut. Aku biarkan. Pada temen yang lain aku bilang banyak bahan yang aku cari stoknya habis sehingga aku menunggu cukup lama. Di ujung jalan sana kulihat mobil Kijang Pak Parno. Mungkin sudah lama lebih dahulu nyampai di kompleks. Orang-orang pemasang tenda dan pengatur sound system sudah mulai melaksanakan tugasnya. 2 jam lagi acara akan dimulai. <br /><br />Aku pamit pulang sebentar, untuk menengok rumah. Mas Adit belum pulang. Aku mandi lagi sambil mengenang peristiwa indah yang kualami sekitar 2,5 jam yang lalu. Saat sabunku menyentuh kemaluanku, masih tersisa rasa pedih pada bibirnya. Mungkin jembut Pak Parno tersangkut saat kontolnya keluar masuk menembus memekku. Dan itu biasanya menimbulkan luka kecil yang terasa pedih pada bibir vaginaku saat terkena sabun seperti ini. <br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panasUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-75837524801514355252009-02-21T01:27:00.000-08:002009-02-21T01:27:00.841-08:00Perkasanya Kontol Teman Suamiku : Cerita Seru<a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa Khusus 17 tahun</a>, memang mantapsss nih cerita. Andai saja aku berada dalam situasi itu sebagai Heru. <br /><br /><blockquote>Heru melepas putingku lalu bangkit berlutut mengangkangi betisku. Ia menarik rokku dan membungkukkan badannya menciumi pahaku. Kembali bibirnya yang basah dan lidahnya yang kasar menghantarkan rangsangan hebat yang merebak ke seluruh tubuhku pada setiap sentuhannya di pahaku. Apalagi ketika lidahnya menggoda selangkanganku dengan jilatannya yang sesekali melibas pinggiran CD ku</blockquote><br /><br />Heru, 32 th, adalah teman sekantor suamiku yang sebaya dengannya sedangkan aku berumur 28 th. Mereka sering bermain tenis bersama, entah mengapa setiap Heru datang kerumah menjemput suamiku ia selalu menyapaku dengan senyumnya yang khas, sorotan matanya yang dalam selalu memandangi diriku sedemikian rupa apalagi sewaktu aku memakai daster yang agak menerawang tatapannya seakan menembus menjelajahi seluruh tubuhku. <br /><br />Aku benar benar dibuat risih oleh perlakuannya, sejujurnya aku merasakan sesuatu yang aneh pada diriku, walaupun aku telah menikah 2 tahun yang lalu dengan suamiku, aku merasakan ada suatu getaran dilubuk hatiku ditatap sedemikian rupa oleh Heru. Suatu hari suamiku pergi keluar kota selama 4 hari. Pas di hari minggu Heru datang kerumah maksud hati ingin mengajak suamiku bermain tenis, pada waktu itu aku sedang olahraga dirumah dengan memakai hot pant ketat dan kaos diatas perut. <br /> <br /><br />Ketika kubuka pintu untuknya ia terpana melihat liku liku tubuhku yang seksi tercetak jelas di kaos dan celana pendekku yang serba ketat itu. Darahku berdesir merasakan tatapannya yang tajam itu. Kukatakan padanya suamiku keluar kota sejak 2 hari lalu, dia hanya diam terpaku dengan senyumannya yang khas tidak terlihat adanya kekecewaan diraut mukanya, tiba-tiba ia berkata "..Hesty mau tidak gantiin suamimu, main tenis dengan saya.." Giliran aku yang terpana selama menikah belum pernah aku pergi keluar dengan laki laki selain suamiku tetapi terus terang aku senang mendengar ajakannya, dimataku Heru merupakan figure yang cukup 'gentleman'.<br /> <br /><br />Sementara aku masih ragu-ragu tiba tiba dengan yakin ia berkata "..Cepet ganti pakaian aku tunggu disini.." Entah apa yang mendorongku untuk menerima ajakannya aku langsung mengangguk sambil berlari kekamarku untuk mengganti pakaian. Dikamar Aku termangu hatiku dagdigdug seperti anak SMU sedang berpacaran lalu aku melihat diriku dicermin kupilih baju baju tenisku lalu ketemukan rok tenis putihku yang supermini lalu kupakai dengan blous 'you can see' setelah itu kupakai lagi sweater, wouw.. cukup seksi juga aku ini.., setelah itu aku pakai sepatu olahragaku lalu cepat cepat aku temui Heru didepan pintu "..Ayo Her aku sudah siap.." Heru hanya melongo melihat pakaianku. Jakunnya terlihat naik turun.<br /> <br /><br />Singkat kata aku bermain tenis dengannya dengan penuh ceria, kukejar bola yang dipukulnya, rok miniku berkibar, tanpa sungkan aku biarkan matanya menatap celana dalamku, ada perasaan bangga dan gairah setiap matanya menatap pantatku yang padat bulat ini.<br /> <br /><br />Saking hotnya aku mengejar bola tanpa kuduga aku jatuh terkilir, Heru menghampiriku lalu mengajakku pulang. Setiba di rumah, kuajak Heru untuk mampir dan ia menerimanya dengan senang hati. Heru memapahku sampai ke kamar, lalu membantuku duduk di ranjang. Dengan manja kuminta ia mengambilkan aku minuman di dapur, Heru mengambilkan minuman dan kembali ke kamar mendapatkan aku telah melepas sweater dan sedang memijat betisku sendiri. Ia agak tersentak melihatku, karena aku telah menanggalkan sweaterku sekarang tinggal memakai blous "you can see" longgar yang membuat ketiak dan buah dadaku yang putih mulus itu mengintip nakal, posisi kakiku juga menarik rokmini olahragaku hingga pahaku yang juga putih mulus itu terbuka untuk menggoda matanya.<br /> <br /><br />Tampak sekali ia menahan diri dan mengalihkan pandangan saat memberikan minuman kepadaku. Memang "gentleman" pria ini. penampilannya agak kaku tetapi disertai sikap yang lembut, kombinasi yang tak kudapatkan dari suamiku, ditambah berbagai macam kecocokan di antara kami. Mungkin inilah yang mendorongku untuk melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang wanita yang sudah bersuami. Aku menggeser posisiku mendekatinya, lalu kucium pipinya sebagai ucapan terimakasihku. Heru terkejut, namun tak berusaha menghindar bahkan ia menggerakan wajahnya sehingga bibirku beradu dengan bibirnya. Kewanitaanku bangkit walaupun aku tahu ini adalah salah tetapi tanpa kusadari ia mencium bibirku beberapa saat sebelum akhirnya aku merespon dengan hisapan lembut pada bibir bawahnya yang basah.<br /> <br /><br />Kami saling menghisap bibir beberapa saat sampai akhirnya aku yang lebih dulu melepas ciuman hangat kami. "Her.." kataku ragu. Kami saling menatap beberapa saat. Komunikasi tanpa kata-kata akhirnya memberi jawaban dan keputusan yang sama dalam hati kami, lalu hampir berbarengan, wajah kami sama-sama maju dan kembali saling berciuman dengan mesra dan hangat, saling menghisap bibir, lalu lama kelamaan, entah siapa yang memulai, aku dan Heru saling menghisap lidah dan ciuman pun semakin bertambah panas dan bergairah.<br /> <br /><br />Ciuman dan hisapan berlanjut terus, sementara tangan Heru mulai beralih dari betisku, merayap ke pahaku dan membelainya dengan lembut. Darahku semakin berdesir. Mataku terpejam. Entah bagaimana pria bukan suamiku ini bisa menyentuh ragaku selembut ini, semakin kupejamkan mataku semakin melayang perasaanku, dan menikmati kelembutan yang memancing gairah ini. Kembali Heru yang melepas bibirnya dari bibirku. Namun kali ini, dengan lembut namun tegas, ia mendorong tubuhku sambil satu tangannya masih terus membelai pahaku, membuat kedua tanganku yang menahanku pada posisi duduk tak kuasa melawan dan akupun terbaring pasrah menikmati belaiannya, sementara ia sendiri membaringkan tubuhnya miring di sisiku.<br /> <br /><br />Heru mengambil inisiatif mencium bibirku kembali, yang serta merta kubalas dengan hisapan pada lidahnya. Mungkin saat itu gairahku semakin menggelegak akibat tangannya yang mulai beralih dari pahaku ke selangkanganku, membelai barang milikku yang paling sensitif yang masih terbalut celana dalam itu dengan lembut namun pasti.<br /> <br /><br />"Mmhh.. Heruu..sudah terlalu jauh Her.." desahku di sela-sela ciuman panas kami. Aku agak lega saat tangan kekarnya meninggalkan selangkanganku, namun ia mulai menarik blousku hingga terlepas dari jepitan rokku, lalu ia loloskan dari kepalaku. Buah dadaku yang montok dan puting susuku membayang menggoda dari BH-ku yang tipis dan seksi, membuatnya semakin penasaran. Ia kembali mencium bibirku, namun kali ini lidahnya mulai berpindah-pindah ke telinga dan leherku, untuk kembali lagi ke bibir dan lidahku.<br /> <br /><br />Permainannya yang lembut dan tak tergesa-gesa ini membuatku terpancing menjadi semakin bergairah, sampai akhirnya ia mulai memainkan tangannya meraba-raba dadaku dan sesekali menyelipkan jarinya ke balik BH menggesek-gesek putingku yang saat itu sudah tegak mengacung. Tanpa kusadari aku mulai memainkan kaos bajunya, dan setelah bajunya kusingkap terlihat tampilan otot di tubuhnya. Aku melihat dada bidang dan kekar, serta perut sixpacknya di depan mataku. Tak lama ia pun memutuskan untuk mengalihkan godaan bibirnya ke buah dadaku yang masih terbalut BHku.<br /> <br /><br />Diciumi buah dadaku sementara tangannya merogoh ke balik punggungku untuk melepas kait BH-ku. Sama sekali tidak ada protes dariku iapun melempar BH-ku ke lantai sambil tidak buang waktu lagi mulai menjilati putingku yang memang sudah menginginkan ini dari tadi. "Ooohh.. sshh.. aachh.. Heruu.." desahku langsung terlontar tak tertahankan begitu lidahnya yang basah dan kasar menggesek putingku yang terasa sangat peka.<br /> <br /><br />Heru menjilati dan menghisap dada dan putingku di sela-sela desah dan rintihku yang sangat menikmati gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini, "..Oooh Heru suuddhaah.. Herr.. stoop..!!" tetapi Heru terus saja merangsangku bahkan tangannya mulai melepas celananya, sehingga kini ia benar-benar telanjang bulat. Penisnya yang besar dan berotot mengacung tegang, karuan aku terbelalak melihatnya, besar dan perkasa lebih perkasa dari penis suamiku, vaginaku tiba tiba berdenyut tak karuan. Oh..tak kupikirkan akibat dari keisenganku tadi yang hanya ingin mencium pipinya saja sekarang sudah berlanjut sedemikian jauh.<br /> <br /><br />Heru melepas putingku lalu bangkit berlutut mengangkangi betisku. Ia menarik rokku dan membungkukkan badannya menciumi pahaku. Kembali bibirnya yang basah dan lidahnya yang kasar menghantarkan rangsangan hebat yang merebak ke seluruh tubuhku pada setiap sentuhannya di pahaku. Apalagi ketika lidahnya menggoda selangkanganku dengan jilatannya yang sesekali melibas pinggiran CD ku, semili lagi menyentuh bibir vaginaku. Yang bisa kulakukan hanya mendesah dan merintih pasrah melawan gejolak birahi, rasa penasaranku menginginkan lebih dari itu tapi akal sehatku masih menyatakan bahwa ini perbuatan yang salah.<br /> <br /><br />Akhirnya, dengan menyibakkan celana dalamku, Heru mengalihkan jilatannya kerambut kemaluanku yang telah begitu basah penuh lendir birahi. "ggaahh.. Heeruu..stoop..ohh.." bagaikan terkena setrum rintihanku langsung menyertai ledakan kenikmatan yang kurasakan saat lidah Heru melalap vaginaku dari bawah sampai ke atas, menyentuh klitorisku.<br /> <br />Kini kami sama-sama telanjang bulat. Tubuh kekar berotot Heru berlutut di depanku. Lobang vaginaku terasa panas, basah dan berdenyut-denyut melihat batang penisnya yang tegang besar kekar berotot berbeda dengan punya suamiku yang lebih kecil. Oohh..betul betul luar biasa napsu birahiku makin mengebu gebu. Entah mengapa aku begitu terangsang melihat batang kemaluan yang bukan punya suamiku.Oooh begitu besar dan perkasa, pikiranku bimbang karena aku tahu sebentar lagi aku akan disetubuhi oleh sahabat suamiku, anehnya gelora napsu birahiku terus mengelegak.<br /> <br />Kupasrahkan diriku ketika Heru membuka kakiku hingga mengangkang lebar lebar, lalu Heru menurunkan pantatnya dan menuntun penisnya ke bibir vaginaku. Kerongkonganku tercekat saat kepala penis Heru menembus vaginaku."Hngk! Besaar..sekalii..Heer.." Walau telah basah berlendir, tak urung penisnya yang demikian besar kekar berotot begitu seret memasuki liang vaginaku yang belum pernah merasakan sebesar ini, membuatku menggigit bibir menahan kenikmatan hebat bercampur sedikit rasa sakit.<br /> <br />Tanpa terburu-buru, Heru kembali menjilati dan menghisap putingku yang masih mengacung dengan lembut, kadang menggodaku dengan menggesekkan giginya pada putingku, tak sampai menggigitnya, lalu kembali menjilati dan menghisap putingku, membuatku tersihir oleh kenikmatan tiada tara, sementara setengah penisnya bergerak perlahan dan lembut menembus vaginaku. Ia menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan, memancing gairahku semakin bergelora dan lendir birahi semakin banyak meleleh di vaginaku, melicinkan jalan masuk penis berotot ini ke dalam liang kenikmatanku tahap demi tahap.<br /> <br /><br />Lidahnya yang kasar dan basah berpindah-pindah dari satu puting ke puting yang lain, membuat kepalaku terasa semakin melayang didera kenikmatan yang semakin bergairah. Akhirnya napsu birahikulah yang menang laki laki perkasa ini benar benar telah menyeretku kepusaran kenikmatan menghisap seluruh pikiran jernihku dan yang timbul adalah rangsangan dahsyat yang membuatku ingin mengarungi permainan seks dengan sahabat suamiku ini lebih dalam.<br /> <br /><br />"Ouuch.. sshh.. aachh.. teruuss.. heeruu.. masukin penismu yang dalaam..!! oouch.. niikmaat.. heerr..!! Baru kali ini lobang vaginaku merasakan ukuran dan bentuk penis yang bukan milik suamiku, yang sama sekali baru ..besaar dan perkasaa.., aku merasakan suatu rangsangan yang hebat didalam diriku. Seluruh rongga vaginaku terasa penuuh, kurasakan begitu nikmatnya dinding vaginaku digesek batang penisnya yang keras dan besaar..!<br /> <br /><br />Akhirnya seluruh batang kemaluannya yang kekar besar itu tertelan kedalam lorong kenikmatanku, memberiku kenikmatan hebat, seakan bibir vaginaku dipaksa meregang, mencengkeram otot besar dan keras ini. Melepas putingku, Heru mulai memaju-mundurkan pantatnya perlahan, "..oouch.. niikmaat.. heeruu..!!" aku pun tak kuasa lagi untuk tidak merespon kenikmatan ini dengan membalas menggerakan pantatku maju-mundur dan kadang berputar menyelaraskan gerakan pantatnya, dan akhirnya napasku semakin tersengal-sengal diselingi desah desah penuh kenikmatan.<br /> <br /><br />"hh.. sshh.. hh.. Heerruu.. oohh ..suungguuhh.. niikmmaat sahyangghh.." Heru membalas dengan pertanyaan "Ohh.. Hestyy nikmatan mana dengan penis suamimu..?" otakku benar benar terhipnotis oleh kenikmatan yang luar biasa..! jawabanku benar benar diluar kesadaranku "Ohh ssh Heruu. penismu besaar sekalii..! jauh lebih nikmaat ..!! Heru makin gencar melontarkan pertanyaan aneh aneh, "..hh..Hesty lagi diapain memekmu sama kontolnya Heru..?" aku bingung menjawabnya, "Bilang lagi dientot..!" Heru memaksaku untuk mengulangnya, tapi dasar aku lagi terombang ambing oleh buaian birahi akupun tidak malu malu lagi mengulangnya "hh.. hh.. sshh.. mmhh..lagi dientot sayaang.."<br /> <br /><br />Terus menerus kami saling memberi kenikmatan, sementara lidah Heru kembali menari di putingku yang memang gatal memohon jilatan lidah kasarnya. Aku benar benar menikmati permainannya sambil meremas-remas rambutnya. Rasa kesemutan berdesir dan setruman nikmat makin menjadi jadi merebak berpusat dari vagina dan putingku, keseluruh tubuhku hingga ujung jariku. Kenikmatan menggelegak ini merayap begitu dahsyat sehingga terasa seakan tubuhku melayang. Penisnya yang dahsyat semakin cepat dan kasar menggenjot vaginaku dan menggesek-gesek dinding vaginaku yang mencengkeram erat.<br /> <br /><br />Hisapan dan jilatannya pada putingku pun semakin cepat dan bernapsu. Aku begitu menikmatinya sampai akhirnya seluruh tubuhku terasa penuh setruman birahi yang intensitasnya terus bertambah seakan tanpa henti hingga akhirnya seluruh tubuhku bergelinjang liar tanpa bisa kukendalikan saat kenikmatan gairah ini meledak dalam seluruh tubuhku. Desahanku sudah berganti dengan erangan erangan liar kata kataku semakin vulgar. "Ahh.. Ouchh.. entootin terus sayaang.. genjoott.. habis memekku..!! genjoott.. kontolmu sampe mentok..!!" Ooohh.. Herruu.. bukan maiin.. eennaaknyaa.. ngeentoot denganmu..!!" mendengar celotehanku, Heru yang kalem berubah menjadi semakin beringas seperti banteng ketaton dan yang membuat aku benar benar takluk adalah staminanya yang bukan maiin perkasaa.., tidak pernah kudapatkan seperti ini dari suamiku.<br /> <br /><br />Aku benar benar sudah lupa siapa diriku yang sudah bersuami ini, yang aku rasakan sekarang adalah perasaan yang melambung tinggi sekali yang ingin kunikmati sepuas puasnya yang belum pernah kurasakan dengan suamiku. Heru mengombang ambingkan diriku di lautan kenikmatan yang maha luas, seakan akan tiada tepinya.<br /> <br /><br />Akhirnya aku tidak bisa lagi menahan gelombang kenikmatan melanda seluruh tubuhku yang begitu dahsyatnya menggulung diriku "Ngghh.. nghh .. nghh.. Heruu.. Akku mau keluaar..!!" pekikanku meledak menyertai gelinjang liar tubuhku sambil memeluk erat tubuhnya mencoba menahan kenikmatan dalam tubuhku, Heru mengendalikan gerakannya yang tadinya cepat dan kasar itu menjadi perlahan sambil menekan batang kemaluannya dalam dalam dengan memutar mutar keras sekalii.. Clitorisku yang sudah begitu mengeras habis digencetnya. "..aacchh.. Heruu.. niikmaat.. tekeen.. teruuss.. itilkuu..!!"<br /> <br /><br />Ledakan kenikmatan orgasmeku terasa seperti 'forever' menyemburkan lendir orgasme dalam vaginaku, kupeluk tubuh Heru erat sekali wajahnya kuciumi sambil mengerang mengerang dikupingnya sementara Heru terus menggerakkan sambil menekan penisnya secara sangat perlahan, di mana setiap mili penisnya menggesek dinding vaginaku menghasilkan suatu kenikmatan yang luar biasa yang kurasakan dalam tubuhku yang tidak bisa kulontarkan dengan kata kata.<br /> <br /><br />Beberapa detik kenikmatan yang terasa seperti 'forever' itu akhirnya berakhir dengan tubuhku yang terkulai lemas dengan penis Heru masih di dalam vaginaku yang masih berdenyut-denyut di luar kendaliku. Tanpa tergesa-gesa, Heru mengecup bibir, pipi dan leherku dengan lembut dan mesra, sementara kedua lengan kekarnya memeluk tubuh lemasku dengan erat, membuatku benar-benar merasa aman, terlindung dan merasa sangat disayangi. Ia sama sekali tidak menggerakkan penisnya yang masih besar dan keras di dalam vaginaku. Ia memberiku kesempatan untuk mengatur napasku yang terengah-engah.<br /> <br /><br />Setelah aku kembali "sadar" dari ledakan kenikmatan klimaks yang memabukkan tadi, aku pun mulai membalas ciumannya, memancing Heru untuk kembali memainkan lidahnya pada lidahku dan menghisap bibir dan lidahku semakin liar. Sekarang aku tidak canggung lagi bersetubuh dengan teman suamiku ini. Gairahku yang sempat menurun tampak semakin terpancing dan aku mulai kembali menggerak-gerakkan pantatku perlahan-lahan, menggesekkan penisnya pada dinding vaginaku. Respon gerakan pantatku membuatnya semakin liar dan aku semakin berani melayani gairahnya yang memang tampaknya makin liar saja.<br /> <br /><br />Genjotan penisnya pada vaginaku mulai cepat, kasar dan liar. Aku benar-benar tidak menyangka bisa terangsang lagi, biasanya setelah bersetubuh dengan suamiku setelah klimax rasanya malas sekali untuk bercumbu lagi tapi kali ini Heru memberiku pengalaman baru walau sudah mengalami klimax yang maha dahsyat tadi tapi aku bisa menikmati rangsangannya lagi oleh genjotan penisnya yang semakin bernapsu, semakin cepat, semakin kasar, hingga akhirnya ledakan lendir birahiku menetes lagi bertubi-tubi dari dalam vaginaku.<br /> <br /><br />Lalu Heru memintaku untuk berbalik, ooh ini gaya yang paling kusenangi "doggy style" dengan gaya nungging aku bisa merasakan seluruh alur alur batang kemaluan suamiku dan sekarang aku akan merasakan batang yang lebih besar lebih perkasa oohh..! dengan cepat aku berbalik sambil merangkak dan menungging kubuka kakiku lebar, kutatap mukanya sayu sambil memelas "..Yeess..Herr..masukin kontol gedemu dari belakang kelobang memekku.." Heru pun menatap liar dan yang ditatap adalah bokongku yang sungguh seksi dimatanya, bongkahan pantatku yang bulat keras membelah ditengah dimana bibir vaginaku sudah begitu merekah basah dibagian labia dalamku memerah mengkilat berlumuran lendir birahiku mengintip liang kenikmatanku yang sudah tidak sabar ingin melahap batang kemaluannya yang sungguh luar biasa itu.<br /> <br /><br />Sambil memegang batang penisnya disodokannya ketempat yang dituju ”Bleess.." ..Ooohh.. Heruu.. teruss.. Herr.. yang.. dalaam..!! mataku mendelik merasakan betapa besaar dan panjaang batang penisnya menyodok liang kenikmatanku, urat urat kemaluannya terasa sekali menggesek rongga vaginaku yang menyempit karena tertekuk tubuhku yang sedang menungging ini. Hambatan yang selalu kuhadapi dengan suamiku didalam gaya 'doggy style' ini adalah pada waktu aku masih dalam tahap 'menanjak' suamiku sudah terlalu cepat keluar, suamiku hanya bisa bertahan kurang dari dua menit.<br /> <br /><br />Tetapi Heru sudah lebih dari 15 menit menggarapku dengan gaya 'doggy style' ini tanpa ada tanda tanda mengendur. Oh bukan maiin..! bagai kesurupan aku menggeleng gelengkan kepalaku, aku benar benar dalamkeadaan ekstasi, eranganku sudah berubah menjadi pekikan pekikan kenikmatan, tubuhku kuayun ayunkan maju mundur, ketika kebelakang kusentakan keras sekali menyambut sodokannya sehingga batang penis yang besaar dan panjaang itu lenyap tertelan oleh kerakusan lobang vaginaku. kenikmatanku bukan lagi pada tahap "menanjak" tapi sudah berada di awang-awang di puncak gunung kenikmatan yang tertinggi.<br /> <br /><br />"Hngk.. ngghh..Heruu..akuu mau keluaar lagii.. aargghh..!!" aku melenguh panjang menyertai klimaksku yang kedua yang kubuat semakin nikmat dengan mendorong pantatku ke belakang keras sekali menancapkan penisnya yang besar sedalam-dalamnya di dalam vaginaku, sambil kukempot kempotkan vaginaku serasa ingin memeras batang kemaluannya untuk mendapatkan seluruh kenikmatan semaksimum mungkin.<br /> <br /><br />Setelah mengejang beberapa detik diterjang gelombang kenikmatan, tubuhku melemas dipelukan Heru yang menindih tubuhku dari belakang. Berat memang tubuhnya, namun Heru menyadari itu dan segera menggulingkan dirinya, rebah di sisiku. Tubuhku yang telanjang bulat bermandikan keringat terbaring pasrah di ranjang, penuh dengan rasa kepuasan yang maha nikmat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya dengan suamiku.<br /> <br /><br />Heru memeluk tubuhku dan mengecup pipiku, membuatku merasa semakin nyaman dan puas. "Hesty aku belum keluar sayang..! tolongin aku isepin kontolku sayaang..!" Aku benar benar terkejut aku sudah dua kali klimaks tapi Heru belum juga keluar, bukan main perkasanya. biasanya malah suamiku lebih dulu dari aku klimaksnya kadang kadang aku malah tidak bisa klimaks dengan suamiku karena suamiku suka terburu buru.<br /> <br /><br />Merasa aku telah diberi kepuasan yang luar biasa darinya maka tanpa sungkan lagi kuselomot batang kemaluannya kujilat jilat buah zakarnya bahkan selangkangannya ketika kulihat Heru menggeliat geliat kenikmatan, "..Ohh yess Hes.. nikmat sekalii.. teruss hes.. lumat kontolku iseep yang daleemm.. ohh.. heestyy.. saayaangg..!!" Heru mengerang penuh semangat membuatku semakin gairah saja menyelomot batang kemaluannya yang besar, untuk makin merangsang dirinya aku merangkak dihadapannya tanpa melepaskan batang kemaluannya dari mulutku, kutunggingkan pantatku kuputar putar sambil kuhentak hentakan kebelakang, benar saja melihat gerakan erotisku Heru makin mendengus dengus bagai kuda jantan liar, dan tidak kuperkirakan yang tadinya aku hanya ingin merangsang Heru untuk bisa cepat ejakulasinya malah aku merasakan birahiku bangkit lagi vaginaku terasa berdenyut denyut clitorisku mengeras lagi.<br /> <br /><br />Ohh.. beginikah multiple orgasme yang banyak dibicarakan teman temanku? Selomotanku makin beringas, batang yang besar itu yang menyumpal mulutku tak kupedulikan lagi kepalaku naik turun cepat sekali, Heru menggelinjang hebat, akhirnya kurasakan vaginaku ingin melahap kembali batang kemaluannya yang masih perkasa ini, dengan cepat aku lepas penisnya dari mulutku langsung aku merangkak ke atas tubuhnya kuraih batang kemaluannya lalu kududuki sembari ku tuju ke vaginaku yang masih lapar itu. Bleess.. aachh..aku merasakan bintang bintang di langit kembali bermunculan.<br /> <br /><br />"..Ooohh..Hesty..kau sungguuh seksxyy.. masuukin kontolku..!!" Heru memujiku setinggi langit melihat begitu antutiasnya aku meladeninya bahkan bisa kukatakan baru pertama kali inilah aku begitu antusias, begitu beringas bagai kuda betina liar melayani kuda jantan yang sangat perkasa ini. "..Yess.. Heruu.. yeess.. kumasukkan kontolmu yang perkasa ini..!" kuputar-putar pinggulku dengan cepatnya sekali kali kuangkat pantatku lalu kujatuhkan dengan derass sehingga batang penis yang besar itu melesak dalaam sekali..<br /> <br /><br />"..aachh.. Heestyy.. putaar.. habiisiin kontoolku.. eennakk.. sekaallii..!!" giliran Heru merintih mengerang bahkan mengejang-ngejangkan tubuhnya, tidak bisa kulukiskan betapa nikmatnya perasaanku, tubuhku terasa seringan kapas jiwaku serasa diombang ambing di dalam lautan kenikmatan yang maha luas kucurahkan seluruh tenagaku dengan memutar menggenjot bahkan menekan keras sekali pantatku, kali ini aku yang berubah menjadi ganas dan jalang, bagaikan kuda betina liar aku putar pinggulku dan bagai penari perut meliuk meliuk begitu cepat.<br /> <br /><br />Batang kemaluannya kugenjot dan kupelintir habiss.. bahkan kukontraksikan otot-otot vaginaku sehingga penis yang besar itu terasa bagai dalam vacum cleaner terhisap dan terkenyot didalam liang vaginaku. Dan yang terjadi adalah benar benar membuatku bangga sekali, Heru bagai Layang-layang putus menggelinjang habis kadang mengejangkan tubuhnya sambil meremas pantatku keras sekali, sekali-kali ingin melepaskan tubuhku darinya tapi tidak kuberikan kesempatan itu bahkan kutekan lagi pantatku lebih keras, batang penisnya melesak seluruhnya bahkan rambut kemaluannya sudah menyatu dengan rambut kemaluanku, clitorisku yang lapar akan birahi sudah mengacung keras makin merah membara tergencet batang kemaluannya. Badanku sedikit kumiringkan ke belakang, buah zakarnya kuraih dan kuremas-remas, "..Ooohh.. aachh.. yeess.. Heess.. yeess..!!"<br />Heru membelalakan matanya sama sekali tidak menyangka aku menjadi begitu beringass..begitu liaar.. menunggangi tubuhnya, lalu Heru bangkit, dengan posisi duduk ia menylomot buah dadaku... aachh tubuhku semakin panaas.. kubusungkan kedua buah dadaku. "..selomot.. pentilku.. dua. duanya.. Herr..yeess..!! ...sshh.. ...oohh..!! mataku menjadi berkunang kunang, "..Ooohh.. Hestyy.. nikmatnya bukan main posisi ini..! batang kontolku melesak dalam sekali menembus memekmu..!" Heru mendengus-dengus kurasakan batang penisnya mengembung pertanda spermanya setiap saat akan meletup, "..Ohh.. sshh..aahh.. Heruu ..keluaar.. bareeng..sayaannghh..!! jiwaku terasa berputar putar..! "..yess..Hess..aku… keluarkan diluar apa didalam..?". "..Ohh.. Heru kontoolmu.. jaangaahhn..dicabuut..keluarin.. didalaam..!! <br /><br />Tiba tiba bagaikan disetrum jutaan volt kenikmatan tubuhku bergetar hebat sekalii..! dan tubuhku mengejang ketika kurasakan semburan dahsyat di dalam rahimku, "..aachh. jepiit kontoolku.. yeess.. sshh.. oohh.. nikmaatnya.. memekmu Hestyy..!!" Heru memuncratkan air maninya di dalam rongga vaginaku, terasa kental dan banyak sekali. Akupun mengelinjang hebat sampai lupa daratan "..Nggkkh.. sshh.. uugghh.. Heerru.. teekeen kontoolmu.. sampe mentookkhh.. sayaahng.. aarrgghh..!! gelombang demi gelombang kenikmatan menggulung jiwaku, ooh benar benar tak kusangka makin sering klimaks makin luar biaasaa rasa nikmatnya jiwaku serasa terbetot keluar terombang ambing dalam lautan kenikmatan yang maha luas. Kutekan kujepit kekepit seluruh tubuhnya mulai batang penisnya pantatnya pinggangnya bahkan dadanya yang kekar kupeluk erat sekali.<br /> <br /><br />Seluruh tetes air maninya kuperas dari batang kemaluannya yang sedang terjepit menyatu di dalam liang vaginaku. aarrgghh.. Nikmatnya sungguh luar biaasaa!! Oohh Heru aku kuatir akan ketagihan dengan batang penismu yang maha dahsyat ini!! Akhirnya perlahan lahan kesadaranku pulih kembali, klimaks yang ketiga ini membuat tubuhku terasa lemas sekali, Heru sadar akan keterbatasan tenagaku, akhirnya ia membaringkan tubuhku di dadanya yang kekar, aku merasakan kenyamanan yang luar biasa, kepuasanku terasa sangat dihargainya. Tiga kali klimaks bukanlah hal yang mudah bagiku untuk mendapatkannya didalam satu kali permainan seks.<br /> <br /><br />Heru telah menaklukan diriku luaar.. dalaam..!! akan kukenang kejadian ini selama hidupku. Tiba tiba Heru melihat jam lalu dengan muka sedih ia mengatakan kepadaku bahwa ia harus menemui seseorang 10 menit lagi, akupun tak kuasa menahannya, aku hanya mengangguk tak berdaya.<br /> <br /><br />Sepeninggal Heru dari rumah, aku termenung sendirian di ranjang. Suatu kejadian yang sama sekali tak terpikir olehku mulai merebak dalam kesadaranku. Aku telah menikmati perbuatan seks dengan sahabat suamiku bahkan harus kuakui, aku betul betul menikmati kedahsyatan permainan seks dengan sahabat suamiku itu. Tetapi aku telah mengkhianati suamiku. Aku mulai merasakan sesuatu yang salah, sementara di lain pihak, aku sangat menikmatinya dan sangat mengharapkan Heru melakukannya lagi terhadapku.<br /> <br /><br />Hati dan akal sehat terpecah dan menyeretku ke dua arah yang berlawanan. Pergumulan batin terjadi membuatku limbung. Akhirnya kuputuskan untuk mencoba melupakan Heru. Setelah beberapa minggu dalam kondisi seperti ini, hatiku makin tidak menentu, makin kucoba melupakannya makin terbayang seluruh kejadian hari itu, aku masih merasakan tubuhnya yang kekar berkeringat napasnya yang mendengus dengus terngiang sayup sayup terdengar suaranya memanggilku 'sayang'. Heru berhenti bertugas di kantor suamiku. Entah itu keinginannya sendiri atau memang ia dialih tugaskan, aku tidak tahu.<br /><br />Namun hingga kini, pergumulan batin dalam diriku masih terus berlangsung. Di lain pihak aku tetap ingin mencintai suamiku, walaupun ia tak bisa memberikan apa yang telah diberikan Heru padaku. Aku masih merindukan dan menginginkan sentuhan tangan kekar Heru, dimanakah kau berada Heru..?<br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panasUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-450633415981260332009-02-20T01:26:00.000-08:002009-02-20T01:26:00.108-08:00Bayar Hutang Dengan Tubuh Istri : Cerita Panas<a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa 17 Tahun</a> ini cukup panjang. Jadi siapkan waktu untuk membacanya :D<br /><div style="margin-left: 40px;">Saat turun dari ketiak, ciuman dan lumatan Pakde meratai lembah dan bukit di dadanya, Rini nampak menggelinjang hebat. Pinggulnya menggeliat dan meliuk-liuk menahan kegelian yang amat sangat seperti ikan moa yang terlepas buruannya dan secepatnya berusaha menangkapnya kembali. Dan Herman juga semakin kenceng merabai kemaluannya sendiri sementara wajah Pakde Karto makin merosot ke perut isterinya.<br /></div><br /><br /><span class="fullpost"> <br />Tidak mudah bisa bertahan hidup di Jakarta apabila seseorang tidak memiliki kepandaian, stamina dan daya tahan terhadap berbagai tekanan dan kesulitan. Dan itu semakin aku rasakan. Sejak tiga tahun terakhir aku bersama istri yang baru kunikahi meninggalkan kampungku di Sleman, Yogya, menuju ibukota Jakarta untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Hingga kini kehidupan yang lebih baik itu belum juga aku memperolehnya.<br /><br />Aku mau dan pernah melakukan pekerjaan apa saja sepanjang itu halal. Dari penjaga toko, narik ojek, tukang batu atau pekerjaan lainnya yang sesuai dengan apa yang aku bisa. Tetapi itu semua nampaknya belum menjanjikan masa depan yang lebih baik.<br /><br />Kebetulan ada famili jauhku, Pakde Karto yang telah lama hidup di Jakarta dan mendapatkan kehidupan yang cukup mapan. Usahanya sebagai tengkulak tembakau untuk pabrik rokok ‘gurem’ nampaknya membuat hidupnya kecukupan. Kalau aku kesulitan uang Pakde Karto selalu menjadi tujuanku dan biasanya dia mau menolongku. Dia bilang kasihan pada istriku yang masih muda harus menderita hidup di Jakarta. Dia tidak mau mengajak aku kerja di tempatnya. Alasannya karena kurang suka mempekerjakan sanak famili. Dia bilang dirinya punya sifat gampang marah dan kasar. Khawatir sifat itu bisa menyinggung perasaan dan putus hubungan kekeluargaan. Walaupun begitu dia sangat memperhatikan kepentingan kami, khususnya kepentingan istriku. Terkadang dia belikan sesuatu, misalnya baju atau perabot dapur atau lainnya.<br /><br />Hanya satu hal yang aku kurang sreg dengan Pakde Karto. Kalau aku minta bantuan pinjam uang dia tidak ijinkan aku ke kantornya. Dia selalu menyuruh sampaikan saja apa kebutuhanku lewat telpon, nanti dia akan datang. Dan dia memang datang. Dia berikan pinjamanku dan dia juga bawa oleh-oleh untuk Rini, istriku.<br /><br />Selama berada di rumah kuperhatikan matanya yang selalu nampak melotot memperhatikan tubuh istriku. Beberapa kali dia bertandang ke rumahku, tak pernah sekalipun dia bawa istrinya. Aku pikir dia nggak mau kesukaan melototnya saat melihati istriku terganggu. Rasanya Pakde Karto ini bandot tua. Kadang-kadang sikapnya aku anggap keterlaluan. Seharusnya dia mengetahui dirinya sebagai panutan karena lebih tua dari aku. Tetapi dia tidak pernah menampakkan perhatiannya padaku. Kalau aku ngomong, dia menyahut ‘ya, ya, ya’ tanpa pernah lepas dari pandangan ke Rini dan sama sekali tak pernah melihat padaku. Terus terang kalau tidak terpaksa aku segan berhubungan dengan Pakde Karto ini.<br /><br />Dari sudut fisik, Pakde Karto ini memang masih gagah. Pada umurnya yang memasuki 57 tahun, disamping wajahnya yang memang cukup ganteng, tubuhnya juga cukup terawat baik, tangannya ada sedikit berbulu. Tingginya sama dengan aku 175-an cm. Agak gendut, mungkin karena cukup makmur. Dan tampang bandotnya memang nyata banget. Aku yakin Pakde Karto suka mencicipi berbagai macam perempuan dan tidak kesulitan untuk mendapatkan ‘daun-daun muda’.<br /><br />Akan halnya Rini, istriku, dia adalah gadis idamanku saat kami masih sama-sama satu sekolah. Aku duduk di kelas 3 dan dia kelas 1 di SMU 1. Kami langsung berpacaran sejak dia masuk ke sekolah. Aku bangga dapat dia yang hitam manis dan paling ‘macan’, begitu teman-teman menyebut ‘manis dan cantik’ untuk Riniku ini. Dengan tingginya yang 170 cm, dia termasuk gadis paling semampai di sekolah kami. Kalau ada lomba volley antar sekolah Rini selalu menjadi bintang lapangan. Bukan karena menang bertanding tetapi karena macan-nya tadi. Aku tahu banyak perjaka lain yang naksir berat padanya. Walau Rini pernah juga mendapatkan julukan ‘piala bergilir’, aku tidak merasa keberatan. Dan pada akhirnya akulah pemenangnya yang bisa menggandengnya ke pelaminan.<br /><br />Sesudah melewati tahun pertama pernikahan, kami merasakan adanya kurang seimbang, khususnya dalam hal hubungan seksual. Secara sederhana, Rini orangnya ‘hot’ banget, sementara aku mungkin ‘cool’ banget. Aku merasa kewalahan kalau mesti menuruti kemauannya. Dia mau setiap hari berhubungan seks. Sementara aku merasa cukup 2 kali seminggu. Untuk memenuhi keinginannya Rini memberikan aku berbagai macam jamu atau obat kuat. Pertama-tama kuikuti kemauannya itu. Tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama. Bagaimanapun kapasitas normalku ya, seminggu 2 kali itu. Akhirnya solusinya adalah kompromi, aku akan selalu berusaha menaikkan kapasitasku dan dia sedikit menurunkan kapasitasnya. Hasilnya? Entahlah.<br /><br />Walaupun belum mempunyai anak, karena kami sepakat untuk KB sampai keadaan ekonomi kami mantap, Rini tidak kekurangan kesibukkan. Dia sering menerima pesanan ‘caterring’ dari teman atau tetangga untuk hajatan-hajatan kecil di seputar rumah kami. Terkadang dia juga membuat makanan kecil untuk dititipkan ke warung-warung. Itu semua dia kerjakan dengan senang hati untuk mencari sekedar tambahan nafkah rumah tangga.<br /><br />Dia juga suka mengeluh risih dengan sikap Pakde Karto. Tetapi dia bilang nggak mau terlampau risau dan tetap menunjukkan sikap sopan sebagai keponakan mantu.<br /><br />Sejak beberapa bulan terakhir ini aku terseret pergaulan teman di kampung ikut main lotere buntut atau yang biasa disebut ‘togel’. Pada awalnya aku menyaksikan seorang teman menarik kemenangan sebesar 15 juta rupiah kontan. Aku langsung tergiur. Saat pertama kali aku pasang togel, Rini marah dan sangat tidak setuju. Tetapi sesudah aku berusaha menenangkannya akhirnya dia tidak lagi menentang walaupun tidak sepenuhnya menerima gagasanku. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya dari sekian nomer yang kupasang salah satunya berhasil menang. Aku berhasil menarik 1 juta rupiah. Dengan gembira uang itu kuserahkan seluruhnya kepada Rini. Ternyata istriku ini menerimanya dengan dingin. Aku tidak putus asa dengan sikapnya itu. Aku anggap itu sebagai tantanganku untuk memenangkan kesempatan berikutnya. Kini setiap hari aku selalu sibuk dengan togel. Setiap hari berusaha mencari kode-kode nomer bagus. Mungkin lewat mimpi sendiri atau mimpi tetangga, nomer mobil yang melintas atau mentafsirkan gambar-gambar kode yang kudapat dari bandar atau tanya ke dukun.Demikianlah hal tersebut berjalan beberapa waktu dan ternyata aku tak pernah lagi menarik kemenangan yang berarti.<br /><br />Pada akhirnya aku benar-benar bangkrut. Dan tak ada jalan lain kecuali aku telpon ke Pakde Karto untuk pinjam uang. Setelah berbasa basi untuk keperluan apa uang itu dan kapan aku mengembalikannya akhirnya dia setuju untuk memberi pinjaman. Sebagaimana biasa Pakde Karto datang ke rumah. Walaupun hatiku resah karena ada satu nomer togel penting yang kuyakini akan keluar malam ini tetapi aku harus sabar sampai Pakde Karto menyerahkan uangnya ke istriku Rini. Kali ini rasanya aku nggak keberatan kalau Pakde Sastro akan melotot untuk menikmati kecantikan istriku. Silahkan, yang penting duitnya cepet turun.<br /><br />Sesudah aku menanda tangani pernyataan hutang yang selalu telah disiapkan Pakde dan saat amplop uang diserahkan ke istriku yang untuk selanjutnya dibawa dan dia taruh di bawah bantal, aku cepat bergerilya.<br /><br />Tanpa sempat menghitung kucomot separo dari tumpukkan uang itu. Dengan alasan akan ke warung beli rokok kutinggalkan Pakde Karto di rumah bersama Rini istriku. Aku tak sempat lagi memperhatikan wajah Pakde yang langsung hingar bingar sambil menganggukan kepalanya padaku. Yang kupikir sekarang adalah secepatnya menuju tempat bandar togel dan memasang nomer pilihan. Aku akan tunjukkan pada istriku bahwa memasang togel juga merupakan usaha yang bisa menghasilkan. Lebih dari separuh uang yang kubawa kupasangkan pada nomer pilihanku dan sebagian lainnya kupasang sebagai cadangan apabila nomer pilihan meleset. Aku yakin besok bisa mengembalikan utangku pada Pakde dan sisanya yang masih sangat besar akan kuserahkan seluruhnya pada istriku.<br /><br />Demikianlah perputaran kehidupanku akhir-akhir ini. Nomer togel itu nggak pernah lagi kumenangkan. Rini selalu marah-marah dan semakin sinis padaku. Dan hutangku pada Pakde Karto sudah tak terhitung lagi. Pada hari-hari terakhir ini aku selalu lari menghindar kalau orang suruhannya datang mencari aku. Dan melihat wataknya Pakde Karto pasti akan terus mengejarku hingga uangnya bisa kembali.<br /><br />Pada suatu pagi datang utusannya membawa surat. Aku tak berani menemuinya. Isteriku menerima surat itu,<br />“Datanglah ke kantor. Jangan khawatir. Ada jalan keluar yang sama-sama menguntungkan. Saya tunggu siang ini. Pakdemu.”<br />Ah, nampaknya kali ini Pakdeku benar-benar mau membantu keponakannya yang sudah pusing tujuh keliling. Aku berpikir dia akan suruh aku membantu pekerjaannya di kantor agar aku bisa melunasi hutangku. Sesudah aku pamit istriku tanpa ragu aku datang ke kantornya.<br /><br />Di kantornya aku langsung diantar Satpam masuk ke ruangan Pakde. Pakde menyuruh aku duduk di sofa dan menyuruh Satpamnya yang nampak kekar berotot itu agar berdiri menunggu. Ternyata Pakde menampakkan wajahnya yang sangar. Dia melihati aku seperti seorang pemangsa melihati korbannya. Dengan pandangan matanya yang bak elang siap mencabik-cabik mangsanya Pakde berbicara dengan garang, “Begini Herman. Aku tahu kamu nggak mungkin bisa membayar hutangmu yang hingga saat ini telah mencapai lebih dari 15 juta rupiah belum termasuk hitungan bunganya. Sekarang hanya ada satu pilihan yang menyelamatkan kamu atau urusannya jadi lain,” dia mengakhiri omongannya sambil melirik ke Satpamnya.<br /><br />Dalam keadaan yang sangat putus asa mana mungkin aku punya gagasan-gagasan untuk memecahkan masalahku. Dan tekanan Pakde Karto ini memang pantas aku terima. Aku memang sudah banyak janji tak bisa kupenuhi. Aku bangkrut dan istriku terus marah-marah. Maka secepatnya aku pasrah saja. Aku menyerahkan pada Pakde. Apapun jalan keluarnya aku akan menyetujuinya yang penting hutangku lunas. Nampak sikap Pakde melunak. Dia suruh Satpamnya meninggalkan ruangan.<br /><br />Pakde mendekat sambil menepuk pundakku. Dia minta aku mendekatkan kupingku. Beberapa saat dia membisikkan usulnya. Sejak awal bisikkan kupingku sudah langsung panas terbakar dan aku benar-benar terpojok tanpa punya pilihan. Pakde bilang, aku bisa melunasi hutangku kalau dia boleh mengajak isterku Rini ke villanya. Kalau aku tidak setuju mesti melunasi hutangku dalam tempo 1 kali 24 jam atau urusannya jadi lain.<br /><br />Masih ada tambahkan lagi, dia akan tidur bersama Rini selama 3 hari dan agar aku ikut juga ke villa. Pelayannya sengaja dia liburkan karena Pakde takut mereka lapor ke istrinya. Aku harus menggantikan tugas pelayan-pelayan itu untuk membersihkan kamar dan melayani kebutuhan Pakde bersama Rini istriku selama di sana.<br /><br />Dia bilang hal itu terpaksa dia lakukan sebagai pelajaran untukku. Kini aku harus cepat pulang untuk menyampaikan hal ini kepada istriku. Besok pagi dia akan mengirim mobil untuk menjemput aku dan Rini. Kami harus berlagak sebagai suami istri yang datang dan menginap di villa itu. Pakde Karto akan datang sendirian menjelang sore hari yang akan berlagak seolah-olah sebagai tamu kami.<br /><br />Rupanya naskah Pakde sudah dirancang secara matang. Mataku langsung berkunang-kunang mendengar bisikkan iblis itu. Aku tak ingat apa-apa lagi dan terjatuh lemas ke lantai. Saat aku sadar kulihat Satpam tadi sudah mendudukkan aku ke sofa. Aku diberinya minum. Aku masih terhenyak beberapa saat. Pakde Karto tak kulihat lagi. Dia hanya pesan pada Satpam untuk menyampaikan sebuah amplop. Saat kubuka kulihat dua puluh lembar 100 ribuan rupiah dan secarik surat, “Herman, besok mobil menjemput kamu bersama Rini, jam 7 pagi. OK?! Pakdemu.”<br />“Bajingan..!”<br /><br />Aku tak melihat jalan keluar. Dengan sebelumnya aku minta maaf yang sebesar-besarnya, dengan susah payah aku sampaikan keinginan Pakde Karto. Istriku Rini menerima amplop Pakde Karto menengok isinya sambil mendengarkan bicaraku kata demi kata dan kemudian melihat aku dengan penuh iba. Aku tak mampu membaca perasaan dia. Dia nampak marah dan sangat kecewa padaku. Pasti sepertinya sangat dihinakan dan itu sangat menyakitkan. Aku juga langsung membayangkan Pakde akan menjamahi bagian-bagian tubuhnya yang indah dan sangat rahasia. Pakde akan melahapnya dengan kerakusan bandot tua. Dasar ibliiss..!!<br />Selesai aku bicara Rini rubuh ke lantai. Ah, kasihan kamu Rini.. Kamu jadi korban ketidak mampuanku. Aku gagal menunjukkan tanggung jawabku selaku suamimu. Aku sebenar-benarnya adalah suami yang pengecut. Ayoo.., bangunlah. Kuraih tangannya untuk bangun dari lantai. Dengan limbung dia tertatih dan bangkit. Dia langsung lari ke kamar tidur sambil menghempaskan pintunya. Kususul tetapi ternyata pintunya terkunci. Kucoba mengetok-etoknya. Akhirnya kubiarkan. Sebaiknya kubiarkan. Biarlah dia melampiskan kemarahan dan kekecewaannya dulu. Pasti dia tidak ingin aku mendekatinya. Dan pasti, entah bagaimana, Rini saat ini sangat memandang aku dengan penuh kehinaan.<br /><br />Aku mencoba sabar dengan menunggunya hingga sore. Sementara rasa marah, cemburu, dendam, cemburu, cemburu dan cemburu terus mengejar aku setiap aku mengingat ucapan Pakde Sastro. Tetapi aku langsung ingat masa-masa masih pacaran dulu. Aku sering memergoki Rini, yang pacarku waktu itu, nampak jalan berduaan dengan teman lelaki yang lain. Waktu itu aku selalu berpikir positip. Aku yakin dengan kesabaranku akhirnya Rini akan tetap kembali ke aku. Dan itulah yang kemudian terjadi. Dialah yang kini menjadi Rini Herman, khan?! Jadi aku sesungguhnya sudah terbiasa dengan rasa cemburu yang kali ini berkobar dalam hatiku. Aku tetap akan berpikir positip adanya Pakde Sastro bersama Rini istriku selama di villa nanti. Apalagi dengan cara ini Pakde Sastro berjanji akan menganggap lunas seluruh hutang-hutangku.<br /><br />Dan besok, aku bersama Rini harus telah siap saat mobil Pakde datang. Dari berbagai pikiranku yang campur aduk, harapanku tetap pada Rini. Harapanku Rini bisa memahami kondisi ini. Dan Rini siap untuk melayani keinginan Pakdenya.. Ah.. aku sudah semakin pusing.<br />Aku tak mampu lagi memikirkan tetek-bengek apa yang mungkin bisa terjadi. Lebih baik kini aku sedikt mencari hawa segar.<br /><br />Kulihat amplop di meja. Aku ingat nomer impianku hari ini. Ah, nggak salahnya kalau aku ambil sedikit uang itu. Aku langsung bergegas ke bandar togel.<br /><br />Cerita Rini Sang Istri<br /><br />Masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Begitu lulus SMP 3 aku diterima di SMU 1 Sleman, Yogyakarta. Sebagai gadis remaja yang menginjak dewasa aku dimanjakan alamku. Alam telah bermurah memberikan aku kecantikan. Dan bak kembang yang sedang mekar, kumbang-kumbang di sekitarku setiap saat mengelilingi aku untuk siap mencicipi maduku. Dalam kelompok olah raga, dengan tinggi tubuhku yang 170 cm aku diterima sebagai anggota club volley SMU. Setiap ada kompetisi, biar kalah atau menang aku selalu menjadi bintangnya. Para jejaka antar SMU pada mengenali ‘macan’ku. Demikian mereka memberi julukan padaku yang mereka artikan sebagai manis dan cantik. Tentu saja hal itu amat membanggakan dan sekaligus membuat para siswi dan gadis-gadis cemburu dan iri. Aku bersikap ramah pada siapapun yang berusaha mendekati aku.<br /><br />Beberapa pria memang memberikan kesenangan padaku. Aku pikir tidak salah kalau aku memberikan perhatian lebih pada mereka. Salah satunya adalah Ditto yang anak dokter itu. Dia sangat simpatik. Wajahnya yang tampan telah membuat aku kesengsem. Aku merasakan ciuman pertamaku dari Ditto ini. Duh.., rasanya selangit. Aku juga akrab dengan Usman. Dia anak yang paling cerdas di sekolahnya. Dia bercita-cita menjadi ahli pertanian dan peternakan. Kesulitan pelajaranku selalu kutanyakan kepadanya. Usmanlah yang menjadi pria pertama yang berani menjamah dan bahkan menyedoti buah dadaku. Saat itu, dia cerita tentang proses kelahiran ikan paus. Sesudah sekian bulan dalam kandungan ikan paus lahir sebagaimana binatang menyusui lainnya. Dia langsung bisa menyesuaikan lingkungannya yang di tengah samudra. Anak ikan paus langsung bisa berenang dan mencari susu induknya. Aku sangat menikmati saat dia memperagakan sebagai anak paus dan aku induknya.<br /><br />Lain lagi dengan Pandi. Tubuhnya yang jangkung itu membuat dia menjadi banyak incaran gadis-gadis di kota kecil Sleman ini. Kuakui memang dengan jangkungnya itu dia nampak sangat menawan. Gadis-gadis suka cekikikan kalau membicarakan Pandi. Mereka berbisik mengenai penis lelaki jangkung yang dipercayai pasti panjang dan besar. Aku ingin menjadi yang pertama bisa menbuktikan bisikkan-bisikkan para gadis itu. Dan akhirnya aku percaya. Dan aku jadi blingsatan serta penasaran saat berkesempatan jalan dengan dia.<br /><br />Saat itu dengan sepeda motornya dia mengajak aku menyaksikan Samudra Hindia dari Parangtritis yang tidak jauh dari kotaku. Sesudah menelusuri pantainya yang sangat indah kami beristirahat di tempat yang sunyi dari pengunjung kebanyakan. Sesudah melalui proses saling raba dan cium yang cukup lama, dengan tetap duduk di sepeda motornya Pandi membiarkan saat tanganku merabai tonjolan di selangkangan celananya. Aku juga tidak tahu kenapa nafas birahiku memburu. Tanganku melepasi resluiting dan menarik kebawah celananya.<br /><br />Birahiku semakin tak tertahankan saat kulihat alur besar agak melengkung melintang dari balik celana dalamnya. Tanganku merabai, kemudian menyusup lewat tepiannya dan meraih penis itu. Woow.. gede banget. Telapak tanganku merasakan batangan sebesar pisang tanduk yang keras kenyal dan hangat. Batangan itu berdenyut-denyut menggoyahkan saraf-saraf birahiku. Kugerakkan bersama jari-jariku untuk mengelusinya. Kudengar suara yang sangat nikmat ditelingaku. Suara debur Samudra Hindia dan derai angin Parangtritis bersamaan erangan nikmat dari mulut Pandi.<br /><br />Itulah untuk pertama kalinya aku melihat dan menyentuh dan bahkan mencicipi air mani lelaki. Saat mau muncrat kelakuan Pandi menjadi kasar. Kepalaku diraihnya untuk dipaksa mengulum penisnya. Air maninya yang kental keluar dari setiap denyutan penisnya. Karena dorongan birahiku, aku juga menjilati yang tercecer di pahanya dan juga di jok sepeda motornya. Aku nggak habis mengerti kenapa sesudah itu Pandi tak pernah lagi mengajak aku pergi.<br /><br />Kuperhatikan teman-teman pria itu gede cemburuannya. Mereka mau monopoli aku. Aku menjadi kurang nyaman dalam kungkungan macam itu. Biasanya, kalau tidak mereka, ya aku yang meninggalkannya untuk pergi ke pria lain.<br /><br />Akhirnya aku menikah dengan Mas Herman. Ternyata lelaki macam dialah yang bisa menerima aku dengan penuh sabar. Aku tahu Herman telah naksir berat padaku begitu aku menginjak SMU-nya. Sebagai yunior aku sering mendapatkan bantuan mengenai perpustakaan, grup olah raga atau acara antar siwa lainnya.<br /><br />Herman memang sabar dan penuh toleransi. Bahkan saat dia melihat aku jalan berdua-an dengan anak lelaki yang lain Herman tidak merubah sikapnya padaku. Herman juga selalu jadi terminal dan tempat aku mengadu. Kekecewaanku pada pria lain kuceritakan apa adanya padanya. Dia sabar mendengarkan aku dan pada sikapku yang labil. Aku merasakan libidoku kelewat panas. Aku tidak hidup tanpa ada lelaki disampingku. Dan Hermanlah akhirnya yang selalu mengisi kekosonganku.<br /><br />Saat kami sepakat pindah ke Jakarta aku sudah siap untuk menghadapi berbagai cobaan hidup. Aku punya bakat bertualang. Dan salah satunya sudah kubuktikan dalam hal berhubungan dengan lelaki. Aku tidak takut kesulitan di Jakarta. Aku yakin pada diriku, aku juga tidak khawatir dengan Herman yang selama ini mengetahui dan sabar menghadapi berbagai macam kesulitan.<br /><br />Yang kurang aku setujui akhir-akhir ini adalah kesukaannya akan lotere buntut. Aku benci banget kalau lihat lelaki sibuk dengan lotere buntut atau togel itu. Di mataku mereka itu kumuh. Bayangkan saja, mandi saja rasanya tidak sempat. Mereka terjebak pada kertas-kertas kode. Sepanjang harinya hanya memikirkan ramalan-ramalan dukun atau firasat mimpi-mimpinya bahkan mereka ini sudah demikian rapuh dimana sebuah keyakinan bisa langsung buyar berkeping-keping oleh nomer plat mobil yang kebetulan melintas di depannya.<br /><br />Itulah Herman hari ini. Dalam tempo pendek dia terlibat hutang yang besar. Pakde Karto adalah Pakde sepupunya yang kebetulan punya usaha yang cukup maju di Jakarta. Pada Pakdenya inilah Mas Herman minta pinjaman uang kalau lagi kesulitan. Pada awlnya pinjaman itu tak begitu besar dan bisa lekas dikembalikan saat ada sedikit rejekinya. Tetapi sejak bermain togel, kebutuhannya semakin tinggi dengan kemampuan pengembaliannya semakin rendah, bahkan boleh dibilang nol. Pakde sudah tidak mau memberikan pinjaman lagi. Bahkan beberapa hari terakhir ini orang suruhannya mencari-cari Mas Herman yang selalu menghindar. Terus terang aku repot banget menghadapi kenyataan ini.<br /><br />Tadi pagi orang suruhannya kembali datang membawa surat. Aku terima dan baca. Dari nada tulisannya Pakde Karto akan memberikan jalan keluar yang sama-sama menguntungkan. Nggak usah kawatir, begitu katanya. Aku berpikir, mungkin Mas Herman dimintanya untuk membantu pekerjaannya agar bisa melunasi hutangnya. Aku sampaikan surat itu kepadanya. Dia minta pertimbangan aku, apa mesti menemui Pakdenya. Aku bilang itu urusan Mas Herman, terserah mau datang atau tidak. Aku memang agak ketus. Soalnya aku sudah kesal. Sejak awal aku sudah sampaikan bahwa aku tidak suka judi.<br /><br />Akan halnya Pakde Karto, aku memahami sifatnya sebagai lelaki. Umumnya lelaki memang mata keranjang. Apalagi Pakde ini punya uang, dan tampangnya juga ‘handsome’ kata gadis-gadis jaman aku masih SMU dulu. Walaupun sudah umur, lelaki itu ibarat keladi, makin tua semakin jadi dan semakin seksi. Dan itu semua dimiliki Pakde Karto. Dan aku juga sepenuhnya menyadari bahwa Pakde nampak kesengsem padaku. Dari pandangan matanya kurasakan betapa dia pengin banget melahap tubuhku. Terus terang diam-diam aku menikmati mata keranjangnya Pakde. Tentu sikapku ini tak akan kutunjukkan pada Herman suamiku. Aku masih suka mimpi merasakan kembali bagaimana kumbang-kumbang terbang mengitari aku sebagai kembangnya. Kekaguman lelaki yang nampak matanya rakus menikmati tubuhku sungguh membuat bergetar hatiku. Mata-mata penuh nafsu yang seakan melihat aku telanjang itu benar-benar memberikan aku gairah birahi.<br /><br />Aku memang berdarah panas. Aku selalu rindu belaian. Aku selalu merindukan sentuhan dan tusukkan erotis. Mas Herman suamiku berterus terang tidak bisa mengimbangi darah panasku. Aku sering membayangkan lelaki lain atau semacam Pakde Karto yang mampu memberikan kehangatan semacam itu. Kalau sudah begitu aku ingat kembali saat-saat bersama Ditto, Usman atau Pandi. Masih terasa banget dihidungku aroma mereka. Masih terasa banget dibibir dan lidahku di bibir, leher dan dada mereka dalam kecupan dan jilatan manisku. Masih terasa banget hangatnya cairan kental dari penis Pandi yang membasahi mulutku. Ah.., akankah hal itu akan kudapatkan lagi?<br /><br />Memang Pakde Karto tidak lagi pantas menjadi panutan Mas Herman sebagai keponakannya. Setiap kali datang ke rumah yang semestinya urusannya sama Mas Herman, Pakde justru mengumbar matanya seakan hendak menelanku. Sering aku lihat dia hanya mengangguk-angguk saat Mas Herman menyampaikan sesuatu, sementara wajahnya melihati ke arahku.<br /><br />Belum lama ini dia datang atas permintaan Mas Herman untuk meminjami uang, sesaat sesudah menerima uang Mas Herman yang sedang kegilaan sama togel pergi ke bandar togel untuk mengejar mimpinya dan meninggalkan aku yang hanya bersama Pakde Karto. Tentu saja Pakde langsung menggunakan kesempatan itu untuk lebih mendekati aku.<br /><br />Dengan gaya seolah-olah orang tua yang melindungi anaknya, dia mengelusi rambutku,<br />“Rini, kalau kamu punya masalah biar Pakde bantu ya. Kamu masih muda dan sangat ayu. Seharusnya kamu nggak perlu menderita. Kamu perlu apa? Ngomong saja nanti aku bantu ya, Cah Ayu”.<br />Duh, gombalnyaa.. Aku merinding saat tangannya yang nampak berbulu sempat menyentuh kudukku. Kemudian dia merogoh kantongnya dan memberikan kepadaku amplop besar,<br />“Ini buat kamu sayang. Jangan kasih Herman. Nanti buat judi lagi.”<br />Tentu saja aku terima. Aku juga perlu uang pribadi. Aku bertemu pandang dengan Pakde,<br />“Terima kasih,” ucapku pelan yang dia balas dengan senyuman buaya sambil tangannya menjumput daguku kemudian menariknya untuk mencium bibirku.<br /><br />Peristiwa itu sama sekali tak kuduga dan berlangsung sangat cepat sehingga aku tak sempat menghindarinya kecuali dengan secepatnya aku menarik diri dan melepaskan dari rengkuhannya. Ah, seharusnya aku tersinggung dengan tingkahnya itu. Tetapi entahlah. Sepertinya aku tidak bisa berkutik didepan Pakde Karto ini. Pada saat seperti ini rasanya dia sangat kharismatik. Aku tunduk. Aroma parfum lelakinya semburat menerpa hidungku.<br />Sepulang dari kantor Pakde kulihat Mas Herman sangat tegang, kasihan. Aku berjanji pada diriku, apapun aku akan bantu suamiku. Aku ingin meringankan bebannya. Dia langsung duduk bengong, linglung. Aku sodorkan segelas air putih yang langsung diminumnya habis. Dia belum juga ngomong. Diserahkannya padaku amplop yang penuh. Loh, kok dapat malahan uang, pikirku. Aku langsung membukanya. Kudapati segepok uang dan secarik kertas. Aku belum juga ngerti makna semua ini.<br /><br />Pakde Karto akan menjemput kami besok pagi. Apa maksudnya? Mau menjemput kemana? Dengan penuh tanda tanya aku goyang-goyangkan tubuh Mas Herman. Akhirnya dengan tersendat-sendat dia bicara dan bicara. Aku mencoba menangkap kata per kata. Kemudian aku mencoba memahami rangkaian kata-kata tadi. Hingga akhirnya aku tetap tak mengerti bahwa seorang Pakde Karto akan caranya yang demikian buruk untuk bisa mendapatkan dan menikmati tubuhku. Ah, kenapa mesti begini..?!<br /><br />Tetapi yang sesungguhnya paling menyedihkan dan langsung membuatku sangat kecewa adalah sikap Mas Herman sendiri. Dia sama sekali tidak menunjukkan kapasitasnya sebagai suami. Dia ternyata hanyalah seorang pengecut. Dia dengan begitu tega mengorbankan aku sebagai isterinya. Dengan dia menerima amplop berisi uang yang kini ditanganku berarti dia benar-benar telah menjual aku dan menjadikan aku sebagai alat untuk membayar hutang-hutangnya dengan sama sekali tidak membicarakannya padaku terlebih dahulu. Dan kini, aku harus dan harus menerima buah kepengecutan dia. Aku langsung limbung. Kulihat dinding-dinding kamar oleng dan jungkir balik. Tubuhku sangat lunglai dan aku langsung terjerembab ke lantai. Aku kini merasa sebatang kara tanpa ada seorangpun yang melindungiku. Fungsi Mas Herman sebagai suami sudah musnah karena kepengecutannya. Dia tak akan pernah mampu menyelamatkanku lagi.<br /><br />Kurasakan tangan Mas Herman menarikku bangkit. Pelan-pelan aku bangun dari lantai dan langsung lari ke kamar tidur. Pintunya kubanting dan aku mengunci diriku. Aku rebah tergolek dan tersedu di ranjang. Ketukan pintu yang bertubi-tubi dari Mas Herman tak kudengarkan. Kini yang hadir dalam hati dan pikiranku adalah rasa marah, kecewa dan dendam. Aku marah, kecewa dan dendam kepada kehidupan ini. Kepada ketidak mampuan dan segala kelamahan yang aku alami. Kepada sikap suamiku yang bagitu mengabaikan saat aku melarangnya berjudi. Dan tetap tak habis heranku memikirkan rencana Pakde Karto itu yang jelas-jelas mengorbankan hubungannya dengan keponakannya. Ber-jam-jam aku tidak keluar dari kamar. Pikiranku terus melayang-layang memikirkan banyak hal-hal. Aku menerawang jauh ke hari depan yang begitu gelap dan mendung.<br /><br />Aku keluar kamar menjelang malam. Tak kujumpai Mas Herman. Kulihat amplop di meja setengah terbuka. Kuambil. Ternyata isinya tinggal separuh.<br />Edaann.., sungguh edaann.. kamu Mas.., dalam situasi begini kamu masih menyempatkan pergi untuk ke bandar togelnyaa..!! Edaann..!!<br />Tiba-tiba aku hatiku jadi menyala berkobar.. Kalau begini jadinya, sudahlah.. terjadilah apa yang mesti terjadi. Seperti dicambuk jilatan geledek dan petir aku bangkit sebagai banteng betina yang sangat marah dan kecewa. Aku mau bebas. Aku mau merdeka. Dan, ah, aneh.., tekad itu langsung membuat marah, kecewa dan dendamku langsung pupus. Kebebasan dan kemerdekaanku membuka kesadaranku bahwa aku tak perlu tergantung siapapun. Dan yakin mampu berjalan sesuai dengan rasa bebas dan merdekaku.<br /><br />Sikap itu langsung membatu dalam diri sanubariku. Aku akan mengambil langkahku sendiri. Kini kuyakini, akulah yang harus mengambil keputusan untuk diriku sendiri. Tak ada lagi suami atau Mas Herman. Yang ada hanyalah aku yang sendirian dengan hari-hari depanku sendiri. Aku akan jalani apa yang mesti aku jalani. Aku akan jemput Pakde Sastro sesuai dengan kebebasan hatiku. Aku akan layani dan puaskan hausnya nafsu hewaniah Pakde Sastro. Aku akan mereguk kenikmatan syahwatku yang selama ini tak sepenuhnya kudapatkan. Aku akan tunjukkan pada Herman bahwa aku kini bebas se-bebas-bebasnya.<br /><br />Cerita Pakde Karto<br /><br />Setiap mengingat bahwa aku ini hanya jebolan SMP dari desa kecil di kecamatan Sleman, Yogyakarta, yang kalau aku turun di terminal saat pulang kampung masih memerlukan 1 jam lagi berjalan kaki dan nyeberangi kali hingga sampai ke rumahku di kaki bukit Menoreh, maka aku merasa bahwa apa yang kini aku bisa raih di Metropolitan Jakarta ini sungguh membanggakan.<br />Dan kalau aku pulang kini, ibaratnya aku cukup dengan duduk di jok empuk sambil nginjak-injak rem serta gas mobil Panther-ku sejak start dari pintu garasi rumahku di Jakarta hingga turun di samping kandang sapi orang tuaku di desa kecil di kecamatan Sleman itu.<br /><br />Jakarta memang memberi apa yang kuminta. Usahaku yang menyalurkan tembakau untuk pabrik-pabrik rokok kecil di Jakarta membuahkan hasil. Aku menjadi pusat omongan di desaku.<br />Kalau kudengarkan omongan orang desa, aku kini sudah menjadi orang yang pantas menjadi contoh mereka. Nggak tahu dari mana asalnya, kalau mereka ketemu mereka memanggilku dengan ‘den Karto’. Aku nggak menampik panggilan itu. Aku anggap bahwa itu urusan mereka.<br /><br />Yaahh.., semuanya itu karena kerja keras dan uang yang kuhasilkan. Terbukti dengan uang aku bisa meraih banyak kesenangan. Makan enak, rumah, beberapa mobil dan kesengan lainnya.<br />Bahkan biarpun umurku sudah 57 tahun dengan uang itu aku tetap dengan gampang menggaet gadis atau janda manapun yang kumaui. Memang menurut orang-orang aku juga termasuk lelaki yang memiliki tampang dan seksualitas yang lumayan.<br /><br />Saat ini aku lagi kesengsem sama Rini istri Herman keponakan sepupuku. Pada awalnya Herman menemuiku di kantor untuk minta bantuan keuangan padaku. Aku memberikan bantuan ala kadarnya. Aku pikir nggak baik terlalu gampang pada famili, nantinya bisa jadi repot. Saat pulangnya, karena memang masih ada hubungan famili, aku antar pulang ke rumahnya untuk melihat keadaan rumah tangganya. Saat itulah aku lihat Rini. Isteri Herman ini benar-benar cantik dan manis. Pikiranku langsung terganggu. Aku tahu, perempuan macam Rini ini akan sangat galak dan panas saat di ranjang. Dengan warna kulit yang coklat hitam manis, dengan postur jangkung dan bahunya yang bidang indah itu, aku pastikan Herman kewalahan menghadapi birahinya Rini. Lihat, betisnya itu. Betis yang ‘merit’ bak padi Cianjur yang matang dan padat sebelum dituai. Itu menandai bahwa nafsu perempuan ini tak mudah terpuaskan.<br /><br />Aku langsung kasmaran. Dalam hatiku aku langsung bertekad. Rin, kamu pasti akan tidur bersamaku. Aku akan meraihmu, lambat atau cepat. Sejak saat itu aku selalu menunggu kesempatan. Aku tak pernah menolak permintaan pinjaman uang Herman, karena memang aku selalu gunakan kesempatan itu untuk melihat Rini.<br /><br />Suatu saat bisnisku mendapatkan kesulitan keuangan. Tagihan-tagihanku agak tersendat karena para langgananku mengulur waktu pembayarannya. Sementara para pemasokku yang dari berbagai daerah gencar banget menagih aku. Bahkan salah satu dari mereka mengancam aku secara fisik hingga aku khawatir akan keselamatanku maupun keluargaku. Aku menghadapi krisis berat, krisisnya bisnis di tengah metropolitan yang kejam. Aku kewalahan. Aku coba tengok-tengok kembali dimana uang-uangku. Dimana tunggakan-tunggakan macet.<br /><br />Dan kudapatkan dari sekian penunggak hutang salah satunya adalah Herman. Ternyata pinjaman Herman padaku sudah kelewat besar dan telah jauh melewati batas waktu pembayaran. Ah, ini tak boleh kubiarkan. Aku tahu bahwa tak akan gampang bagi Herman melunasi hutang-hutang ini. Tetapi aku harus menagihnya. Bukankah terakhir ini dia suka pasang lotere buntut. Siapa tahu dia dapat pukulan telak yang bisa langsung melunasi seluruh hutangnya. Dan kalau toh tak bisa juga?<br />Bukankah ada Rini istrinya yang sangat seksi itu? Aku pikir biarlah hutang itu kuanggap lunas kalau aku bisa meniduri Rini barang 2 atau 3 hari saja. Kini kuperintah orangku untuk mendatangi Herman dan mengajukan surat tagihannya.<br /><br />Setelah beberapa kali mencari-cari orangku tak berhasil menemui Herman aku mulai kesal. Masak bantuan dan kebaikanku padanya selama ini tidak dihargai. Setidak-tidaknya ada omongan atau janji kapan, begitu loh. Aku tersinggung dan marah. Herman ini mesti dikasih pelajaran. Dia harus tahu bagaimana aku Pakdenya menyelesaikan masalah-masalahnya. Aku harus cari siasat. Aku coba pikirkan dan analisa.<br /><br />Kesimpulanku akhirnya, bahwa Herman tak akan mampu membayar hutangnya. Kuhitung telah lebih dari 15 juta rupiah, belum termasuk bunganya. Itu jumlah yang besar buatku kini. Aku tak mau rugi. Aku tak mau hasil jerih payahku begitu saja diambil Herman yang memang dasarnya pemalas itu. Aku harus mendapatkannya kembali uang itu. Kalau nggak bisa juga, aku harus dapatkan pengganti yang kira-kira nilainya sepadan. Rini, istrinya!<br /><br />Kini Herman tinggal pilih, bayar hutang dengan uang atau Rini. Aku bergegas ke mejaku. Kutulis surat untuknya. Kuperintahkan orangku kembali mengantarkannya dengan pesan, kalau tak ketemu Herman, serahkan saja ke isterinya, suruh dia baca untuk disampaikan ke suaminya. Aku bersiasat dengan memberikan nada harapan pada surat itu. Aku minta datang ke kantor siang hari itu. Aku bilang jangan khawatir, ada jalan keluar yang sama-sama menguntungkan, tulisku.<br /><br />Nah, akhirnya datang juga si pecundang ini. Dengan diantar Satpam dia masuk keruangan kerjaku. Aku menampakkan wajah sangarku. Kuperintah Satpamku agar menunggu dan mendengarkan bicaraku. Nampak wajah lelahnya. Aku bicara garang tentang hutangnya yang sama sekali belum dibayar. Aku berikan padanya kesempatan untuk mendengar bicaraku atau urusannya jadi lain. Nada bicaraku kubuat sangat menekan dia. Dan ternyata Herman langsung menyerah. Dia bilang terserah bagaimana aku. Yang penting dia ingin lekas terbebas dari hutang-hutangnya yang menumpuk itu.<br /><br />Aku langsung bayangkan bahu bidangnya Rini. Juga betisnya yang bak beras Cianjur yang matang itu. Kutolehkan kepalaku ke Satpam. Kusuruh dia keluar ruangan. Kemudian aku mendekat ke Herman, kupegang bahunya dan kudekatkan bibirku ke telinganya, aku berbisik. Kuucapkan apa mauku. Aku mau mengajak Rini ke villaku selama 3 hari dan aku mau juga dia ikut untuk menggantikan tugas pelayanku yang kusuruh pulang selama aku bersama Rini di sana. Hal ini aku lakukan agar pelayanku itu tidak melihat apa yang kuperbuat dan lapor pada istriku. Kutekankan pula bahwa semua ini karena ulahnya yang tidak bertanggung jawab. Dia harus menerima pelajaran dariku.<br /><br />Aku belum selesai bicara saat kulihat Herman nampak limbung dengan cahaya matanya yang layu. Dia rebah lemas ke lantai. Aku panggil kembali Satpamku untuk mengurusinya. Kuserahkan amplop berisi 20 lembar ratusan ribu rupiah berikut sedikit catatanku agar Rini bersama dia telah siap aku jemput besok jam 7 pagi. Aku percayakan pelaksanaan selanjutnya pada Satpamku, aku tinggalkan ruangan. Aku monitor sorenya. Tidak ada reaksi penolakkan dari Herman. Yaa.., dia nggak mungkin punya lain pilihan. Dan mengenai Rini. Aku yakin Rini tak akan menolakku. Aku masih ingat beberapa hari yang lalu saat aku mencuri ciuman dibibirnya, dia tidak menunjukkan kemarahan. Ah.. besok aku akan menikmati tubuh sensualnya. Aku menggigil menahan gelora birahiku yang langsung menyala.<br /><br />Tiga hari di Villa Rimbun Ciawi<br /><br />Pada suatu pagi hari, sekitar jam 7 pagi sebuah sedan Honda Civic keluaran terbaru dengan remnya yang berdernyit berhenti di depan rumah keluarga Herman. Seorang sopir yang amat sopan nampak turun, masuk kehalaman dan memberikan salam hormat kepada nyonya rumah yang rupanya sudah nampak tak sabar menunggunya. Tidak terlalu lama sang sopir menunggu, tuan dan nyonya rumah mengambil koper atau cangkingan lainnya yang telah disiapkan sebelumnya. Sesudah semua barang bawaan masuk ke begasi, Herman sang tuan dan Rini sang nyonya memasuki mobil. Ada sedikit insiden kecil. Rini mau Herman duduk di depan bersama sopir dan dia sendirian di belakang. Semula Herman menolak, dia ingat pesan Pakdenya mereka harus nampak sebagai suami istri yang akan memakai villanya.<br /><br />Tetapi melihat kukuhnya Rini akhirnya Herman mengalah. Sepanjang hampir 1 jam perjalanan keduanya tidak banyak bicara. Hanya sesekali terdengar Herman ngomong sama sopir mengenai apa yang nampak sepanjang perjalanan. Adapun Rini kelihatannya sedang berusaha untuk menenangkan dirinya. Dia yang telah memutuskan dirinya sebagai pengambil keputusan bagi dirinya sendiri kini nampak tegar dan yakin akan keputusannya sebagai orang yang bebas dan merdeka untuk menentukan apapun yang terbaik bagi dirinya.<br />Walaupun saat ini dia masih dikuasai rasa muak dan telah kehilangan selera sama sekali untuk berbicara atau melihati tingkah suaminya itu, dia tetap berusaha untuk menghilangkan berbagai rasa kecewa dan dendam kepada siapapun teristimewa kepada Herman. Yang dia inginkan sekarang adalah menunjukkan kepada Herman bahwa dia berbuat apapun yang bisa dia perbuat sesuai keinginan hatinya.<br /><br />Herman yang tadi malam baru pulang jam 11 malam untuk menunggu keluarnya nomer togel tidak memahami apa yang tengah berkecamuk pada diri istrinya Rini. Yang dia simpulkan hanya bahwa Rini ternyata mau menerima apa yang menjadi keputusan Pakde Karto. Dan itu artinya dia telah sukses dalam menjalankan misinya demi terbebasnya beban hutangnya pada Pakde Karto. Dia sudah tidak lagi dikuasai rasa cemburu atau rasa tertekan yang lain. Memang Herman termasuk lelaki yang paling mudah menyerah. Dengan sikapnya yang sabar dan selalu mau berpikir positip dia dengan cepat beradaptasi dengan kekalahannya. Tentu saja cara begini ini membuat rancu antara orang sabar dengan pikiran positif yang sejati versus orang yang memang tidak memiliki motivasi, daya juang dan stamina untuk bertahan di tengah berbagai kesulitan hidup macam si Herman ini.<br /><br />Bangunan Villa Rimbun Ciawi milik Pakde Sastro ini relatip kecil dibandingkan halamannya yang hampir seluar 2 hektar itu. Dalam vila ada 2 kamar tidur, 1 utama yang besar lengkap dengan kamar mandi di dalam dan yang lainnya lebih kecil. Ada dapur yang lengkap dan ruang tamu berikut perabotannya yang sangat nyaman. Di belakang rumah ada taman yang asri lengkap dengan kali kecil yang mengalir di dalamnya. Nampak dikejauhan lebih ke belakang hutan pakis dan pinus yang bersuasana sangat alami. Kesejukkan pegunungan di kawasan Ciawi ini membuat villa ini terasa sangat romantis dan tepat bagi mereka pasangan yang sedang berbulan madu. Setelah menyerahkan kunci villa bersama amplop surat Pakde Karto khusus untuk Rini dan bungkusan besar berisi makanan untuk siang itu, Pak sopir minta pamitan untuk balik ke Jakarta.<br /><br />Sepulang Pak sopir, Rini cepat membuka surat itu. Herman tahu menempatkan diri. Dia berpura tak acuh, berdiri dan jalan ke beranda. Pakde bilang agar Rini menempati kamar utama yang besar, dan Herman memasuki kamar di sebelahnya yang kecil. Pakde akan datang sekitar jam 3 sore, karena masih ada beberapa pertemuan di Jakarta. Tanpa bicara Rini kemudian menyerahkan surat itu kepada Herman agar tahu apa yang dimaui Pakdenya. Dengan membanting pintu dan menguncinya Rini memasuki kamar utama sesuai kemauan Pakde Karto. Dan Herman langsung mengangkat tasnya sendiri ke kamarnya.<br /><br />Ah.. kamar ini.. betapa mewah dan nyamannya.. Diarah samping nampak jendela besar dengan pintu ke beranda yang memberikan pemandangan indahnya alam pegunungan. Sesudah menaruh kopernya Rini mengamati interior kamarnya. Di samping ranjang mewah yang beralaskan sutra dia dapati vas besar dengan kembang mawar merah yang segar. Haahh.. tentunya sesorang telah menatanya sebelum dia datang. Mungkin Pakde yang, siapa tahu, nginap disini tadi malam dan menyiapkan segalanya, kemudian subuh balik ke Jakarta. Ah.. ada surat kecilnya..<br />“Rini sayangku.. aku mencintaimu .. Karto.”<br /><br />Lihat di pojok itu. Bukankah itu wewangian aroma therapy di atas lilin kecil dari Korea yang sangat mahal itu? Sangat romantis. Rini sangat tersanjung dengan pernik-pernik itu. Sungguh pintar bulusnya Pakde Karto ini.<br /><br />Rini ingin tahu lebih banyak lagi apa yang telah diperbuat Pakde Karto. Dia temukan baju tidur lembut tergantung di lemari pakaiannya disamping beberapa gaun-gaun mewah dan baru yang juga siap pakai. Dia pastikan semuanya itu untuk dia. Sesuatu yang belum pernah dia dapatkan dari suaminya sendiri. Dia ambil gaun-gaun itu dan bak peragawati dia memantas-pantaskan gaun-gaun itu pada tubuhnya di depan cermin. Sesekali dia senyum ketika menerawang ke cermin. Ah, bukankah kamu memang cantik dan luwes, Rin. Semua busana-busana itu dalam ukuran yang sungguh tepat untuk tubuhnya. Bukan main Pakde ini.<br /><br />Berjam-jam dan hampir sepanjang hari Rini menyibukkan dirinya di kamar utama itu. Dia kembali membaca surat kecil romantis itu, Dia kembali mengamati wewangian mahal dari Korea itu dan berkali-kali mencoba pakaian-pakaian indah dan mewah yang bermacam dalam lemari itu.<br /><br />Sementara itu Herman memasuki kamarnya. Tidak ada yang istimewa dia temukan dalam kamar itu. Mungkin ini kamar yang biasa dipakai pelayan atau penunggu villa ini. Nampak ranjangnya ditutup dengan sprei yang sudah lusuh. Kalau toh ada semburat wewangian itu karena aroma therapi yang semerbak menyebar keluar dari kamar utama dimana kini Rini berada. Sementara satu-satunya pemandangan adalah jendelanya yang justru menghadap ke arah jalanan dengan lalu lalang berbagai macam kendaraan yang melintas. Selebihnya adalah dinding-dinding kamar yang menjadi batas kamarnya dengan kamar Rini.<br /><br />Ohh.. tunggu dulu. Bukankah ini dinding artistik buatan dari papan-papan kayu pegunungan. Dan lihatlah, papan-papannya yang artistik ini penuh celah-celah dimana sesorang bisa mengintip ke kamar sebelahnya. Nah, aku bisa ngintip Rini, dong. Sedang apa dia?<br /><br />Dan itu yang kemudian dilakukan Herman. Dan, ah.. benar.. dia kini bisa melihat istrinya sedang memantas-mantas dirinya dengan busana-busana indah yang pasti telah tersedia baginya. Ah, betapa cantik istriku Rini, begitu kata hatinya. Memang dia selalu bangga akan kecantikkan istrinya. Dan Herman tahu banyak lelaki yang kepingin bisa tidur dengan Rini.<br /><br />Kemudian dia membayangkan sesaat nanti akan menyaksikan dari celah papan ini bagaimana Pakde Karto si bandot tua itu melahapi tubuh cantik isterinya itu. Ah, jangaann..!!<br />Tiba-tiba kembali Herman disergap rasa sakit dan cemburu yang menyala-nyala. Rasanya tak mungkin dia bisa rela menyaksikan Rini dalam pelukan Pakdenya. Dan akan melihat bagaimana Pakdenya melepasi satu-satu pakaiannya hingga istrinya bertelanjang. Dan bahkan dia akan dalam rengkuhan penuh birahi Pakde Karto yang juga akan sama-sama telanjang. Tiddaakk..!!<br /><br />Herman kepingin membenturkan kepalanya ke dinding-dinding kamar itu. Tetapi kenapa?? Bukankah karena pengorbanannya dan juga pengorbanan istrinya hutangnya yang kini mencekik lehernya itu akan lunas? Bukankah dia akan terlepas dari beban yang tak tak terelakkan itu? Dan Pakdenya tidak lagi mengejar-kejarnya? Ah.., aku rasa pantas apa yang mesti aku terima kini. Dan itu artinya, nilai istrinya tidak murah. Bayangkan hutang yang lebih dari 15 juta rupiah cukup dibayar dengan membiarkan Pakdenya tidur dengan isterinya selama 3 hari. Dan bukankah sesudah itu dia bisa kembali memiliki Rini untuk selamanya? Hanya 3 hari, Man!<br /><br />Pikiran terakhirnya ini langsung meredakan perasaan marah, sakit dan cemburunya. Dia kembali ke lubang pengintipan. Tiba-tiba dia merasakan hal yang aneh pada dirinya..<br /><br />Celananya langsung berasa sesak. Kini kemaluan Herman ngaceng saat membayangkan istrinya digauli Pakdenya. Memang terbersit rasa cemburunya kembali, tetapi dia juga membayangkan bagaimana nanti saat Rini menerima kenikmatan syahwat yang dilepaskan oleh Pakdenya. Bagaimana nanti dia mendengar rintihan dan desahan-desahan nikmat Rini sekaligus nafas-nafas yang memburu dari Pakde Karto. Bagaimana nanti tubuh telanjang Rini bergesekkan dengan tubuh telanjang Pakdenya untuk bersama-sama mendayung birahi dan melepaskan dendam-dendam nafsunya. Bagaimana nanti bibir Pakdenya yang melumati pentil susu istrinya dan sementara kemaluan Pakde berusaha mencari jalan untuk menembusi kemaluan istrinya. Dan bagaimana nanti saat kemaluan Pakde, yang dia yakin ukurannya pasti lebih hebat dari miliknya, menerjang dan merobek bibir kemaluan isterinya. Dan bagaimana nanti dinding-dinding vagina Rini dirundung rasa gatal kemudian mencengkerami batangan bulat besar dan panjang milik Pakdenya.<br /><br />Ah.. sudah, sudah, sudaahh..!! Herman langsung lari keluar kamar. Dia nggak mau dikejar bayangannya sendiri. Dia menghambur ke taman dimana ada kali kecil yang mengalir di dalamnya. Dia hendak melupakan segala sakit dan cemburunya dengan menyibuki diri menangkapi ikan dan udang kecil dari kali itu untuk dilepaskannya kembali.<br /><br />Hingga Pakde Karto datang Rini tidak pernah keluar dari kamarnya. Hari itu sama sekali tak ada dialog antara Herman dan Rini sebagai suami isteri. Nampaknya Rini memang menghindar dari kemungkinan dialog itu. Rini pasti kecewa padaku, demikian pikir Herman. Ah biarlah, yang penting dia sudah mau menuruti kemauan Pakdenya. Bayangkan seandainya Rini menolak, apa yang akan menimpa dirinya nanti. Dia bayangkan Satpam Pakdenya yang kekar berotot itu.<br /><br />Pakde Karto datang lebih lambat dari janjinya disebabkan kemacetan lalu lintas saat memasuki gerbang tol Jagorawi. Begitu mobilnya memasuki halaman Pakde Karto turun dan melemparkan kuncinya kepada Herman yang telah siap di depan gerbang untuk berlaku sebagai pengganti pelayannya. Kini dialah yang harus membersihkan atau mencuci mobilnya sesudah perjalanan yang penuh debu dan kotor dari Jakarta itu.<br /><br />Dari dalam rumah nampak Rini yang istrinya memperhatikan perlakuan Pakde pada suaminya. Tak terbersit sedikitpun keharuan Rini pada Herman. Rini akhirnya bisa menerima apa yang kini harus dilakukan suaminya. Suatu imbalan yang setimpal atas kepengecutannya sebagai lelaki maupun sebagai suami. Dan kini juga ingin menunjukkan pada Herman bahwa kini dia bulan Rini yang dulu. Dia kini adalah Rini yang bebas dan merdeka yang bisa mengambil keputusan apapun yang dia mau.<br /><br />Begitu Pakde Karto memasuki teras rumahnya, secara menyolok didepan suaminya Rini keluar dari dalam untuk menyongsongnya. Sambil menebar senyuman dia menggait lengan Pakde Karto memasuki villanya. Herman hanya bisa mengikuti dengan ekor matanya. Dan Rini, lihatlah, dia seperti dewi dari surga. Rini mempersiapkan dirinya secara maksimal untuk menyambut Pakde. Dia memakai busana yang paling sensual. Nampak dari bahu dan dadanya yang setengah terbuka. Bahunya yang bidang itu menyajikan pesona sebersit ketiaknya sedemikian sensual.<br /><br />Pakde Karto terpana. Dia tidak menduga bahwa Rini sedemikian antusias menyambut kedatangannya. Sebelumnya dia masih berpikir bahwa akan ada sedikit atau banyak kesulitan dalam menghadapi Rini ini. Ada apa? Mungkinkah ini merupakan ungkapan kekesalan Rini pada Herman suaminya? Ah, .. Pakde Karto tak sempat berpikir jauh. Parfum Rini telah menyeret naluri syahwatnya terbang ke-awang-awang. Rini langsung menggelandang Pakde menuju kamarnya. Ah, nanti aku akan tahulah, demikian acuhnya sambil menyambut rangkulan Rini pada lehernya, tangan-tangan Pakde merengkuh pinggul Rini.<br /><br />Mereka kini saling berpagut. Kehausan bertahun-tahun Pakde Karto pada Rini kini tertumpahkan. Dan bagi Rini inilah puncak pelampiasan dari tumpukkan kemarahan, kekesalan dan kekecewaan pada kehidupannya yang telah beberapa waktu terus menjepit dan menyengsarakannya. Dia terus berusaha menapaki kehidupan yang baru ini. Tanpa ragu-ragu, tangannya dengan terampil melepasi ikat pinggang Pakde Karto. Dia ingin selekasnya menjamah khayalannya. Dia ingin merasakan apa yang pernah dia rasakan dulu bersama Pandi di pantai Parangtritis. Kalau waktu itu gemuruhnya ombak Samudra Hindia, maka kini gemuruh nafsu birahi di dadanya yang akan mengiringi pelampiasan syahwatnya. Gemuruh nafsu birahi Rini dan kehausan syahwat yang amat sangat Pakde akhirnya bertemu dalam kamar Villa Rimbun Ciawi ini.<br /><br />Akan halnya Herman yang telah siap menerima apapun yang harus dia saksikan. Bahkan kini dia sudah memiliki solusi. Dia akan ikut menikmati apa yang terjadi dari balik dinding artistik kamarnya. Dia akan menyaksikan adegan-adegan yang pasti bisa merangsang birahinya. Dan dia akan bisa meraih kepuasan syahwat juga seperti mereka berdua. Dan kini kembali rasa sesak langsung memenuhi selangkangan celananya. Tangannya bergerak membetulkan letak kemaluannya untuk mengurangi jepitan celananya yang menyakitkan.<br />Sesudah dengan cepat menyelesaikan tugasnya Herman kembali memasuki kamarnya. Dengan hati-hati dia mulai mengintip dari celah papan itu dan menyaksikan ulah Pakdenya bersama Rini isterinya. Nafasnya terdengar memburu sejalan dengan apa yang dia saksikan melalui celah dinding papan artistik itu. Dia lihat bagaimana Pakdenya bersama istrinya bercumbu. Nampak celana Pakdenya telah merosot ke lantai dan tangan istrinya menggenggam kemaluannya yang gede panjang itu.<br /><br />“Edan, penis Pakde itu.. penis kuda.., Duh penis Pakdee.. penis ituu..,” teriakkan histeris dari hati Herman melihat kemaluan Pakdenya yang membuatnya terpana.<br /><br />Dia benar-benar terpesona dengan penis Pakdenya. Dan lebih-lebih lagi saat menyaksikan tangan indah dan manis isterinya yang biasa memegang berbagai macam makanan cattering pesanan tetangga itu kini menguruti batang penis yang berkepala mengkilat kecoklatan. Sementara Pakdenya dengan buas menyedot dan menggigiti dari leher turun ke susu dan puting-putingnya hingga membuat Rini menggeliat dan mendesah hebat sambil matanya merem-melek dan kepalanya tergeleng-geleng dan mendongak kelangit-langit kamar utama Villa Rimbun Ciawi itu.<br /><br />Blusnya sudah lepas entah ke mana. Susu-susunya nampak ranum menggunung dan putingnya mencuat siap untuk lahapan haus nafsunya Pakde Karto. Sesekali kedengaran sentakan rintihannya. Itu disebabkan sesekali gigitan Pakde menyentuhi saraf-saraf peka pada buah dadanya yang sangat ranum itu.<br /><br />Tanpa melepas pagutannya mereka bergeser dan bergeser untuk menuju rebah di ranjang. Masih dalam busana atas yang lengkap dengan dasinya yang setengah copot, sementara bagian bawahnya sudah telanjang bulat Pakde Karto menindih Rini. Ditelentangkannya kedua lengan Rini ke atas hingga kedua ketiaknya terbuka. Kemudian dengan penuh kehausannya Pakde Karto menyosorkan bibirnya melumati lembah-lembah indah ketiak Rini. Rini mendesah sambil bergelinjangan menggeliat-liat. Tak diragukan, pasti akan banyak nampak cupang-cupang bekas sedotan-sedotan ganas pada ketiak itu nantinya.<br /><br />Dan kini Herman melihat mereka sambil mulai mengelusi kemaluannya sendiri. Kupingnya menikmati rintihan atau desahan istrinya. Sementara tangannya terus mengikuti alur sedotan dan jilatan Pakde yang turun dari ketiak ke lembah dan bukit di dada Rini isterinya itu.<br /><br />Herman agak kesal, posisi Pakde Karto yang mencumbui istrinya tak nampak jelas disebabkan celah papan ini kelewat sempit. Yang jelas bisa dia tangkap jelas tinggalah suara-suara penuh iba nikmat. Betapa rintihan Rini dan dengus Pakdenya saling bersahut telah membuat dirinya semakin blingsatan karena terbakar birahinya. Tanpa sepenuhnya dia sadari, dia juga ikut-ikutan melepasi celananya, hingga tinggal kolornya yang tinggal. Tangannya merogoh kolor itu dan mengurut dan memijit-pijit kemaluannya. Herman ikut terbawa melayang bersama Pakde yang sedang melahap rakus isterinya.<br /><br />Saat turun dari ketiak, ciuman dan lumatan Pakde meratai lembah dan bukit di dadanya, Rini nampak menggelinjang hebat. Pinggulnya menggeliat dan meliuk-liuk menahan kegelian yang amat sangat seperti ikan moa yang terlepas buruannya dan secepatnya berusaha menangkapnya kembali. Dan Herman juga semakin kenceng merabai kemaluannya sendiri sementara wajah Pakde Karto makin merosot ke perut isterinya.<br /><br />Tak pelak lagi Rini mendesah keras dan tangannya seakan mengiringi desahannya menangkap kepala Pakde Karto dan menjambaki rambutnya untuk menahan badai birahinya. Dan Pakde semakin menggila. Kini bibirnya sudah me-lamuti bulu-bulu kemaluan Rini dan kemudian meluncur cepat ke bibir vaginanya.<br /><br />Nampak banget bagaimana bibir Pakde Karto mencaplok untuk melumati bbir vagina Rini. Lidahnya yang menjilat sambil menyeruak menusuki vaginanya membuat Rini histeris. Tingkahnya yang jatuh bangun disertai derasnya desah dan rintih memaksa Herman mempercepat pijitan dan remasan pada kemaluannya, bahkan kemudian dengan cepat merubahnya menjadi kocokkan ritmis.<br /><br />Sambil terus melototkan matanya untuk menembusi lubang intaian yang sempit, kocokkan Herman yang semakin cepat nampak seperti pompa piston lokomotif diesel penarik Parahyangan Ekspres. Herman tak tahan lagi untuk menahan spermanya. Dan terjadilah orgasme Herman. Yaitu orgasme pertama yang diraih berkat menyaksikan istrinya meliuk-liuk merasakan hebatnya nikmat digauli orang lain yang bukan suaminya. Rasanya inilah spermanya yang paling banyak tertumpah semenjak perkawinannya dengan Rini.<br /><br />Pakde secara intensif memberikan kepuasan penuh sensasi syahwat pada Rini. Dia melakukan oral seks secara habis-habisan padanya. Lidahnya yang besar dan kasar tentunya menyentuhi organ-organ vagina yang peka dan lembut mlik Rini. Dan akibatnya tak terkatakan lagi, Rini bak kesetanan. Tenaganya berubah menjadi sangat kuat. Kedua pahanya yang berposisi menjepit leher Pakde menekan bahu Pakde untuk menaikkan pinggul dan mengangkat pantatnya. Tujuannya jelas agar tusukkan lidah Pakde bisa lebih jauh menembusi lubang vaginanya. Kegatalan yang amat sangat pada vaginanya itu pula yang membuat kedua tangannya terus menariki kepala ataupun rambut Pakde untuk lebih menekankan ke arah kemaluannya.<br /><br />Pakde yang sangat berpengalaman ‘ngerjain’ para perempuan, tahu bahwa Rini sudah menunggu penisnya yang kini juga telah melar keras untuk secepatnya menusuki vaginanya. Dengan akar-akar sarafnya yang mengitari geligir batangnya serta desakkan darah yang menumpuk pada kemaluannya hingga membuat sang penis itu membengkak besar dan kepalanya licin mengkilat, kini Pakde sigap merubah posisi. Ditariknya kedua tungkai kaki Rini hingga arah vaginanya tepat di pinggiran ranjang. Kemudian dia angkat salah satu tungkainya untuk disandarkan pada panggulnya di bahu. Dengan cara itu Pakde mengasongkan penisnya yang sudah matang itu ke lubang kenikmatan vagina Rini. Sekali.., dua kali..<br /><br />Herman kembali mengintip. Sesudah beberapa kali kepala penis Pakdenya yang besar sedikit kesulitan menembusi vagina istrinya yang sempit. Pada tusukkan yang kesekian kali disertai desisan panjang dan kemudian disusul dengan teriakkan nikmat, akhirnya penis gede itu berhasil menembus vagina Rini istrinya. Bleesszz..<br /><br />Menyaksikan itu semua kemaluan Herman cepat kembali menegang. Dan agar menjadi leluasa, Herman melepas pula celana kolor berikut celana dalamnya. Dan tangannya kembali mengelusi sambil berharap bisa selekasnya tegak kenceng lagi. Herman ingin meraih orgasmenya yang kedua.<br />Disaksikannya Pakde Karto mulai memompa istrinya. Dan Rini sang istri benar-benar tak berdaya oleh serangan syahwatnya. Sambil meracau dengan ucapan kata-kata erotis kotor di tengah desisan-desisannya, dia meremasi sprei atau bantal atau apa saja yang bisa diraihnya hingga ranjang itu berantakkan. Kepalanya bergoyang keras ke kanan dan kiri sambil melempar-lemparkan rambutnya yang indah itu.<br /><br />Dan dari arah lebih tinggi dengan satu kaki isterinya di panggulannya mata Pakde Karto mengamati tingkah Rini serta menyimak segala racau dan desisan histerisnya itu. Dia mainkan pompaannya seakan berputar menyodok ke kanan atau kekiri atau ke atas atau ke bawah. Itulah ‘multi jurus’-nya Pakde. Dengan cara itu vagina Rini serasa di-ubek-ubek. Gatalnya tak lagi tertolong. Dan karena itu pula kini Rini mulai menapaki puncak kenikmatannya. Rini mulai menyongsong orgasmenya yang sejati. Orgasme yang rasanya belum pernah dia raih dari siapapun.<br /><br />Herman tahu, selama ini belum pernah melihat isterinya sedemikian histeris sebagaimana yang dia saksikan kini bersama Pakde Karto. Rupanya Pakdenya ini tahu benar apa yang ditunggu Rini. Dan kini dia sedang suguhkan itu. Dari racau dan geliat serta menghebatnya remasan-remasan tangannya pada apapun yang dia raihnya, Rini kini menggelinjang hebat. Pinggulnya dia angkat-angkat tinggi-tinggi serasa hendak menjeputi kemaluan Pakde agar menusuk lebih dalam lagi ke vaginanya. Dan ketika akhirnya puncak-puncak itu benar-benar datang, wajah Rini langsung berubah ganas. Matanya menjadi nanar tanpa titik pandang. Dengan teriakkan bak hyena kelaparan Rini bangkit mendorong dan merubuhkan Pakde untuk ganti rebah telentang ke kasur. Dia ‘cengklak’ tubuh Pakde seperti seorang joki men’cengklak’ kudanya. Dengan gaya seakan hendak duduk tangannya merogoh dan meraih penis Pakde untuk dia tusukkan ke vaginanya, dan dengan cepat vaginanya langsung menelan amblas seluruh batangan kemaluan Pakde. Kini Rinilah pemegang kendali.<br /><br />Dengan cepat dia menaik turunkan pantatnya memompakan penis Pakde ke vaginanya. Herman melotot mengamati vagina Rini yang bisa memuntahkan dan kemudian menelannya kembali kemaluan gede panjang milik Pakde Karto. Dari arah belakang pantatnya, nampak oleh Herman bagaimana bibir vaginanya ketarik keluar dan kedorong masuk terbawa oleh keluar masuknya kemaluan Pakde yang memang sangat sesak dan sarat memenuhi belahan dan rongga vagina isterinya itu.<br /><br />Dan akhirnya datanglah malaikat nikmat itu.. Rini seakan membantingkan tubuhnya ke tubuh Pakde. Dia menggigit dada dan mencakar-cakar punggungnya. Vaginanya berdenyut keras menghisap-isap atau melumat-lumat batang kenyal milik Pakde. Itulah tanda bahwa orgasme beruntun-runtun sedang melanda Rini.<br /><br />Mungkin runtunan orgasmenya itu berlangsung hingga 20 atau 30 detik sebelum akhirnya tubuhnya gugur dan rubuh dengan keringatnya yang mengucur menindih dan membasahi tubuh Pakde Karto. Villa Rimbun Ciawi yang sebelumnya berubah menjadi panas oleh radiasi yang memancar dari tubuh indah Rini kini sejuk kembali.<br /><br />Dari balik dinding Herman juga ikutan terkapar bersama tarikan-tarikan nafas panjangnya. Dimatanya dia menyaksikan Pakde Karto telah menunjukkan peranannya sebagai pelayan seks yang benar-benar hebat. Herman merasa banyak belajar dari apa yang dia lihat hampir selama 1 jam ini. Pakde bisa membaca arah kemana Rini mau. Dia mengejar kepuasan tetapi dia meyakini kepuasannya akan dia raih apabila Rini, lawannya telah lebih dahulu terpuaskan. Dan bagi dia, sebagai lelaki, kepuasannya tidak perlu diraih seketika. Dia masih memerlukan stamina untuk berjalan lebih panjang. Sebagai lelaki memerlukan stamina macam itu lebih dari perempuan. Dengan cara itu rupanya Pakde Karto akan menikmati sepanjang malam pertama ini. Dan Herman mulai mengerti, bagaimana Pakde Karto akan mampu melayani Rini kapan saja, setiap saat. Dan segala marah, sakit atau cemburu akan sia-sialah di depan Rini sepanjang dia tidak mampu melakukan seperti yang Pakdenya bisa lakukan.<br /><br />Sore itu sesudah permainan pertama, yang mungkin oleh Pakde hanya dipandang sebagai pemanasan, mereka berdua mandi bersama. Cukup dengan teriakkannya Pakde menyuruh Herman untuk menyalakan gas LPJ yang membakar water heater di kamar mandi utama. Sesudah mandi air hangat, dengan keduanya memakai mantel tidur lembut yang tersedia di kamarnya Pakde bersama istrinya bercengkerama di beranda villa. Atas permintaan Rini Herman disuruh Pakdenya untuk membeli sate kambing di warung sate sebelah villanya.<br /><br />Malam itu Rini bersama Pakde menikmati sate kambing panas di meja makan. Herman mesti sabar menunggu mereka selesai makan untuk bisa ikut menikmati sate kambing dingin sisa mereka. Dia menerima semua perlakuan ini dengan sabar dan berpikir positip. Ahh.. Herman.. Herman.., hebat kau..<br /><br />Selesai makan Rini dan Pakde pergi ke beranda dan duduk berhimpit di sofa. Villa bulan madu ini seakan memang dibuat untuk mereka. Dari balik pot-pot tanaman di samping beranda Herman merunduk mengintip diantara dedaunannya. Herman yang mentalnya sudah jatuh menjadi mental pelayan itu melihat bayang-bayang istrinya dalam rengkuhan Pakdenya kembali. Dia amati betapa asyik istrinya dan Pakdenya saling berpagut bertukar lidah dan ludah. Dan lihat, betapa agresifnya si Rini. Tak pernah dia bersikap begitu pada dia selama masa perkawinannya.<br /><br />Dia saksikan bagaimana tangan Rini yang demikian lancar melepasi ikatan tali. Dengan sekali renggut lepaslah temali mantel tidur itu hingga tubuh Pakde langsung terbuka. Kemudian dengan rakusnya bibirnya kembali menyambar bibir Pakde Karto sambil tangan kanannya, tangannya yang cantik dengan jari-jarinya yang lentik itu meremas dan mengelusi batangan gede penis Pakde Karto. Ah, Rini.. Riniku.., batin Herman yang menangisi isterinya.<br />Rini meliukkan lehernya. Kepalanya menggiring bibirnya meluncur ke leher Pakde. Dia memberikan sedotan cupang di seputar leher dan kuduknya. Bulu-bulu Pakde tegak merinding.<br /><br />Kecupan dan jilatan itu mendongkrak saraf-saraf birahinya. Dan bibir seta lindah terus merambat meluncur turun ke dadanya. Dia kecupi buah dada Pakde dan bibirnya serta lidahnya menggigit dan menjilati puting-puting susunya. Nampak betapa bibir-bibir mungil istrinya membuka dan mengatup mengecupi bukit-bukit dada itu. Sesekali lidahya menjulur untuk menjilati berbagai rasa yang keluar dari pori-pori tubuh Pakdenya. Kini yang didengar Herman adalah desis Pakde yang menahan geli birahi akibat ulah istrinya itu. Tak puas-puasnya Rini menyedoti dada Pakde. Terkadang rambatan bibirnya juga menepi ke kanan atau ke kiri dada hingga semburat aroma ketiak Pakdenya yang tampan itu menerpa hidung Rini.<br /><br />Rambatan ciuman itu terus meluncur turun keperut Pakdenya. Bulu-bulu halus mulai Rini rasakan di lidahnya. Bulu-bulu itu tumbuh berkesinambungan dari arah lebih bawah lagi. Bulu-bulu itu menjadi awal bagi lidah dan bibir Rini memasuki wilayah kemaluan Pakde Karto. Nampak penisnya yang tegak kaku bak tugu Monas itu seakan mengganjal leher dan bahu Rini. Dengan pipinya Rini menyisihkan batang tegak kaku itu untuk membuka jalan menggiring bibirnya terus turun hingga ke selangkangan Pakde. Beberapa kali Pakde menyibak sebaran rambut Rini agar tidak mengganggu alur lidah dan bibirnya yang terus berkecipak menyedot dan menjilat. Dia rasakan sangat nikmatnya bak siput sawah yang sedang merambati wilayah selangkangannya.<br /><br />Tentu saja kini posisi duduk Pakde harus disesuaikan dengan kejaran nikmat bibir Rini ini. Dia memerosotkan tubuhnya pada bantalan sofa itu untuk memberikan ruang yang lebih terbuka kepada Rini saat mulai menggarap kedua selangkangannya. Dan kini wajah Rini benar-benar terjebak dalam rimbunan bulu kemaluan di seputar selangkangan Pakde Karto. Sesekali nampak kepalanya menggeleng kecil untuk mendorong agar lidah atau bibirnya bisa menjangkau pori-pori selangkangan itu.<br /><br />Nampaknya Pakde tak mampu menahan kegelian yang melandanya. Dengan kedua tangannya dia merengkuh dan menjambak rambut Rini. Dia merintih sambil seakan hendak mencabut-cabut akar rambut itu. Dan rintihan Pakde itu membuat Rini semakin ganas serta liar untuk meningkatkan serangan birahinya. Pipinya yang semula digunakan untuk menyisihkan penis, kini dia gunakan untuk menariknya kembali. Batangan penis Pakde yang tonggak kaku itu mulai dia jilati. Dia tusukkan lidah lembutnya pada lubang kencing Pakde. Lubang kencing yang nampak macam belahan jamur merang itu langsung merah merekah menahan desakan darah syahwat yang menjalari penisnya.<br /><br />Betapa nikmat saat lidah menyentuh saraf-saraf peka pada lubang itu. Gelinjangnya membuat Pakdenya seakan melonjak dari tempat duduknya. Mungkin itu semacam kekagetan saraf menerima sentuhan lembut lidah Rini yang sangat merangsang syahwatnya. Dan kemudian Rini mengkulum seluruh kepala dan batang penis itu. Dia memompa, menyedot, menjilat, mengkulum tonggak bulat panas yang kaku dan berkilatan dengan urat-urat yang kasar mengelilingi seluruh geligirnya.<br /><br />Pemilik tonggaknya mendesah keras dan merintih dalam gelombang nikmat yang datang bertubi.<br />Herman memperhatikan betapa mata istrinya merem melek menikmati kelakuannya sendiri itu. Dan juga bertanya, kenapa dia nggak pernah menerima perlakuan macam itu selama 3 tahun perkawinan ini?? Adakah ini karena kepiawaian Pakde Karto dalam menggiring birahi Rini? Sehingga membuat seluruh potensi syahwat istrinya terdongkrak keluar?<br /><br />Rambut Rini yang panjang sering menghalangi pandangan Herman pada apa yang sedang berlangsung. Nampaknya Rinilah yang sekarang ganti memanjakan Pakde Karto dengan oralnya. Dia ciumi dan jilat bijih-bijih pelir Pakde. Lidahnya bolak-balik melata merambati pangkal hingga ujung kemaluan yang tegak kaku itu. Pakde Karto tidak keliru membaca perempuan. Betul-betul kini dia serasa terbang melayang diangkasa nikmat. Apa yang kini sedang dilakukan Rini sesuai dengan bacaannya. Rini adalah perempuan seksual yang sangat galak dan panas. Perempuan dengan betis ‘merit’ macam istri Herman ini tak mudah dipuaskan. Oleh karenanya pada garapan awal tadi Pakde Karto pusatkan pada bagaimana Rini bisa cepat disambar syahwatnya hingga tinggal kehendaknya sendirilah yang akan mendorong cepat atau lambat datangnya orgasmenya. Dan itu sudah terjadi.<br /><br />Kini perempuan ini sudah kembali menimba birahinya. Kenikmatan orgasme beruntun yang dia rasakan tadi membuatnya ketagihan. Lihat, kini dia akan berusaha orgasmenya berulang kembali. Dia pikir dengan merangsang penisnya Pakde Karto akan cepat mengejar nafsunya. Dan harapan Rini untuk digenjoti lagi oleh Pakde akan kesampeyan. Tetapi dia keliru. Pakde Karto bukan anak kemarin sore. Dia bukan Herman. Kenikmatan yang kini diberikan Rini akan di ‘follow up’ di mulut Rini sendiri. Kini Pakde sedang mengamati dengan penuh nafsu bagaimana mulut cantik mungil Rini mengecupi penisnya. Dia mengamati bibir-bibir seksi istri Herman ini berkecipak melahap batang penisnya. Dia ingin bibir ini nantinya belepotan oleh semprotan spermanya. Dia ingin sekali menumpahkan air maninya ke mulut Rini. Dia pengin menyaksikan bagaimana Rini menenggak cairan kentalnya. Ya, dia ingin sekali. Bahkan dia mungkin akan sedikt paksa Rini untuk menjilati cairan kentalnya yang tercecer. Itulah nafsu hewaniah Pakde Karto yang kini merundung dirinya. Tangan-tangannya kembali mengelusi lembut kepala Rini, sementara khayalan birahinya terbang melesat ke awang-awang untuk menjemput puncak-puncak nikmatnya. Dia mulai mengerang dan mendesis. Dan Rini terjebak.<br /><br />Dia menikmati erang dan desis Pakde dengan cara lebih meliarkan jilatan dan gigitan-gigitannya.<br />Tetapi situasi berikutnya berubah. Kendalinya terlepas dan diambil alih Pakde Karto. Tanpa mau melepas rengkuhan Rini pada penisnya Pakde bangkit dari sofa empuk itu. Dibimbingnya Rini untuk naik kesofa dengan kepalanya bersandar pada ke bantalannya. Dengan penisnya yang tak pernah lepas dari mulut lembut Rini, kini posisi Pakde berada di atasnya dengan selangkangnnya mengangkang di atas dada Rini. Sementara Rini masih berpikir bahwa sesaat lagi Pakde akan merambati tubuhnya untuk menusukkan kembali kemaluannya pada vaginanya.<br /><br />Tetapi sekali lagi harapan Rini ini keliru. Kini Pakde seperti sedang kerasukan nikmat dan merasakan bagaimana seakan spermanya datang dari seribu arah menjalari berjuta saraf-saraf di seputar selangkangannya untuk meledak dan tumpah di mulut Rini. Dan ketika batas batas sarafnya telah terlanggar oleh birahi, dengan suara erangan yang keras dari mulutnya dengan disertai tangan-tangannya yang kuat menekan kepala Rini agar tetap terpaku di sofa selama penis Pakde tetap menghunjam-hunjam ke rongga mulut Rini, Pakde telah siap menyemprotkan air maninya ke mulutnya. Dan Rini memang tak lagi mampu berkutik. Tekanan tangan Pakde terlampau kuat untuk ditolak. Akhirnya dia menyadari apa yang Pakde mau. Dia langsung pasrah. Bahkan selintas dia sempat berpikir tentang Herman. Biarlah Herman menyaksikan apa yang memang dia harus saksikan.<br /><br />Sperma Pakde tumpah ruah menyemprot membanjir memenuhi mulutnya. Anggukan-anggukan penis Pakde menandai setiap semprotan spermanya. Mulut manis mungil Rini tak mungkin menampung seluruhnya. Sebagian tertelan membasahi tenggorokannya, sebagian lainnya muncrat tercecer ke dagunya, dadanya dan juga ke jok kulit sofa buatan Italy itu. Saat akhirnya Rini benar-benar menjilati sperma yang tercecer dia ingat kembali saat bersama Pandi di Parangtritis itu. Dan Pakde Kartopun terpenuhi harapannya.<br /><br />Herman terbengong-bengong menyaksikan bagaimana nafsu liarnya Rini di atas sofa bersama Pakde Karto itu. Benar-benar tak habis mengerti, bahwa Rini yang kesehariannya cantik dan lembut itu bisa berubah menjadi malaikat seks yang dengan ganas membawa prahara birahi untuk menenggelamkan nafsu Pakdenya kedalam nikmat syahwat yang tak pernah dia berikan pada siapapun sebelumnya. Pakde Karto merasa bahwa menganggap lunas hutang suaminya amat sepadan dengan apa yang di berikan Rini kepadanya. Dielusinya dengan penuh kasih sayang kepala Rini yang kini bersandar di dadanya. Pakde mendapatkan kepuasan yang luar biasa dengan hadirnya Rini ini.<br /><br />Dari balik pot-pot yang tidak jauh dari sofa Pakde dan istrinya Herman terduduk loyo. Sekali lagi ia semakin tak mampu berkilah lagi. Kepengecutannya sebagai lelaki membuat semakin tak mungkin mampu menyaingi kelebihan Pakdenya. Kesalahannya yang membuat tenggelam dalam judi togel itu membuat dia benar-benar tak lagi merasa punya hak untuk marah maupun cemburu. Dia akan sepenuhnya menerima apa yang dilakukan Pakde pada isterinya. Dari berbagai sudut dia sudah salah dan kalah total. Apalagi nampaknya Rini sendiri akhirnya demikian menikmati hubungannya dengan Pakde. Mungkin juga bagi Rini Pakde lebih bisa memberikan kepuasan nafsunya dibanding dia. Ya, sudahlah..<br /><br />Yang kini masih dia miliki adalah hak untuk ikut menikmati. Dia jadi begitu menyala birahinya kalau melihat isterinya di’entot’ orang lain. Dia sangat terobsesi saat melihat wajah isterinya begitu histeris oleh kenikmatan syahwat yang diterima dari Pakde. Dia sangat terobsesi pula saat melihat isterinya begitu rakus menjilati dan minum air mani Pakde Karto. Rasanya Herman juga ikut merasakan bagaiman lendir hangat Pakdenya mengalir membasahi tenggorokan isterinya. Dan lepas dari semua hal itu, yang benar-benar melegakan Herman sekarang adalah lunasnya hutang-hutangnya dari Pakde Karto. Dia kini siap menjalani hidup baru tanpa beban hutang-hutang. Dia kini bertekad untuk tidak lagi main togel. Dia akan mencoba menepis godaan teman-temannya. Atau mungkin dia tak akan bergaul lagi dengan mereka. Karena merekalah kini Herman merasa sengsara. Dan nyatanya pada saat seperti ini mereka tak mampu membantu apapun.<br /><br />Terlihat Pakde dan isterinya bangkit dari sofa menuju ke kamarnya. Adakah mereka akan melanjutkan permainannya. Sangat mungkin. Bukankah situasi macam begini yang Pakde impikan sejak pertama kali beberapa waktu yang lalu dia melihati Rini tanpa berkedip. Dan bagi Rini, bukankah lelaki macam Pakde ini yang telah terbukti bisa memuaskan syahwat birahinya?!<br /><br />Dan bagi Herman, apa yang bisa dibuat selain kembali ke lubang pengintaian di balik dinding kamarnya?! Rupanya sate kambing tadi telah memberikan semangat dan kekuatan pada semua orang.<br />Dari kamarnya Herman melihat Rini langsung rebah ke ranjang. Dalam jubah tidurnya yang nyaris tak dipakai secara utuh, Rini setengah tengkurap memeluki bantalnya. Nampak kaki dengan paha dan betisnya yang tersingkap dari pakaiannya terjuntai ke tepian ranjang. Dan Pakde dengan jubah tidurnya yang telah terbuka pula siap menyusul. Tetapi tidak. Pakde tidak menyusul naik ke ranjang. Pakde kini simpuh di lantai tepat di ujung kaki Rini. Apa yang akan dia lakukan? Ah, ini sangat menarik, pikir Herman.<br /><br />Pakde pelan menjamah kemudian mengelusi kaki Rini. Dia raba betisnya yang ‘merit’ itu. Kemudian nampak kepalanya menunduk. Pakde mencium kaki Rini. Mencium telapak kakinya. Menciumi kemudian menjilati. Kemudian juga mengulumi jari-jari kakinya. Jari kaki Rini yang selalu terawat apik itu demikian indahnya dalam kuluman Pakde. Dan Rini seakan kena stroom ribuan watt langsung berteriak mendesisi-desis.<br /><br />Dia terbangun-bangun menahan geli yang menjalari kakinya. Tanpa terpengaruh oleh ulah isterinya nampak Pakde sangat tenang. Ditahannya dengan tangannya yang kuat kaki-kaki Rini sehingga berontaknya tidak membuat lepasnya kaki dalam pagutannya. Jilatan dan kuluman bibir dan lidah Pakde semakin meratai telapak kaki dan mulai naik ke betisnya. Gelinjang nikmat membadai menghempas-hempaskan gelegak nafsu Rini.<br />Bibir Pakde terus melata hingga lutut dan siap memasuki wilayah paha belalang Rini. Ya, paha ini dulu sangat terkenal. Saat Rini bermain volley dalam pertandaingan antar SMU, paha Rinilah yang selalu membuat para siswa lelaki meneteskan air liur. Anak-anak SMU bilang ‘paha dan betis belalang Rini’ selalu terbawa dalam mimpi mereka. Mungkin maksudnya saat anak-anak itu masturbasi khayalannya terbang menciumi paha Rini.<br /><br />Dan paha itu kini bukan dalam impian Pakde. Paha itu kini nyata dalam rengkuhannya. Pakde mengecupi dan menjilat setiap sentimeter areal paha Rini. Duh, bukan main gatalnya. Ciuman Pakde dari mulut dan pipi serta dagunya yang bercukur bulu-bulu pendeknya begitu menggelitik sanubari Rini. Gatalnya telah manembus ke hulu hatinya. Rini kelabakan kewalahan menahan derita gatal nikmatnya. Dia menjerit-jerit minta Pakde melepaskannya. Kakinya menendang menolak tubuh Pakde.<br /><br />Tetapi mana mungkin. Tubuh Pakde telah sempurna menindih dan tangannya menjepit dengan kuatnya. Aroma yang menebar dari paha Rini membuat tenaga Pakde semakin kukuh untuk tetap menguasai tingkah Rini. Tidak akan ada kata menyerah. Dan jilatan Pakde itu merambah terus hingga ke selangkangan Rini yang ditumbuhi bulu-bulu kemaluan yang sangat lembut. Pakde merem melek saat lidah dan bibirnya melumat-lumat selangkangan Rini. Dan tak ayal lagi, rambahan itu sampai ke lubang vaginanya. Namun Pakde tidak melanjutkannya. Dia hanya mampir sejenak untuk kemudian dengan tangannya mendorong balik tubuh Rini hingga posisinya tengkurap di kasur.<br /><br />Kini nampak pantat Rini yang menjumbul dengan indahnya. Pakde sudah kesetanan. Wajahnya langsung nyungsep ke belahan pantat Rini. Dia menjilati lubang duburnya. Tentu saja hal ini membuat Rini tersentak. Bagi Rini lubang dubur adalah hal yang sangat tak senonoh untuk didekati, apalgi dicium atau bahkan dijilati macam yang dilakukan Pakde pada dirinya sekarang ini. Tabu, katanya. Pemali, orang bilang. Tetapi tidak bagi Pakde Karto. Jilatannya terasa ‘keri’ menusuk-nusuk lubang pantat Rini. Bahkan dengan tenaganya dia mengangkat pinggul Rini sehingga dia berposisi nungging. Pantatnya lebih menonjol dengan lubang duburnya tepat di arah wajah Pakde. Rini yang belum sepenuhnya mau menerima ulah Pakde yang tabu berontak mati-matian untuk menghindarkan Pakde menciumi pantatnya. Dia berusaha bangun sambil,<br />“Tidaakk.. jangaann.. jangaann..”<br /><br />Tetapi larangannya itu justru semakin memicu kehendak nafsu Pakde Karto. Dia cepat berpikir bahwa pantat Rini masih pantat perawan. Kalau dulu Herman merawani vaginanya, kini dia berkesempatan merawani lubang pantatnya. Dia telikung Rini dengan sekuat tenaganya. Dia pegang erat-erat pinggulnya sambil mulutnya tidak melepaskan sedotan-sedotan pada lubang anal yang perawan itu. Dan Pakde sangat kuat. Rini tak mampu melawannya. Perasaan tabunya membuat Rini ketakutan. Tetapi yang dia bisa perbuat sekarang hanyalah menangis sambil memohon,<br />“Jangaann Pakdee.. ampuunn, jangaann.., ampuunn Pakdee..”<br /><br />Apapun rintihan Rini tak lagi didengarnya. Ini sudak perkosaan. Dari balik dinding Herman juga mengutuk Pakdenya. Isak tangis istrinya benar-benar membuatnya iba. Akankah Pakde menyakitinya? Apa yang bisa dia perbuat untuk membantu Rini? Dan ternyata itu baru awal dari hal berikutnya yang akan membuat tangis Rini serasa tak berkesudahan.<br /><br />Ciuman Pakde bergeser ke atas. Pinggul Rini dilumat-lumatnya. Juga punggung kemudian bahu dan kuduknya. Rini yang masih terisak kembali menemukan gelinjangnya. Tetapi itu tak lama. Di bawah sana penis Pakde yang demikian hebat ukurannya terasa mendesaki bokong Rini. Rini puny firasat. Sekali lagi dia berontak untuk mencegah nafsu setan Pakde Karto. Tetapi sekali lagi Pakde Karto mampu membuat isteri Herman itu tak berdaya.<br /><br />Kini rambut Rini yang terurai dijambaknya. Dia gunakan rambut Rini ibarat tali kekang kuda. Dia hela rambut itu kebelakang sementara penis itu mulai menumbuk-numbuk lubang anal Rini. Rasa sakit yang hebat menimpa Rini. Lubang analnya serasa dicolok dengan kayu menyala, Panas dan sakitnya bukan main. Beberapa kali Pakde melumasi dengan ludah pada penisnya agar bisa menembus dengan lubang anal Rini. Memang ada kemajuan. Tetapi apa yang dirasakan Rini? Setiap mili kemajuan penis itu masuk menembus analnya, kepedihan tak terkatakan datang menjemput.<br /><br />Dan disinilah dramatiknya. Akhirnya penis itu memang tenggelam tertelan anal Rini, tetapi akibatnya Rini kelenger, pingsan. Pakde tahu, tetapi dia sangat tenang. Dia bisa mengendalikan dirinya. Tanpa melepaskan kemaluannya pada lubang itu, dia raih wewangian aroma terapi yang tersedia di meja samping ranjang. Dia kecroti hidung Rini dengan wewangian itu. Dan, ah manjur benar. Rini terbangun dan langsung kembali menangis karena menahan rasa sakit di pantatnya. Dia tak lagi menolak karena pasti hanyalah sia-sia. Justru tolakannya semakin merangsang nafsu setannya Pakde. Dan Pakde sendiri berusaha sabar.<br /><br />Untuk beberapa saat dia tidak bergerak. Pikirnya, biarlah Rini menyesuaikan diri dulu, dimana penisnya kini sedang menghunjam ke dalam pantatnya. Dia hanya peluki punggung Rini sambil merajuk dan mencumbu. “Nggak apa-apa Rin, jangan takuutt.. nanti ennaakk.. jangan takutt..” sedu sedan Rini masih terdengar.<br /><br />Kembali ke Herman yang kini mengutuk habis-habisan ulah Pakdenya. Tetapi mana berani dia menyampaikan kutukkan itu hingga ke kuping Pakdenya. Yang ada tinggal rasa cemas dan semakin merasa betapa semua itu karena kesalahan dirinya. Rini telah menjadi korban tingkah lakunya yang pengecut. Ooo.., kenapa jadi beginii..??!!<br /><br />Aneh, ternyata cumbuan Pakde Karto seperti menyihir Rini. Isakan tangisnya tak lagi terdengar. Walaupun masih sering terdengar kata<br />“Aduuhh, sakiitt.., yang pelaann..” namun tak ada uapaya menolak dari Rini saat Pakde kembali menggoyang kemaluannya pada anal isteri Herman itu. Dan setelah beberapa saat kemudian goyangan Pakde berubah menjadi pompaan sebagaimana dia memompa vaginanya, Rini sama sekali tidak mengaduh tetapi, nah lihatlah.. Herman melotot keheranan.<br /><br />Kini dia menyaksikan isterinya mengimbangi goyangan saat penis panjang Pakde menusuki pantatnya. Ternyata Rini dengan cepat memahami kenikmatan yang dijanjikan Pakde Karto. Bahkan ketika beberapa kali penis itu copot dari analnya, tangan Rini dengan sigap menjemputnya kembali untuk diarahkan tepat ke lubang duburnya. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat atraktip. Seorang dewi cantik manis dalam posisi menungging dia atas ranjang beralaskan sutra melengkungkan pinggulnya untuk mengangkat tinggi-tinggi pantatnya. Sementara di arah belakang seorang lelaki gagah sedang menusuk-tuskkan penis monsternya ke arah lubang pantat sang dewi. Kini Herman mempercepat kocokkan tangannya. Dia ingin meraih orgasmenya, entah untuk yang keberapa kali sejak sore tadi, saat menyaksikan pemandangan yang sangat atraktip itu.<br /><br />Pakde Karto benar-benar nampak seperti joki. Kuda betina cantiknya diraih surainya. Dia memompa Rini sambil menarik rambutnya sebagai tali kekang. Dan ketika nafsu-nafsu menjemputi puncak-puncaknya. Ketika Rini merasakan betapa benar kata Pakde bahwa dia akan menerima kenikmatan yang kini sedang menapaki puncaknya. Ketika Herman dari balik dinding tak lagi merasakan lecet-lecet pada kulit kemaluannya karena kenikmatan puncak sedang merambatinya. Dan ketika Pakde Karto tak lagi mampu menahan sperma untuk tidak tumpah, dan bahkan kini telah berada di ambang nikmatnya yang paling tinggi.<br /><br />Maka badai gaduh, jerit, desah dan rintih pada berhamburan. Mulut Rini menjerit dalam rintihan menahan gelora birahi sambil pantatnya dengan kencang maju mundur menjemputi kemaluan Pakde Karto. Dan Herman dari balik dinding merintih tertahan, karena khawatir tertangkap basah, sambil mempercepat koncokkan penisnya yang juga ngaceng berkilatan. Pakde Karto sendiri yang bagai serigala lapar sedang mengejar mangsa, meracau dan mendesah keras-keras menjemput spermanya yang .. naahh.. achirnyaa.. tak tertahan.. tumpah ruah.<br /><br />Pantat Rini masih terus menjemputi, penis Pakde masih memompa, tangan Herman semakin menambah guratan-guratan pedih sebelum ketiganya tumbang, roboh. Rini dan Pakde bergelimpang di ranjang beralaskan sutera. Tetapi Herman bergelimpang di lantai dingin di kamarnya sendiri. Herman langsung tertidur. Hari ini begitu banyak hal yang sagat melelahkan. Tekanan fisik dan mental serta kesenangan birahi silih berganti. Dia terbangun saat matahri telah tinggi. Dia kaget geragapan. Pakde Karto pasti akan marah, pikirnya. Tetapi hal itu tak terjadi. Pakde Karto bersama Rini semalaman merguk kenikmatan madu. Mereka baru usai dan tertidur menjelang subuh. Kini nampak oleh Herman dari balik dinding, isterinya dalam pelukan Pakde Karto meringkuk dalam selimut tebal. Herman yakin mereka sama-sama bertelanjang.<br /><br />Herman menjerang air untuk membuat kopi. Dia perlu ngopi. Dia juga membuat kopi untuk yang sekarang masih tidur dalam pelukan.<br /><br />Perpisahan<br /><br />Akhirnya Herman terbuka pikirannya. Dia akan dan harus meninggalkan Rini. Tak mungkin lagi baginya merintis dan memperbarui hubungan suami isteri dengan Rini. Hal itu dia yakini akan baik untuk dirinya dan juga baik untuk Rini. Dan dia merasa tak perlu bertanya setuju atau tidaknya pada Rini. Keputusan dia memang sepihak, tetapi itu sudah merupakan keputusan final. Mana mungkin, seorang isteri telah melakukan hubungan seksual dengan penuh nikmat dan sukacita, sementara tahu persis suaminya berada di kamar sebelahnya. Apapun alasannya.<br /><br />Herman juga yakin Pakdenya bisa menerima jalan pikirannya. Dan bahkan mungkin setengahnya bersyukur. Bukankah dia sangat tergila-gila pada Rini. Dan kini kehendaknya telah kesampaian. Dan Pakde Karto menujukkan kepuasannya yang luar biasa. Siapa tahu, Pakde Karto akan meneruskan keinginannya untuk melamar dan kemudian menikahi Rini.<br /><br />Pagi yang sangat cerah di Villa Rimbun Ciawi yang sejuk. Pagi itu kedua insan yang sedang mengumbar nafsu syahwatnya kembali saling bercumbu. Mereka menikmati udara segar dan cahaya matahari pagi yang hangat. Dengan latar belakang dedaunan pakis, pohon pinus dan gemericiknya kali kecil yang aitnya jatuh ke bebatuan Pakde Karto menuntun Rini ke rimbunan tanaman hias yang penuh bunga. Wewangian bunga-bunga yang warna-warni itu mengantarkan mereka terbang mengawang-awang nikmat syahwat dan birahi tanpa batas. Lama mereka berpagut. Saling kecup dan jilat pada bagian-bagian tubuh mereka yang paling merangsang nafsu dilakukan di kebun indah di belakang villa itu.<br /><br />Pakde Karto tak puas-puasnya menggeluti Rini yang isteri orang lain itu. Dan sebaliknya Rini yang tak pernah lagi memikirkan Herman suaminya tak lelah-lelahnya melakukan tingkah untuk merangsang syahwat Pakdenya. Dia memang benar-benar perempuan panas yang selalu ingin hubungan seksual dengan lelaki perkasa ini. Dia merasakan betapa Pakde mampu menggali seluruh rahasia nikmat syahwat yang ada pada dirinya. Kini Rinilah yang tergila-gila pada Pakde Karto. Dia bersedia melakukan apapun yang akan diminta Pakde. Bahkan sebagaimana yang kini terjadi. Pakde menggelandang Rini untuk berasyik masyuk di dalam taman Villa Rimbun Ciawi yang sejuk dan indah ini. Mereka kini telah bergulingan di atas matras yang sebelumnya telah disiapkan Herman atas permintaan Pakdenya.<br /><br />Dan Herman juga baru tahu apa maksud permintaan Pakde Karto untuk menggelar matras tadi. Tetapi Herman sekarang juga bukan Herman yang kemarin. Walaupun di depan matanya kini dia saksikan isterinya Rini bergelut nikmat bersama Pakde Karto, dia tidak lagi terbawa emosi. Yang dia pikirkan sekaranga adalah, “Pergi.., pergi, pergi, pergi, pergi..!!”<br /><br />Begitulah. Herman telah berketatapan untuk meninggalkan semuanya. Meninggalkan isterinya, meninggalkan Pakde yang telah menghancurkannya dan dia juga akan meninggalkan judi togel. Selamat tinggal masa lalu!<br /><br />Sementara Pakde bersama Rini sedang mendayung kenikmatan, Herman menyelinap. Dia pergi tanpa pesan.<br />“Mereka akan tahu, tanpa harus kuucapkan,” demikianlah tekad dan keyakinannya.</span><br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panasUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-25735996253206632792009-02-19T01:15:00.001-08:002009-02-19T01:15:07.042-08:00Istriku Mengandung anak siapa ?Kuawali <a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">cerita dewasa</a> ini dengan perasaan yang sangat perih saat melihat aksi mereka berikut ini. Namun ada juga perasaan nafsu yang meledak ketika melihat istriku yang selingkuh dicumbu oleh selingkuhannya. <br /><div style="margin-left: 40px;"><br />Ku lihat istriku tengah mengulum kontol Rian dengan bernafsu sementara tangannya mengocok-ngocok batang kontol Rian, sementara Rian mengusap-usap rambut istriku sambil sesekali meremas-remas pantat istriku. Tak berapa lama Rian berdiri dan mengambil posisi di belakang istriku yang tengah nungging. </div><br /><span class="fullpost"><br />Panggil saja aku Adi, usiaku saat ini 30 tahun. Aku sudah menikah dengan Dewi selama satu tahun lebih. Istriku ini wajahnya tidak terlalu cantik, tetapi tubuhnya padat berisi dengan buah dada dan pantat yang menonjol. Kalau Dewi memakai baju ketat dan celana jeans, maka mata laki-laki akan terus memandanginya. Kadang-kadang aku risih, tetapi sekaligus juga bangga jika sedang jalan berdua dengan Dewi. Sebenarnya ketika tengah berpacaran dulu aku sering mendengar gosip kalau Dewi sedikit liar, tetapi hal itu tidak aku hiraukan. <br /><br />Setelah menikah, aku mengontrak rumah di sebuah perumahan di pinggir Kota Bandung.. Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta, sementara Dewi aku minta berhenti dari pekerjaannya untuk mengurus rumah. Saat ini Dewi tengah mengandung 3 bulan, aku sangat gembira karena sebentar lagi aku akan menjadi seorang bapak. Tetapi kegembiraanku tidak berlangsung lama.<br /> Aku ingat hari itu hari Kamis. Kebetulan aku mendapat tugas dari kantor untuk mengunjungi relasi yang tak jauh lokasinya dari perumahan tempatku tinggal. Setelah selesai urusanku dengan relasi kantor, aku berniat mampir ke rumah untuk makan siang. Sesampainya di depan rumahku aku lihat ada sebuah motor parkir di halaman rumah. Aku tidak mengenal motor itu, aku berpikir siapa yang tengah bertamu ke rumahku. Perlahan kubuka pintu pagar dan menuju ruang depan. Tetapi di ruang tamu tak kulihat siapapun, dari jendela aku hanya melihat ada gelas minum di meja ruang tamu. Aku coba membuka pintu depan, ternyata terkunci. Otakku mulai berpikir negatif, hatiku mulai diliputi perasaan curiga. Aku segera menuju samping rumah.<br /> Di samping rumah ada pintu yang terhubung dengan dapur. Ku coba untuk membuka pintu, ternyata tidak dikunci. Aku segera beringsut-ingsut menuju ruang tengah di mana terletak kamar tidur rumahku. Pintu kamar tidurku terbuka sedikit. Dari arah kamar kudengar suara orang yang tengah bercumbu, hatiku benar-benar panas sekarang. Perlahan ku intip ke dalam kamar, dari pantulan cermin lemari pakaianku aku bisa melihat dua orang yang telanjang bulat tengah bergumul di atas ranjang. <br /><br /> aku benar-benar marah, ingin aku segera melabrak masuk ke dalam kamar, tetapi pikiran lain muncul. Sudah lama aku membayangkan istriku tengah dicumbu orang lain. Jika tengah membayangkan hal itu, nafsu sex ku akan segera naik. Akhirnya kuputuskan untuk menonton saja adegan yang terjadi di kamarku. Aku coba memperhatikan siapa cowok yang tengah bergumul dengan istriku, aku kaget, ternyata dia Rian, mantan teman sekerja istriku, bahkan ketika pernikahanku Rian hadir dan sempat berfoto bersama. Rian memang Tampan, tubuhnya tinggi atletis dengan kulit putih dan hidung mancung.<br /><br /> Ku lihat istriku tengah mengulum kontol Rian dengan bernafsu sementara tangannya mengocok-ngocok batang kontol Rian, sementara Rian mengusap-usap rambut istriku sambil sesekali meremas-remas pantat istriku. Tak berapa lama Rian berdiri dan mengambil posisi di belakang istriku yang tengah nungging. dari cermin dapat kulihat kontol Rian yang panjang melengkung ke atas, lebih panjang dari kontolku. Pantas saja istriku nekat berselingkuh dengannya. Perlahan Rian menusukan kontolnya ke lubang memek istriku, kudengar erangan istriku ketika kepala kontol Rian mulai memasuki lubang memeknya. Rian mulai memaju-mundurkan pantatnya, semakin lama semakin cepat, batang kontolnya keluar-masuk menghujam memek Dewi. Bunyi paha Rian yang beradu dengan pantat Dewi membuatku terangsang, tanpa terasa kontolku pun sudah menegang.<br /> Kali ini Rian merubah posisi, Rian menindih tubuh Dewi, posisi mereka membelakangi cermin sehingga aku bisa melihat jelas ketika batang kontol Rian menghujam lubang memek Dewi. Gerakan Rian sangat liar dan kasar seakan-akan kontolnya hendak merobek-robek memek istriku. Sesekali Rian menciumi bibir Dewi dan payudaranya dihisap bergantian. Tak berapa lama Rian mengerang, dicabutnya kontolnya dari lubang memek Dewi. Rupanya Rian sudah hampir ejakulasi. Sambil mengocok-ngocok batang kontolnya tangan Rian menarik kepala istriku agar mendekati kepala kontolnya. Crot..crot, kontol Rian memuntahkan sperma ke wajah Dewi. Spermanya sangat banyak hingga wajah Dewi belepotan oleh cairan putih kental itu. Rian kemudian ambruk ke ranjang. Tubuhnya menindih tubuh Dewi. Mereka berpelukan sambil berciuman. Aku segera beringsut ke luar rumah.<br /> Sepanjang perjalanan aku membayangkan apa yang barusan aku saksikan. Aku jadi bertanya-tanya anak siapa yang tengah dikandung istriku<br /> dan sudah berapa lama istriku berselingkuh. Tetapi aku juga merasa horny membayangkan istriku bersetubuh dengan orang lain. Aku jadi ingin untuk bercinta dengan Dewi nanti malam, aku akan bermain habis-habisan, dan apabila Dewi sudah melahirkan aku akan menceraikannya, karena aku tidak mau mempunyai istri yang doyan selingkuh.</span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-16398923982411949912009-02-16T04:30:00.000-08:002009-02-16T04:44:26.277-08:00Hadiah Ngentot 2 Memek Chinese - Cerita Dewasa<a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa 17 tahun</a> ini begitu dahsyat, saya tak menyangka ada pengalaman seperti ini. Dan tak menyangka pula ada orang seberuntung Ardy. Di hari ulang tahun di hadiahi 2 memek chinese oleh pacarnya sendiri. Sungguh kenikmatan tiada tara dapat ngentot 2 gadis yang bersaudara dalam semalam. <br /><br /><blockquote>"Aaahh..", jeritnya.<br /><br />Tubuh montoknya itu bergetar hebat. Pantatnya dihentak-hentakkannya ke atas. Pahanya terangkat dan membelit pantatku sehingga menyatu sepenuhnya. Aku diam memberikan kesempatan kepadanya untuk menikmati orgasmenya. Tubuhnya bergetar-getar diiringi desah nafas terengah-engah. Rasanya dunia ini dilupakan kalau tidak karena desahan Mei yang berbaring di sebelah kami. Mei ternyata sedang asyik mempermainkan vaginanya sendiri. Kurasa ini saat yang tepat untuk menyetubuhi Mei. Apalagi aku belum orgasme sehingga kemaluanku masih tegak.<br /><br />"Sekarang giliran Mei", bisikku di telinganya.</blockquote><br /><br />Hubunganku dengan Mei (baca ceriteraku sebelumnya, "Penghibur Hati Yang Sepi") semakin hari semakin akrab. Hari-hari kami terasa indah. Wanita cantik dan seksi itu ternyata sangat liar kalau di atas ranjang. Nafsu seksnya besar dan terus menerus butuh pemuasan. Akupun dengan senang hati melayaninya. Apalagi ia sangat akrab dengan kedua anakku, Anita dan Marko. Mereka sering diajak jalan-jalan dan diberi hadiah. Melihat keakraban mereka aku berpikir, apakah Mei dapat menjadi ibu baru bagi mereka.<br /><br />"Anak-anak kelihatannya suka denganmu, Mei", kataku satu malam sesudah melewati satu ronde persetubuhan yang panas, "Mereka kelihatannya mau kalau kamu menjadi ibu baru mereka. Bagaimana pendapatmu?"<br />"Kita jalani saja seperti ini dulu", kata Mei menanggapi, "Aku memang menantikan kata-kata ini. Aku senang kalau diberi kesempatan menjadi ibu bagi Anita dan Marko. Namun lingkungan keluargaku masih agak sulit menerima kamu, maaf, yang bukan keturunan Cina. Tapi kupikir lama-lama mereka juga akan mau. Sabarlah, sayang. Lagi pula tidak banyak bedanyakan. Aku selalu siap untuk kamu kapan saja", lanjutnya.<br /><br />Aku paham sepenuhnya. Sejak mengenalku kami rutin bertemu untuk hubungan seks. Paling kurang beberapa kali seminggu, kecuali kalau lagi saat menstruasinya. Akhir pekan selalu menjadi kesempatan terindah. Ia mengakui kalau ia ketagihan bersetubuh denganku. Selalu orgasme, begitu katanya. Karena itu ia selalu menantikan saat-saat pertemuan. Aku merasa bangga karena kapan saja aku dapat menikmati tubuh Mei yang cantik dan seksi itu. Menggumuli tubuhnya yang mulus dengan buah dada yang montok dan pantat yang besar itu menjadi kebanggaan tersendiri. Mungkin karena selalu puas bersetubuh denganku, ia menjanjikan hadiah kejutan untuk ulang tahunku.<br /><br />"Aku ingin memberi hadiah khusus buatmu", katanya empat hari sebelum ulang tahunku.<br />"Apa itu?" tanyaku.<br />"Kalau disampaikan sekarang itu bukan kejutan namanya", katanya, "Yakin deh, pasti akan menyenangkan hadiahnya."<br />"Tapi anak-anak pasti merayakannya pada hari itu", kataku.<br />"Yah, kita rayakan sehari sesudahnya", katanya, "Untuk itu mulai besok sampai hari itu kita tidak bertemu", lanjutnya.<br /><br />Aku mengerti. Hadiah khususnya itu ternyata hubungan seks, tapi pasti dengan cara yang khusus. Apa ada pesta berdua dengan cahaya lilin? Dilanjutkan dengan hubungan kelamin yang penuh gelora? Ataukah menginap di satu hotel sambil saling memberi kenikmatan? Terserah dia saja. Toh namanya hadiah.<br /><br />Ternyata hari-hari menanti hadiah itu sungguh menyiksa. Aku selalu merindukan tubuh montok itu. Aku menelponnya tetapi ia hanya menjawab dengan tertawa-tawa. Ia pasti tahu kalau aku sudah tidak dapat menahan birahiku yang menggelora.<br /><br />Hari ulang tahunku. Di kantor teman-temanku menyanyikan "Happy Birthday to you" dan ada ucapan selamat. Yang membuatku terkejut adalah kartu ucapan selamat atas adanya "pendamping" baruku, "Congratulations for your new beautiful soul mate!"<br /><br />"Aku dukung, Mas Ardy", kata Ibu Nadya kepala bagianku.<br />"Dukung apa, Bu?" tanyaku.<br />"Alaa.. Mas Ardy ini ada aja", sela Santi yang lincah, "Kan sudah ada pendamping baru. Cantik lagi. Siapa namanya? Kenalin ke kita, dong", godanya.<br />"Namanya, Mei", kataku karena tak ada pilihan lain, "Tapi belum jelas nih. Jangan dulu deh ucapan selamatnya, nanti keburu bubarkan repot,"<br /><br />Siang itu di kantor aku tidak dapat berkonsentrasi dengan baik. Aku hanya mereka-reka, pesta seks apa yang disediakan Mei untuk merayakan hari ulang tahunku. Menunggu sehari saja rasanya sangat lama. Akhirnya toh hari yang dinantikan itu tiba. Mei menelpon, jam tujuh sudah harus ada di rumahnya.<br /><br />Jam tujuh malam itu aku sudah di depan rumahnya. Ternyata pintu pagar tidak dikunci. Ada kertas kecil di pintu minta agar pagar dikunci. Aku menguncinya dan terus ke pintu depan. Ternyata pintu itu sedikit terbuka. Aku masuk. Ruangan depan kosong. Aku terus melangkah ke dalam. Begitu aku masuk ruang tengah, Mei menyongsongku.<br /><br />"Selamat Ulang Tahun!" serunya.<br /><br />Aku segera merangkul tubuhnya ke dalam pelukanku. Bibirku mencari bibirnya dan dengan buas melumat bibir itu setelah empat hari tidak merasakannya.<br /><br />"Uhmm.. Uhmm..", gumamnya gelagapan menghadapi seranganku.<br /><br />Ia sepertinya mau bicara tetapi aku tak memberinya kesempatan. Lidahku menerobos masuk ke mulutnya dan mempermainkan lidahnya. Tangan kiriku kulingkarkan ke lehernya dan tangan kananku meraih pantatnya. Kutekan tubuhnya ke arahku membuat ia tidak dapat bergerak ke mana-mana. Di saat itulah kudengar suara.<br /><br />"Ehem..", suara seorang wanita.<br /><br />Aku terkejut dan melepaskan pelukanku. Aku menoleh. Di atas sofa ruang tengah duduk seorang wanita lain. Aku kaget bukan kepalang. Wanita itu senyum-senyum menatapku salah tingkah. Pastilah wajahku memerah seperti udang rebus.<br /><br />"Makanya tahan-tahan sedikit", kata Mei sambil tertawa menggoda.<br /><br />Aku terdiam tidak tahu mau bicara apa.<br /><br />"Ada yang nonton, tuh", lanjutnya, "Ayo mari aku kenalin. Ini Yen, sepupuku, "<br />"Yen", kata wanita itu malu-malu sambil menyorongkan tangannya.<br />"Ardy", sahutku sambil menjabat tangannya.<br />"Cantik, kan", kata Mei.<br /><br />Aku memandang lekat wanita itu. Seperti Mei, wanita ini pun keturunan Cina. Ia lebih tinggi dari Mei, sekitar 170 cm. Rambutnya yang panjang hingga menyentuh pinggul dibiarkan tergerai. Ia memakai blouse kuning pucat berleher rendah dengan lengan pendek berenda, dipadu dengan celana sebatas lutut dari bahan denim sebatas lutut. Mataku dengan cepat merayap ke dadanya yang jelas semontok dada Mei. Pinggangnya cukup ramping walau tidak seramping Mei, diimbangi oleh pantatnya yang besar. Betisnya bulat padat. Jelas ia lebih muda dari Mei.<br /><br />"Aku sudah sering mendengar cerita tentang Kho Ardy dari Ci Mei", kata Yen, "Jadinya penasaran aku, pingin kenalan,"<br />"Apa kata Mei", pancingku. Yen tersenyum malu-malu.<br />"Ha ha..", ia tertawa, "Katanya Kho Ardy orangnya baik, sabar, romantis dan.. Hi hi.."<br />"Hi hi apa", potongku.<br />"Kuat", katanya tertawa sambil menutup mulutnya.<br />"Ada aja Mei ini", sahutku agak malu sambil menoleh ke Mei. Tapi dalam hati aku jelas sangat berbangga.<br />"Kan benar, apa yang aku ceritakan", sahut Mei, "Dan yang paling penting", lanjutnya sambil merangkul bahu Yen, "Kami berdua adalah hadiah ulang tahunmu,"<br /><br />Aku tertegun tak mampu berkata-kata. Mimpi apa aku semalam? Kedua wanita Cina seksi menawan ini menjadi hadiah ulang tahunku? Keduanya berdiri di hadapanku sambil mengikik. Kupandangi keduanya lurus-lurus dengan mata berbinar. Waooh! Tak dapat kubayangkan seperti apa sensasi di ranjang nanti diapit oleh dua wanita Cina cantik, bahenol dan seksi ini.<br /><br />"Wah, sudah nafsu nih", goda Mei. Yen tertawa pelan menimpali.<br />"Abis hadiahnya istimewa begini", sahutku.<br /><br />Keduanya mendekatiku. Mei merangkulku ketat dan mendaratkan ciumannya bertubi-tubi. Kurasakan padat tubuhnya. Buah dadanya yang montok lembut dan menggairahkan itu menekan dadaku. Kurengkuh pantatnya dan kurapatkan ke tubuhku.<br /><br />"Selamat Ulang Tahun, sayang", katanya.<br /><br />Dilepaskannya tubuhku. Yen mendekatiku. Kurangkul ia ke dalam pelukanku. Ia mencium pipiku kiri dan kanan. Buah dadanya yang montok dan kenyal itu menekan dadaku. Tubuh seksi itu bergetar. Denyut jantungnya terasa olehku. Tanganku melingkar ke bongkahan pantatnya yang bulat padat itu dan kurengkuh rapat ke tubuhku. Ia menggeletar dalam pelukanku ketika kudaratkan ciumanku ke bibirnya. Ia menyambut hangat. Kujulurkan lidahku dan menerobosi mulutnya. Lidahku segera disambut oleh permainan lidahnya. Celanaku mulai terasa sesak karena gerakan kemaluanku yang mengeras.<br /><br />"Sudah.. sudah..", potong Mei, "Nanti diteruskan. Sekarang kita makan dulu, "<br /><br />Aku melepaskan Yen dari pelukanku walaupun nafsu birahiku mulai meningkat ingin segera dituntaskan. Kami beralih ke ruang makan menikmati hidangan yang sudah tersedia. Kulihat ada sebotol anggur merah. Makam malam terasa sangat indah dalam cahaya lilin. Rasa bangga menyelimuti benakku. Bayangkan! Di tengah ruangan yang romantis dengan hidangan yang enak dalam temaram cahaya lilin, aku duduk menikmati anggur merahku dengan diapit dua wanita cantik bermata sipit nan bahenol dan seksi.<br /><br />Aku tidak ingin terburu-buru menikmati semua ini walaupun senjata andalanku di bawah sana telah semakin tidak sabar, ingin segera menyatu dengan tubuh-tubuh seksi ini bergiliran. Keduanya pasti tahu dari gerak mataku yang jelalatan, melompat dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun aku tidak ingin memberi kesan liar. Terutama untuk Yen, kesan pertama ini harus indah dan romantis sehingga di masa depan tetap ada kesempatan untuk menggarapnya.<br /><br />Seperti Mei, Yen juga sudah menjanda sekitar enam bulan. Ditinggal suami yang pergi dengan wanita lain katanya. Usianya 29 tahun, tiga tahun lebih muda dari Mei, sepuluh tahun lebih muda dariku. Dalam hati aku berpikit, kok bisa ya, wanita secantik ini bisa ditinggal suami, minggat dengan wanita lain. Pasti bodoh lelaki itu. Tapi itu bukan persoalanku. Yang jelas ia ada di sini malam ini untukku. Malam ini kesempatan terbuka lebar bagiku untuk menikmati tubuhnya. Perbedaan sepuluh tahun sama sekali tidak ada pengaruhnya untuk urusan ranjang. Waahh.. Betapa beruntungnya aku.<br /><br />Selesai makan malam, aku diminta menanti di ruang tengah. Keduanya menghilang ke lantai atas. Aku menungguh dengan jantung berdebaran. Lampu-lampu diredupkan. Dan dari lantai atas kulihat keduanya turun dengan membawa kue ulang tahun dihiasi lilin beryala berbentuk angka 39.<br /><br />"Happy Birthday to you", keduanya bernyanyi, "Happy birthday to you. Happy birthday, Dear Ardy. Happy birthday darling!"<br /><br />Pemandangan di depanku sungguh-sungguh indah. Sambil memegang kue ulang tahun itu, keduanya ternyata hanya mengenakan BH dan celana dalam. Mei memakai BH dan celana dalam berwarna merah hati, sedangkan Yen mengenakan BH dan celana dalam hitam. Sangat kontras di kulit keduanya yang putih bersih. Buah dada keduanya menyembul dari BH kecil yang hanya menutupi sepertiga buah dada itu. Dalam temaram lampu yang redup kulit keduanya yang putih nampak sangat indah.<br /><br />Pusar di perut itu nampak menawan. Paha-paha padat itu menopang pinggul yang bundar dan digantungi oleh bongkah-bongkan pantat yang padat dan bulat. Celana dalam kecil yang menutupi pangkal paha menampilkan pemandangan yang sungguh menggairahkan. Kemaluanku mengeras dan berdenyut-denyut, tidak sadar menanti saat nikmat menyatu dengan kedua tubuh menawan itu.<br /><br />Setelah meletakkan kue dihiasi lilin bernyala itu di depanku, Mei memintaku berdiri. Lalu keduanya melepaskan pakaianku satu per satu. Bajuku, sepatuku, kaos kaki, celanaku, dan kaos dalamku. Yang tertinggal hanyalah celana dalamku yang sudah tidak mampu menyembunyikan kemaluanku yang sudah menggunung. Mei merapat ke sisi kiriku sedangkan Yen ke sisi kananku. Keduanya menggelayut ke dua lenganku sehingga tonjolan buah dada masing-masing menempel erat di lenganku.<br /><br />"Ayo, lilinnya ditiup dan kuenya dipotong", kata Yen.<br /><br />Aku duduk diapiti oleh keduanya dengan tubuh menempel erat ke tubuhku. Kutiup lilin itu dan memotong kuenya. Potongan pertama kusuapkan ke mulut Mei dan yang kedua ke mulut Yen. Setelah toast anggur merah, mulailah aku menikmati hadiah ulang tahunku. Aku menyandar di sofa dan kubiarkan kedua wanita cantik itu melakukan apa yang mereka mau. Setelah masing-masing memperoleh ciuman di bibir, mulailah mereka beraksi.<br /><br />Mula-mula kedua puting susuku dikulum keduanya. Mei mengulum di sebelah kiri dan Yen di sebelah kanan. Lalu masing-masing mulai bergerak ke arahnya sendiri. Mei mulai menelusuri perutku dan mengarahkan jilatan-jilatannya ke bawah, sedangkan Yen mulai merambati dada dan leherku dengan jilatan dan hisapan. Aku menggeliat-geliat menahan rasa nikmat yang mulai menjalari seluruh tubuhku. Tanganku mulai aktif bergerilya. Buah dada keduanya menjadi sasaranku. Kucari pengait BH keduanya dan kulepaskan. Buah dada keduanya menyembul keluar bebas dengan indahnya. Tangan kiriku mencari-cari buah dada Mei dan meremasnya. Sejalan dengan itu kutarik Yen merapat. Dengan segera mulutku mengerkah buah dadanya yang ternyata lebih besar dari punyanya Mei.<br /><br />"Ooohh.." erang Yen. Ditekannya kepalaku sehingga wajahku terbenam di belahan dadanya yang montok itu.<br />"Kita tuntaskan di kamar", kata Mei tiba-tiba.<br /><br />Kurangkul kedua wanita itu pada pinggul masing-masing. Bertiga kami melangkah ke kamar tidur Mei di lantai atas hanya dengan mengenakan celana dalam masing-masing. Keduanya mengikik kecil merasakan kenakalan tanganku yang telah menyeruak ke balik celana dalam mereka masing-masing dan mengusap-usap pantat mereka. Rasanya sudah tidak sabar untuk menenggelamkan diri ke dalam pelukan keduanya secara bergiliran.<br /><br />Kamar tidur Mei harum dan romantis. Kamar ini telah puluhan kali menjadi saksi pertemuanku penuh birahi dengan Mei. Ranjang lebar ini menjadi saksi bisu jeritan-jeritan kenikmatan Mei dan erangan penuh kenikmatanku. Entah sudah berapa banyak spermaku tercecer di atas ranjang ini bercampur dengan cairan vagina Mei. Dan malam ini kamar ini sekali lagi menjadi saksi sejarah baru diriku, bersetubuh sekaligus dengan dua orang wanita Cina yang cantik, bahenol dan seksi.<br /><br />Mei dan Yen segera melepaskan celana masing-masing. Kuminta keduanya berdiri berjajar. Dalam cahaya lampu yang sengaja diredupkan kedua tubuh bugil itu nampak sangat indah. Keduanya berputar bak peragawati mempertontonkan tubuh telanjangnya. Keduanya lalu mendekatiku dan merebahkan tubuhku ke atas ranjang. Yen cepat meloroti celana dalamku. Kemaluanku yang besar dan panjang itu segera mencuat tegak di hadapannya.<br /><br />"Waoo.. Gedenya", seru Yen tertahan.<br /><br />Jemari Yen yang lentik dan lembut itu segera menggenggam batang kemaluanku. Diremas-remas sebentar dan dielus-elus lembut. Aku mengerang-ngerang kenikmatan. Kuraih tubuh montok Mei dan buah dadanya segera menjadi bulan-bulanan mulutku. Sementara itu Yen mulai mempermainkan lidahnya di seputar pusarku dan semakin mendekati pangkal pahaku. Batang kemaluanku itu ada dalam genggamannya. Tangan kananku meraih buah dada Yen dan meremas-remasnya, sementara tangan kiriku merayap di sela-sela paha Mei. Jari-jariku merambah bulu-bulu kemaluannya yang lebat dan terbenam ke lubang basah kemaluannya.<br /><br />"Aaacch..", erang Mei sambil menekan kepalaku lebih erat ke dadanya.<br /><br />Jari-jariku semakin keras mencengkeram buah dada Yen ketika lidahnya yang lincah semakin mendekati batang kemaluanku yang semakin keras dan berdenyut-denyut. Ketika lidahnya semakin lidahnya menyentuh batang kemaluanku aku merasakan sensasi yang hebat dan mulut mungilnya itu dengan segera menelan senjata kebanggaanku itu.<br /><br />Sementara itu Mei semakin menggelinjang dan kemaluannya semakin basah oleb banjir cairan vaginanya. Sambil terus mengulum kemaluanku Yen melepaskan tanganku yang meremas buah dadanya. Tangan itu dituntun ke arah selangkangannya. Tanganku segera menyapu kemaluannya yang berbulu lebat itu dan jemariku segera tenggelam ke lubang yang sudah basah oleh cairan vaginanya. Puas mengulum kemaluanku Yen minta buah dadanya dikulum. Segera Mei menggantikannya mengulum kemaluanku. Erangan dan lenguhan memenuhi ruangan. Tubuh Yen menggeletar hebat menandakan birahinya makin menggila butuh pelampiasan. Kupikir sudah saatnya menyetubuhi kedua wanita ini. Aku merebahkan keduanya hingga menelentang berjejer.<br /><br />"Yen duluan", bisik Mei terengah-engah.<br /><br />Yen telentang dengan mata tertutup dan paha yang sudah terbuka lebar siap disetubuhi. Aku memegang kedua pahanya dan beringsut mendekat. Mei menempelkan kedua buah dadanya di punggungku dan lidahnya bergerilya di seputar leher dan kupingku. Kuarahkan batang kemaluanku yang sudah keras dan tegak. Kuusap-usap di bibir lubang kemaluan Yen. Ia mendesis dan mulai menggelinjang, tidak sabar menanti saat-saat penetrasi. Ujung kemaluanku perlahan-lahan mulai menguak bibir kemaluannya yang telah basah. Mulutnya terbuka dan terdengar keluhan kecil. Aku berhenti sejenak. Ia membuka matanya dan di saat itulah kusentakkan pantatku ke depan.<br /><br />"Aaa..", Yen menjerit.<br /><br />Kemaluanku yang besar dan panjang itu menerobos ke dalam lubang kemaluannya, lancar seperti di jalan tol. Yen menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar kemaluanku dapat menyuruk lebih dalam. Aku berhenti dan membiarkan ia menikmatinya. Nikmat rasanya kemaluanku digigit-gigit oleh dinding vaginanya. Ia mendesis-desis dan mengerang-erang nikmat. Lalu perlahan tetapi pasti aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur. Erangan Yen semakin keras. Buah dadanya bergoncang-goncang hebat seirama dengan genjotanku. Rambutnya yang panjang terserak-serak, membuat ekspresi wajahnya yang menahankan kenikmatan itu menjadi sangat menarik.<br /><br />Aku mengatur ritme genjotanku agar ia dapat menikmatinya. Aku mempercepat gerakan pantatku. Kenikmatan yang semakin menggila membuat ia mencengkam kedua lenganku. Ketika ia semakin menjerit-jerit, aku memperlambat bahkan menghentikan genjotanku. Ia mendesah-desah kecewa. Di saat ia masih mendesah-desah, kembali aku menyentakkan pantatku dan mengocok dengan cepat. Kembali jeritannya memenuhi ruangan itu.<br /><br />"Cepat.. Cepat.." gumamnya tidak karu-karuan, "Aku mau keluar.."<br /><br />Kupercepat tempo genjotanku. Tiba-tiba ia menarik tubuhku hingga rebah sepenuhnya di atas tubuhnya. Kubenamkan wajahku di lehernya mengiringi jeritan kenikmatan yang dilepaskannya.<br /><br />"Aaahh..", jeritnya.<br /><br />Tubuh montoknya itu bergetar hebat. Pantatnya dihentak-hentakkannya ke atas. Pahanya terangkat dan membelit pantatku sehingga menyatu sepenuhnya. Aku diam memberikan kesempatan kepadanya untuk menikmati orgasmenya. Tubuhnya bergetar-getar diiringi desah nafas terengah-engah. Rasanya dunia ini dilupakan kalau tidak karena desahan Mei yang berbaring di sebelah kami. Mei ternyata sedang asyik mempermainkan vaginanya sendiri. Kurasa ini saat yang tepat untuk menyetubuhi Mei. Apalagi aku belum orgasme sehingga kemaluanku masih tegak.<br /><br />"Sekarang giliran Mei", bisikku di telinganya.<br /><br />Yen mengangguk pelan dan melepaskan pelukannya. Ia menelentang seperti kehabisan tenaga di sebelah Mei. Aku beralih ke Mei. Kutarik tangannya. Ia segera membuka pahanya lebar-lebar. Kemaluannya sudah basah dan merekah, rupanya sudah tak sabar menunggu gilirannya digenjot. Aku merayap mendekatinya. Kemaluanku masih basah dan berkilat-kilat oleh cairan vagina Yen. Kuarahkan ujung kemaluanku ke lubang kemaluannya.<br /><br />Mei memejamkan matanya sambil memegang kain seprei yang sudah acak-acakan itu, menanti saat-saat sensasional penetrasi batang kemaluanku. Ujung kemaluanku menyentuh bibir vaginanya dan menyeruak di antar bibir-bibir itu mencari jalan masuk. Aku menurunkan pantatku sedikit dan kurasakan kemaluanku mulai memasuki kemaluannya. Mei mulai mendesah-desah. Aku menariknya keluar lagi. Ia mendesah lagi seperti kecewa. Di saat itu aku menyurukkan kemaluanku ke dalam lobang surgawinya.<br /><br />"Aaa.." Mei menjerit keras.<br /><br />Matanya membelalak. Kemaluanku kutancapkan dalam-dalam di lubang kemaluannya. Setelah jeritannya berubah menjadi erangan, aku mulai menggerak-gerakkan pantatku maju mundur. Kususupkan tanganku ke bawah lengannya dan merangkul erat bahunya. Mulutku kubenamkan ke leherya yang jenjang. Ia melingkarkan tangannya ke punggungku dan memelukku erat-erat. Pantatnya yang bundar besar itu diputar-putar untuk memperbesar rasa nikmat. Mulutnya terus menerus mengeluarkan desisan, erangan dan jeritan, mengiringi sodokan-sodokan kemaluanku yang semakin menggila. Jepitan dinding vaginanya terasa sangat nikmat.<br /><br />"Lebih keras.. Lebih keras lagi.." erang Mei.<br /><br />Aku memompanya semakin bersemangat. Peluh mengucur dari seluruh tubuhku, bercampur dengan keringatnya. Aku mengangkat sedikit dadaku. Mulutku segera menerkam buah dada kirinya yang berguncang-guncang itu. Ia mengerang dan menekan kepalaku ke dadanya. Dari buah dada kiri aku beralih ke kanan. Ia menceracau semakin tak menentu. Pahanya membuka dan menutup. Kecipak cairan vaginanya semakin memperbesar nafsuku.<br /><br />"Aku mau keluar", katanya terputus-putus.<br />"Aku juga", sahutku merasakan desakan magma spermaku yang akan memancar.<br />"Di dalam saja, sayang", bisiknya.<br /><br />Karena ingin mencapai orgasme bersama-sama, aku meningkatkan kecepatan genjotan kemaluanku. Mei menjerit-jerit semakin keras. Aku menggeram dan menggigit lehernya. Ia merangkulku erat-erat. Kuku-kukunya terasa menembus daging punggungku. Akhirnya oleh satu hentakan keras aku membenamkan kemaluanku dalam-dalam diiringi lolongan panjang Mei membelah udara malam. Pantatnya dihentak-hentakkan ke atas. Pahanya terangkat membelit pinggangku seakan memeras setiap tetes spermaku menyembur ke dalam rahimnya. Kurasakan banjir lahar spermaku deras memancar. Aku letih, Mei juga.<br /><br />Sekitar sepuluh menit aku diam membiarkan kenikmatan itu mengendur perlahan-lahan. Lalu aku melepaskan diriku dari pelukan Mei dan terhempas ke atas kasur empuk spring-bed Mei, tepat di antara Mei dan Yen. Kedua wanita montok itu seperti dikomando merapat ke arahku. Buah dada keduanya menyentuh dadaku dan paha kiri Mei serta paha kanan Yen sama-sama membelit pahaku. Keduanya menciumku dengan lembut.<br /><br />"Terima kasih, Kho", kata Yen. Aku hanya mengangguk-angguk kecil.<br /><br />Setelah beberapa saat beristirahat, kami beralih ke kamar mandi dan membersihkan tubuh. Kedua wanita itu memandikanku. Mereka menyirami tubuhku dengan air hangat dan menggosokkan body foam. Yang menarik, gosokan itu tidak dibuat dengan tangan tetapi dengan buah dada masing-masing. Acara mandi erotik ini jelas memancing nafsu birahiku. Perlahan-lahan kemaluanku mulai bangun lagi. Uh.. Sungguh acara mandi malam yang tak terlupakan.<br /><br />"Wuii.. Si ujang sudah bangun nih", goda Mei sambil mengelus kemaluanku, "Sesudah ini kita akan mulai ronde kedua", lanjutnya.<br /><br />Acara mandi selesai dan kami kembali ke ruang tengah lantai bawah. Bertiga kami tidak mengenakan sehelai benangpun. Sepenuhnya bugil. Kupandangi dua wanita Cina yang menawan ini. Mereka lagi menuang anggur. Yen membawa dua gelas, satu diserahkan kepadaku.<br /><br />"Untuk si jantan yang berulang tahun", kata Mei, "Semoga tetap kuat perkasa,"<br />"Untuk Mei dan Yen", sahutku, "Semoga tetap seksi dan menawan,"<br />"Untuk kita bertiga", kata Yen, "Semoga jadi group seks yang kompak,"<br /><br />Gila! Dunia apa yang sedang aku masuki sekarang ini? Rasanya seperti bermimpi, tetapi ini bukan mimpi. Ini sungguh kenyataan. Mengapa menolak untuk menikmati semua ini. Kedua wanita itu kini merapat ke tubuhku dan memulai aksinya.<br /><br />"Sekarang kita main di sini saja", kata Mei.<br /><br />Aku dan Yen tidak menjawab. Setuju saja. Apa sih salahnya bersetubuh di atas karpet lembut ruang tengah ini? Keduanya segera tenggelam dalam aksinya masing-masing. Rabaan dan elusan disertai jilatan dan kecupan menjalari seluruh tubuhku, mengiringi kedua tanganku yang bebas bergerilya di setiap lekuk tubuh keduanya. Pada saat kedua tanganku melingkar ke pantat keduanya dan merasakan betapa montok dan padat pantat keduanya, timbul ideku untuk menyetubuhi keduanya dalam doggy-style. Kemaluanku dengan segera tegang kembali oleh ide menarik ini.<br /><br />"Ayo, Mei dan Yen", kataku, "Sekarang kalian berlutut di lantai. Aku mau doggy-style, "<br /><br />Tanpa berkata-kata kedua wanita itu saling memandang dan tertawa mengikik. Lalu keduanya segera berlutut membelakangiku. Keduanya saling bertaut lengan, biar bisa saling membagi kenikmatan mungkin. Pemandangan di depanku sungguh indah. Aku memandang kedua bokong yang besar, putih, mulus dan padat itu. Di antara paha itu nampak gundukan rambut kemaluan masing-masing yang lebat dan hitam. Di sela-sela rambut itu nampak bibir-bibir kemaluan yang merekah merah, siap untuk digenjot bergantian.<br /><br />"Ayo Kho", kata Yen, "sudah nggak sabar nih!"<br /><br />Aku mendekati dan mengelus-elus pantat keduanya. Ketika jari-jariku mulai merayapi bibir kemaluan, keduanya mendesis serentak. Jari-jariku menyeruak ke antara bibir-bibir vagina itu dan mempermainkan kedua klitoris. Keduanya serentak menjerit kecil dan mendongak. Sungguh sensasi yang indah. Kemaluanku yang sudah sekeras senapan itu kuarahkan ke bokong Mei. Tanpa kesulitan aku menembus kemaluannya yang telah basah licin itu.<br /><br />Beberapa menit bermain dengan Mei, aku lalu beralih ke Yen. Ia pun menjerit kecil ketika kemaluanku menerobosi lubang surgawinya. Kukocok-kocok perlahan lalu semakin cepat. Ia mengerang semakin keras tak terkendali. Beberapa menit aku pun beralih ke Mei. Begitu seterusnya, sehingga kedua wanita itu semakin penasaran.<br /><br />Malam semakin larut, namun untuk kami bertiga waktu tidak lagi penting. Yang penting sekarang ialah bagaimana meraih kenikmatan bersama-sama. Aku mulai merasa letih juga. Maka ingin kuakhiri dulu ronde kedua ini. Aku memegang bokong Mei dan menyodoknya keras-keras. Ia menjerit keras dan terus mengerang-erang tak karuan ketika kemaluanku bergerak lincah keluar masuk kemaluannya. Ketika kulihat ia mencengkram keras karpet aku tahu ia akan keluar. Aku mempercepat gerakanku dan menghentak keras. Mei menjerit keras dan rebah ke atas karpet. Aku mengikutinya dan beberapa saat menindihnya.<br /><br />Melepaskan diri dari Mei aku beralih ke Yen yang setia menanti. Dengan cepat aku menghujamkan senjata kebanggaanku ke dalam kemaluannya. Seperti Mei ia pun menjerit keras. Rambutnya yang panjang itu kujambak sehingga ia mendongak ke atas sambil terus mengerang. Bunyi pantatnya yang beradu dengan pahaku seakan menjadi irama kenikmatan yang tak ada duanya. Aku pun merasa akan segera orgasme. Rambutnya semakin keras kutarik sehingga ia semakin mendongak. Pantatnya melengkung ke atas dan buah dadanya yang besar itu berguncang-guncang, seirama dengan gerakan pantatku.<br /><br />"Aaauu, Kho" jeritnya, "Aku mau keluar!"<br />"Aku juga", balasku.<br /><br />Serentak dengan jambakan rambutnya, mengiringi jeritan panjangnya, aku menghentakkan pantatku keras-keras. Ia rubuh ke atas karpet ditindih olehku. Di saat itu kurasakan deras spermaku memancar ke dalam rahimnya. Aku letih, juga Mei dan Yen. Aku diam membatu di atas pantat Yen yang montok. Mei merangkak mendekat dan mengelus-elus kepalaku.<br /><br />Aku bangun. Yen juga. Sempoyongan ia berjalan dan duduk di sofa. Kakinya terbuka lebar dan dapat kulihat leleran spermaku menetes dari vaginanya. Aku menghempaskan tubuhku di samping kirinya. Kurangkul bahunya. Mei mendekat dan duduk di sebelah kiriku. Kedua tanganku merangkul punggung keduanya dan menggapai buah dada kanan Yen dan buah dada kiri Mei. Kugenggam kedua buah dada itu erat-erat.<br /><br />"Terima kasih Mei, terima kasih Yen", kataku, "Terima kasih untuk kado ulang tahunya, "<br /><br />Keduanya menatapku, mengangguk dan tertawa gelak-gelak.<br /><br />"Tidak pernah terpikir dalam hidupku dapat mengumbar nafsu dengan dua wanita Cina yang cantik menawan, bahenol, montok dan seksi", kataku.<br />"Kho tak usah takut", sahut Mei, "Kami akan siap untuk Kho Ardy kapan saja,"<br />"Untuk lelaki sekuat Kho Ardy, Yen dan Mei akan siap selalu", timpal Yen.<br /><br />Sejak peristiwa hadiah ulang tahun itu, aku jadi selalu punya wanita yang siap melayani nafsuku. Kalau Mei lagi menstruasi, Yen pasti siap untukku. Begitu juga sebaliknya. Namun kami juga sering berkumpul bertiga untuk saling berbagi kenikmatan.<br /><br />Sekali di rumah Mei, larut malam setelah menyetubuhi keduanya secara bergiliran, iseng aku menggoda keduanya.<br /><br />"Aku sudah punya dua wanita Cina yang cantik dan seksi", kataku, "Kapan dua ini akan bertambah?"<br />"Kho Ardy pingin tambah lagi", kata Yen di luar dugaanku, "Mudah, Kho. Akan Yen atur. Mau tambah satu atau dua lagi, terserah Kho Ardy aja,"<br /><br />Aku terkejut dan menoleh ke Mei.<br /><br />"Nggak usah khawatir", lanjut Mei, "Akan ada saatnya hadiah baru lagi. Tapi harus hemat-hemat tenaganya. Soalnya wanita Cina itu nafsunya gede-gede. Haha.."<br /><br />Aku terkejut tetapi juga berbangga. Gimana ya rasanya kalau sekali waktu dikerubuti empat wanita cinta yang cantik dan bahenol seperti Mei dan Yen?<br /><br />"Tapi", kataku terus menggoda, "Kalian nggak nyesal disetubuhi lelaki bukan Cina, apalagi yang berasal dari KTI sepertiku?"<br />"Ah", renggut Mei manja, "Tentu aja tidak. Hitung-hitung mendukung program pemerintah yakni pembauran,"<br />"Pembauran ada macam-macam, Kho", lanjut Yen, "Ada yang berbaur dalam pekerjaan, rumah, profesi dan pergaulan. Untuk kita bertiga, yah berbaur kelamin aja,"<br /><br /><a href="http://koleksi-cerita-dewasa.blogspot.com/">Cerita Dewasa</a> 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panasUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-41690519499117128162009-02-12T20:02:00.000-08:002009-02-12T20:13:30.477-08:00Aku Diperkosa Kuli Bangunan : Cerita Dewasa 17 Tahun<a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa 17 tahun</a> ini terjadi karena keusilanku dulu. Mesti kuakui akulah yang mengerjai Verna dulu. Kini giliran dia balas dendam dan meminta kuli bangunan untuk memperkosaku. <br /><br /><blockquote>Adegan panas ini terus direkam Verna dengan handycamnya sambil menyoraki kami.<br />"Aahh.. jangan.. Ver, jangan disyuting.. ngghh.. matiin handy.. hhmmhh..!!," kata-kataku terpotong oleh Pak Imron yang melumat bibirku dengan bernafsu. Aku yang sudah horny membalas ciumannya dengan penuh gairah.<br />"Acchh.. ahhkk.. cckk" bunyi mulut dan lidah kami beradu. Aku makin menggeliat kegelian ketika si Kirno menaikkan lenganku dan menciumi ketiakku yang tak berbulu.<br />"Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari bokepnya Itenas nih," Verna menyemangati sambil mencari sudut-sudut pengambilan gambar yang bagus.</blockquote><br /><br />Hari itu langit sudah menguning saat aku dan Verna tiba di rumahnya seusai main tenis bersama. Berhubung jalan ke rumahku masih macet karena jam bubar, maka Verna mengajakku untuk singgah di rumahnya dulu daripada terjebak macet. Di pekarangan rumah Verna yang cukup luas itu nampak beberapa kuli bangunan sedang sibuk bekerja, kata Verna disana akan dibangun kolam ikan lengkap dengan paviliunnya. Perhatian mereka tersita sejenak oleh dua gadis yang baru turun dari mobil, yang terbalut pakaian tenis dan memperlihatkan sepasang paha mereka yang mulus dan ramping. Verna dengan ramah melemparkan senyum pada mereka, aku juga nyengir membalas tatapan nakal mereka. Mama Verna mempersilakanku masuk dan menyuguhi kue-kue kecil plus minumannya. Aku langsung menghempaskan pantatku ke sofa dan menyandarkan raketku di sampingnya, minuman yang disuguhkan pun langsung kusambar karena letih dan haus.<br /><br />Setengah jam pertama kami lewati dengan ngerumpi tentang masalah kuliah, cowok, dan seks sambil menikmati snack dan menonton TV. Lalu Mama Verna keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi menandakan dia akan keluar rumah.<br />"Ver, Mama titip bayarannya tukang-tukang itu ke kamu ya, Mama sekarang mau ke arisan," katanya seraya menyerahkan amplop pada Verna.<br />"Yah Mama jangan lama-lama, ntar kalau Citra pulang, Verna sendirian dong, kan takut," ujarnya dengan manja (waktu itu papanya sedang di luar kota, adik laki-lakinya, Very sudah 2 tahun kuliah di US dan pembantunya, Mbok Par masih mudik).<br />Akhirnya kami ditinggal berdua di rumah Verna yang besar itu. Aku sih sebenarnya sudah mau pulang dan mandi sehabis bermain tenis, tapi Verna masih menahanku untuk menemaninya. Sebagai sobat dekat terpaksa deh aku menurutinya, lagian aku kan tidak bawa mobil. Di halaman depan tampak para tukang itu sudah beres-beres, ada pula yang sudah membersihkan badan di kamar mandi belakang.<br /><br />Melihat mereka sudah bersih-bersih, akupun jadi kepingin menyegarkan badanku yang sudah tidak nyaman ini. Akupun mengajak Verna mandi bareng, tapi dia menyuruhku mandi saja duluan di kamar mandi di kamarnya, nanti dia akan menyusul sesudah para tukang selesai dan membayar uang titipan Mamanya pada mereka, sekalian menghabiskan rokoknya yang tinggal setengah. Akupun meninggalkannya dia yang sedang menonton TV di ruang tengah menuju ke kamarnya. Di kamar mandi aku langsung menanggalkan pakaianku lalu kuputar kran shower yang langsung mengucurkan airnya mengguyur tubuh bugilku. Air hangat memberiku kesegaran kembali setelah seharian berkeringat karena olahraga, rasa nyaman itu kuekspresikan dengan bersenandung kecil sambil menggosokkan sabun ke sekujur tubuhku. 15 menit kemudian aku sudah selesai mandi, kukeringkan tubuhku lalu kulilitkan handuk di tubuhku. Aku sudah beres, tapi anehnya Verna kok belum muncul juga, bahkan pintu kamarpun tidak terdengar dibuka, padahal dia bilang sebentar saja.<br /><br />Aku ingin meminjam bajunya, karena bajuku sudah kotor dan bau keringat, maka aku harus bilang dulu padanya.<br />"Ver..Ver, sudah belum, saya mau pinjam baju kamu nih!!," teriakku dari kamar.<br />Tidak terdengar jawaban dari seruanku itu, ada apa ya pikirku, apakah dia sedang di luar meninjau para tukang jadi suaraku tidak terdengar? Waktu aku lagi bingung sendirian begitu terdengarlah pintu diketuk.<br />"Nah, ini dia baru datang," kataku dalam hati.<br />Akupun menuju ke pintu dan membukanya sambil berkata<br />"Huuh.. lama banget sih Ver, lagian ngapain pake ngetok..!!," rasa kaget memotong kata-kataku begitu melihat beberapa orang pria sudah berdiri diambang pintu. Dua diantaranya langsung menangkap lenganku dan yang sebelah kanan membekap mulutku dengan tangannya yang besar.<br /><br />Belum hilang rasa kagetku mereka dengan sigap menyeretku kembali ke dalam kamar. Aku mulai dapat mengenali wajah-wajah mereka, ternyata mereka adalah para kuli bangunan di bawah tadi, semuanya ada 4 orang.<br />"Apa-apaan ini, lepasin saya.. tolong..!!," teriakku dengan meronta-ronta.<br />Tapi salah seorang dari mereka yang lengannya bertato dengan tenangnya berkata, "Teriak aja sepuasnya neng, di rumah ini sudah nggak bakal ada yang denger kok."<br />Mendengar itu dalam pikiranku langsung terbesit 'Verna', ya mana dia, jangan-jangan terjadi hal yang tidak diinginkan padanya sehingga aku pun makin meronta dan menjerit memanggil namanya. Tak lama kemudian masuklah Verna, tangannya memegang sebuah handycam Sony model terbaru. Sejenak aku merasa lega karena dia baik-baik saja, tapi perasaanku lalu menjadi aneh melihat Verna menyeringai seram.<br /><br />"Ver.. apa-apaan nih, mau ngapain sih kamu?," tanyaku padanya.<br />Tanpa mempedulikan pertanyaanku, dia berkata pada para kuli bangunan itu,<br />"Nah, bapak-bapak kenalin ini temen saya Citra namanya, dia seneng banget dientot, apalagi kalau dikeroyok, jadi silakan dinikmati tanpa malu-malu, gratis kok!,"<br />Dia juga memperkenalkan para kuli itu padaku satu-persatu. Yang lengannya bertato adalah mandornya bernama Imron, usianya sekitar 40-an, dia dipanggil bos oleh teman-temannya. Di sebelah kiriku yang berambut gondrong sebahu dan kurus tinggi bernama Kirno, usianya sekitar 30-an. Yang berbadan paling besar diantara mereka sedang memegangi lengan kananku bernama Tarman, sebaya dengan Imron, sedangkan yang paling muda kira-kira 25-an bernama Dodo, wajahnya paling jelek diantara mereka dengan bibir agak monyong dan mata besar. Keempatnya berbicara dengan logat daerah Madura.<br /><br />"Gila kamu Ver.. lepasin saya ah, edan ini sih!," aku berontak tapi dalam hatiku aku justru ingin melanjutkan kegilaan ini.<br />"Tenang Ci, ini baru namanya surprise, sekali-kali coba produk kampung dong," katanya menirukan ucapanku waktu mengerjainya di vila dulu. Habis berkata bibirnya dengan cepat memagut bibirku, kami berciuman beberapa detik sebelum dia menarik lepas mulutnya yang bersamaan dengan menghentakkan handuk yang melilit tubuhku. Mereka bersorak kegirangan melihat tubuh bugilku, mereka sudah tidak sabar lagi untuk menikmatiku<br />"Wah.. nih tetek montok banget, bikin gemes aja!," seru si Tarman sambil meremas payudara kananku.<br />"Ini jembut nggak pernah dicukur yah lebat banget!," timpal si Kirno yang mengelusi kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, dengan terus mengelus Kirno lalu merundukkan kepalanya untuk melumat payudaraku yang kiri. Sementara di belakangku, si Dodo berjongkok dan asyik menciumi pantatku yang sekal, tangannya yang tadinya cuma merabai paha mulus dan bongkahan pantatku mulai menyusup ke belahan pantatku dan mencucuk-cucukkan jarinya di sana.<br /><br />Di hadapanku Pak Imron melepaskan pakaiannya, kulihat tubuhnya cukup berisi tapi perutnya agak berlemak, penisnya sudah mengacung tegak karena nafsunya. Dia meraba-raba kemaluanku, si Kirno yang sebelumnya menguasai daerah itu bersikap mengalah, dia melepaskan tangannya dari sana agar mandornya itu lebih leluasa. Wajahnya mendekati wajahku, dia menghirup bau harum dari tubuhku.<br />"Hhmmhh.. si non ini sudah wangi, cantik lagi!," pujinya sambil membelai wajahku.<br />"Iya bos, emang di sini juga wangi loh!," timpal si Dodo di tengah aktivitasnya menciumi daerah pantatku.<br />Diperlakukan seperti itu bulu kudukku merinding, sentuhan-sentuhan nakal pada bagian-bagian terlarangku membuatku serasa hilang kendali. Gerak tubuhku seolah-olah mau berontak namun walau dilepas sekalipun saya tidak akan berusaha melarikan diri karena tanggung sudah terangsang berat. Merasa sudah menaklukkanku, kedua kuli di samping melonggarkan pegangannya pada lenganku.<br /><br />Adegan panas ini terus direkam Verna dengan handycamnya sambil menyoraki kami.<br />"Aahh.. jangan.. Ver, jangan disyuting.. ngghh.. matiin handy.. hhmmhh..!!," kata-kataku terpotong oleh Pak Imron yang melumat bibirku dengan bernafsu. Aku yang sudah horny membalas ciumannya dengan penuh gairah.<br />"Acchh.. ahhkk.. cckk" bunyi mulut dan lidah kami beradu. Aku makin menggeliat kegelian ketika si Kirno menaikkan lenganku dan menciumi ketiakku yang tak berbulu.<br />"Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari bokepnya Itenas nih," Verna menyemangati sambil mencari sudut-sudut pengambilan gambar yang bagus. Dia fokuskan kameranya ketika aku sedang diciumi Pak Imron, saat bersilat lidah hingga liur kami menetes-netes. Badanku bergetar sepeti kesetrum dan tanpa sadar kubuka kedua pahaku lebih lebar sehingga membuka lahan lebih luas bagi lidah Dodo bermain main di lubang anusku, juga jari-jari yang mengocok-ngocok vaginaku, aku tidak dapat melihat jelas lagi jari-jari siapa yang mengelus ataupun keluar-masuk di sana saking hanyutnya dalam birahi.<br /><br />Mereka menggiring dan mendudukkanku di tepi ranjang. Kirno dan Tarman mulai melepas pakaian mereka, sedangkan Dodo entah sejak kapan dia melepaskan pakaiannya, karena begitu kulihat dia sudah tidak memakai apa-apa lagi. Kini mereka berempat yang sudah bugil berdiri mengerubungiku dengan keempat senjatanya ditodongkan di depan wajahku. Aku sempat terperangah melihat penis mereka yang sudah mengeras itu, semuanya hitam dan besar, rata-rata berukuran 17-20cm.<br />"Ayo non, tinggal pilih mau yang mana duluan," kata Pak Imron.<br />Aku meraih penis Pak Tarman yang paling panjang, kubelai dan kujilati sekujur permukaannya termasuk pelirnya, kemudian kumasukkan ke mulut dan kuemut-emut.<br />"Heh, jangan cuma si Tarman aja dong non, saya kan juga mau nih," tegur si Kirno seraya menarik tanganku dan menempelkannya pada penisnya .<br />"Iya nih, saya juga," sambung si Dodo menarik tanganku yang lain.<br /><br />"Mmhh.. eenngg..!," gumamku saat menyepong Pak Tarman sambil kedua tanganku menggenggam dan mengocok penis Dodo dan Kirno. Sambil menikmati penis-penis itu, mendadak kurasakan kakiku direnggangkan dan ada sesuatu di bawah sana. Oh, ternyata Pak Imron berjongkok di hadapan selangakanku. Tangannya membelai paha mulusku dan berhenti di vaginaku dimana dia membuka bibirnya lalu mendekatkan wajahnya kesana. Kurasakan lidahnya mulai menyentuh dinding vaginaku dan menari-nari disana. Sungguh luar biasa kenikmatan itu, aku pun semakin liar, aku membuka pahaku lebih lebar agar Pak Imron lebih leluasa menikmati vaginaku. Hal itu juga berpengaruh pada kocokan dan kulumanku yang makin intens terhadap ketiga pria yang sedang kulayani penisnya. Mereka mengerang-ngerang merasakan nikmatnya pelayanan mulutku secara bergantian. Saking sibuknya aku sampai tidak tahu lagi tangan-tangan siapa saja yang tak henti-hentinya menggerayangi payudaraku.<br /><br />Setelah cukup dengan pemanasan, mereka membaringkan tubuhku di tengah ranjang. Pak Imron langsung mengambil posisi diantara kedua pahaku siap untuk memasukkan penisnya kepadaku, tanpa ba-bi-bu lagi dia mulai menancapkan miliknya padaku. Ukurannya sih tidak sebesar milik Pak Tarman, tapi diameternya cukup lebar sesuai bentuk tubuhnya sehingga vaginaku terkuak lebar-lebar dan agak perih. Verna mendekatkan kameranya pada daerah itu saat proses penetrasi yang membuatku merintih-rintih. Pak Imron mulai menghentak-hentakkan pinggulnya, mulanya pelan tapi semakin lama goyangannya semakin kencang membuat tubuhku tersentak-sentak. Teman-temannya juga tidak tinggal diam, mereka menjilati, mengulum, dan menggerayangi sekujur tubuhku. Si Dodo sedang asyik menjilat dan mengeyot payudaraku, terkadang dia juga menggigit putingku. Pak Tarman menggelikitik telingaku dengan lidahnya sambil tangannya meremasi payudaraku yang satunya. Sementara tangan kananku sedang mengocok penis si Kirno. Pokoknya bener-bener rame rasanya deh, ya geli, ya nikmat, ya perih, semua bercampur jadi satu.<br /><br />Aku mengerang-ngerang sambil mengomeli Verna yang terus merekamku<br />"Awww.. awas kamu Ver ntar.. saya.. aahh.. liat aja.. oohh.. ntar!,"<br />"Yaah, kamu masa kalah sama Indah Ci, dia aja sudah ada bokepnya, sekarang saya juga mo bikin yang kamu nih," ujarnya dengan santai "Hmm.. judulnya apa yah, Citra cewek A*****, wah pasti seru deh!"<br />Kini sampailah aku pada saat yang menentukan, tubuhku mengejang hebat sampai menekuk ke atas disusul dengan mengucurnya cairan cintaku seperti pipis. Si Kirno juga jadi ikut mengerang karena genggamanku pada penisnya jadi mengencang dan kocokanku makin bersemangat. Pak Imron sendiri belum memperlihatkan tanda-tanda akan klimaks, kini dia malah membalikkan tubuhku dalam posisi dogy tanpa melepas penisnya. Dia melanjutkan genjotannya dari belakang.<br /><br />Waktu aku masih lemas dan kepalaku tertunduk, tiba-tiba si Dodo menarik rambutku dan penisnya sudah mengacung di depan wajahku. Akupun melakukan apa yang harus kulakukan, benda itu kumasukkan dalam mulutku. Kumulai dengan mengitari kepalanya yang seperti jamur itu dengan lidahku, serta menyapukan ujung lidahku di lubang kencingnya, selanjutnya kumasukkan benda itu lebih dalam lagi ke mulut dan kukulum dengan nikmatnya. Tentu saja hal ini membuat si Dodo blingsatan keenakan, penisnya ditekan makin dalam sampai menyentuh kerongkonganku, bukan cuma itu dia juga memaju-mundurkan penisnya sehingga aku agak kelabakan. Setiap kali Pak Imron menghujamkan penisnya penis Dodo semakin masuk ke mulutku sampai wajahku terbenam di selangkangannya, begitupun sebaliknya ketika Dodo menyentakkan penisnya di mulutku, penis Pak Imron semakin melesak ke dalamku. Pak Tarman yang menunggu giliran berlutut di sampingku sambil meremas payudaraku yang menggantung. Pak Imron mendekati puncak, dia mencengkam pinggulku erat-erat sambil melenguh nikmat, genjotannya semakin cepat sampai akhirnya menyemburkan cairan putih pekat di rahimku.<br /><br />Sesudah Pak Imron mencabut penisnya, si Dodo mengambil alih posisinya. Namun sebelum sempat memulai, si Kirno menyela:<br />"Kamu dari bawah aja Do, masak dari tadi aku ngerasain tangannya aja sih, aku pengen ininya nih!," katanya sambil mencucukkan jarinya ke anusku sehingga aku menjerit kecil.<br />Merekapun sepakat, akhirnya aku menaiki penis si Dodo yang berbaring telentang, benda itu masuk dengan lancarnya karena vaginaku sudah licin oleh cairan kewanitaanku ditambah lagi mani Pak Imron yang banyak itu. Kemudian dari belakang Kirno mendorong punggungku ke depan sehingga pinggulku terangkat. Aku merintih-rintih ketika penisnya melakukan penetrasi pada anusku.<br />"Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih lubang!," desahnya menikmati sempitnya anusku.<br />Kedua penis ini mulai berpacu keluar-masuk vagina dan anusku seperti mesin. Dodo yang berada dibawah menciumi leher depanku dan meninggalkan bekas merah.<br /><br />"Ooohh.. aahh.. eenngghh," suara lirih keluar dari mulutku setiap kali kedua penis itu menekan kedua liang senggamaku dengan kuat.<br /><br />Disebelahku kulihat Verna sudah mulai dikerjai Pak Imron dan Tarman yang sudah tidak sabar karena penisnya belum kebagian jatah lubang dari tadi. Verna terus mensyutingku walaupun tangan-tangan jahil itu terus menggerayanginya, sesekali dia mendesah. Tangan Pak Tarman menyusup lewat bawah rok tenisnya dan kaos putihnya sudah disingkap oleh Pak Imron. Dengan cekatan, Pak Imron membuka kait BH-nya menyebabkan BH yang melingkar di dadanya itu jatuh, dan terlihatlah buah dada montok Verna dengan puting kemerahan yang mencuat. Pak Tarman langsung melumat yang sebelah kiri sambil tangannya menggosok-gosok kemaluannya dari luar, yang sebelah kiri diremas Pak Imron sambil menciumi lehernya. Ikat rambut Verna ditariknya hingga rambut indahnya tergerai sampai punggung.<br />"Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh," desah Verna dengan suara bergetar.<br /><br />Pak Imron mengambil handycam dari tangan Verna dan meletakkannya di rak kecil pada ujung ranjang, diaturnya sedemikian rupa agar alat itu menangkap gambar kami semua. Desahan Verna makin seru saat jari-jari Pak Tarman keluar masuk vaginanya lewat samping celana dalamnya. Kedua payudaranya menjadi bulan-bulanan mereka berdua, keduanya dengan gemas meremas, menjilat, mengulum, juga memain-mainkan putingnya, seperti yang pernah kukatakan, payudara Verna memang paling menggemaskan diantara kami berempat. Pak Imron duduk berselonjor dengan bersandar pada ujung ranjang, disuruhnya Verna melakukan oral seks. Tanpa disuruh lagi Verna pun menunduk hingga pantatnya nungging. Digenggamnya penis yang hitam berurat itu, dikocok sejenak lalu dimasukkan ke mulutnya. Dari belakang, Pak Tarman menarik lepas celana dalamnya, lalu dia sendiri mulai menjilati kemaluan Verna yang sudah becek, posisi Verna yang menungging membuatnya sangat leluasa menjelajahi kemaluannya sampai anusnya dengan lidah. Mereka melakukan oral seks berantai.<br /><br />Pak Imron memegang handycam dan mengarahkannya pada Verna yang sedang mengulum penisnya, terkadang alat itu juga diarahkan padaku yang sedang disenggamai Kirno dan Dodo. Sudah cukup lama aku bertahan dalam posisi ini, payudaraku rasanya panas dan memerah karena terus dikenyot dan diremas Dodo yang di bawahku, lalu Dodo menarik wajahku, bibir mungilku bertemu mulutnya yang monyong, lidahnya bermain liar dalam mulutku, wajahku juga dijilati sampai basah oleh ludahnya. Si Kirno yang sedang menyodomiku tangannya bergerilya mengelusi punggung dan pantatku. Mungkin karena sempitnya, Kirno orgasme duluan, dia mengerang dan mempercepat genjotannya hingga akhirnya dia melepas penisnya lalu buru-buru pindah ke depan untuk menyiramkan spermanya di wajahku. Pak Imron mendekatkan handycam itu saat sperma Kirno muncrat membasahi wajahku. Wajahku basah bukan saja oleh keringat, juga oleh ludah Dodo dan sperma Kirno yang kental dan banyak itu. Si Dodo bilang aku jadi lebih cantik dan menggairahkan dengan kondisi demikian, maka aku biarkan saja wajahku belepotan seperti itu, bahkan kujilati cairan yang menempel di pinggiran mulutku.<br /><br />Lepas dari Kirno, aku masih harus bergumul dengan Dodo dalam posisi woman on top. Aku menggoyangkan pinggulku dengan liar diatas penisnya, aku makin terangsang melihat ekspresi kenikmatan di wajahnya, dia meringis dan mengerang, terutama saat aku membuat gerakan meliuk yang membuat penisnya seolah-olah dipelintir. Kamar ini bertambah gaduh dengan desahan Verna yang sedang disodoki Pak Tarman dari belakang, dari depannya Pak Imron menopang tubuhnya sambil menyusu dari payudaranya. Si Kirno yang sedang beristirahat diserahi tugas mensyuting adegan kami dengan handycam itu. Gila memang, kalau dilihat sekilas seperti sedang terjadi perkosaan massal di rumah ini, karena kalau dilihat dari fisik, mereka kasar dan hitam, selain itu mereka cuma kuli bangunan. Sedangkan tubuh kami terawat dan putih mulus bak pualam dengan wajah yang sedap dipandang karena kami dari golongan borju dan terpelajar. Pasti mereka ibarat kejatuhan bintang berkesempatan menikmati tubuh mulus kami.<br /><br />Tidak sampai 10 menit setelah Kirno melepaskanku, tubuhku pun mulai mengejang dan kugoyangkan tubuhku lebih gencar. Akhirnya akupun kembali mencapai orgasme bersamaan dengan Dodo. Tubuhku ambruk telentang, si Dodo menyiramkan spermanya bukan hanya di wajahku, tapi juga di leher dan dadaku.<br />"Hei.. sialan lu, aku belum ngentot sama tuh cewek, udah lu mandiin pakai peju lu," tegur Pak Tarman yang sedang menggenjot Verna dalam logat daerah yang kental.<br />"Huehehe.. tenang dong bos, suruh aja si non ini yang bersihin," jawab Dodo sambil menarik kepala Verna mendekati wajahku, "Ayo non, minum tuh peju!"<br />Tanpa merasa jijik, Verna yang sudah setengah sadar itu mulai menjilati wajahku yang basah, lidahnya terus menyapu cairan putih itu hingga mulut kami bertemu. Beberapa saat kami berpagutan lalu lidah Verna merambat turun lagi, ke leher dan payudara, selain menjilati ceceran spema, dia juga mengulum buah dadaku, putingku digigitnya pelan dan diemut. Sebuah tangan lain mendarat di payudaraku yang satu. Aku melihat si Kirno sudah berlutut di sebelahku mengarahkan handycam ke arah kami.<br /><br />Aku merasakan kedua pahaku dibuka, lalu kemaluanku yang sudah basah dilap dengan tisu. Si Dodo telah memposisikan kepalanya diantara pangkal pahaku dan lidahnya mulai menjilati pahaku. Diperlakukan demikian aku jadi kegelian sehingga paha mulusku makin mengapit kepala si Dodo. Lidahnya semakin mengarah ke vaginaku dan badanku menggeliat diiringi desahan ketika lidahnya yang basah itu bersentuhan dengan bibir vaginaku lalu menyapunya dengan jilatan panjang menyusuri belahannya. Lidah itu juga memasuki vaginaku lebih dalam lagi menyentuh klitorisku. Ooohh.. aku serasa terbang tinggi dengan perlakuan mereka, belum lagi si Kirno yang terus memilin-milin putingku dan Verna yang menjilati tubuhku. Dalam waktu singkat selangkanganku mulai basah lagi. Dodo mengisap vaginaku dalam-dalam sehingga mulutnya terlihat semakin monyong saja, sesekali dia mengapitkan klitorisku dengan bibirnya. Aku mengerang keras, kakiku mengapit erat kepalanya melampiaskan perasaan yang tak terlukiskan itu.<br /><br />Aku mendengar Pak Tarman menjerit tertahan, tubuhnya mengejang dan genjotannya terhadap Verna makin kencang, ranjang ini semakin bergetar karenanya. Verna sendiri tidak kalah serunya, dia menjerit-jerit seperti hewan mau disembelih karena payudaranya yang montok itu digerayangi dengan brutal oleh Pak Tarman, selain itu agaknya dia pun sudah mau orgasme. Akhirnya jeritan panjang mereka membahana di kamar ini, mereka mengejang hebat selama beberapa saat. Keringat di wajah Verna menetes-netes di dada dan perutku dan dia jatuhkan kepalanya di perutku setelah Pak Tarman melepasnya. Pak Imron yang menunggu giliran mencicipi Verna langsung meraih tubuhnya yang masih lemas itu dan dinaikkan ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Tangannya yang kekar itu membentangkan lebar-lebar paha Verna dan menurunkannya hingga penis yang terarah ke vagina Verna tertancap. Penis itu melesak masuk disertai lelehan sperma Pak Tarman yang tertampung di rongga itu. Sejenak kemudian tubuh Verna sudah naik turun di pangkuan Pak Imron.<br /><br />Puas menjilati vaginaku, kini si Dodo membalik tubuhku dalam posisi doggy. Penisnya diarahkan ke vaginaku dan dengan sekali hentakkan masuklah penis itu ke dalamku. Dodo memompakan penisnya padaku dengan cepat sekali sampai aku kesulitan mengambil nafas, kenikmatan yang luar biasa ini kuekspresikan dengan erangan dan geliat tubuhku. Kemudian Pak Tarman yang sudah pulih menarik kepalaku yang tertunduk lantas menjejali mulutku dengan penisnya. Jadilah aku disenggamai dari dua arah, selain itu payudaraku pun tidak lepas dari tangan-tangan kasar mereka, putingku dipencet, ditarik, dan dipelintir. Selama 15 menit diigempur dari belakang-depan akhirnya aku tidak tahan lagi, lolongan panjang keluar dari mulutku bersamaan dengan Verna yang juga telah orgasme di pangkuan Pak Imron, tak sampai 5 menit Dodo juga menyemburkan maninya di dalam rahimku.<br /><br />Pak Tarman menggantikan posisi Dodo, aku dibaringkan menyamping dan diangkatnya kaki kananku ke bahunya. Dia mendorong penisnya ke vaginaku, oucchh.. rasanya sedikit nyeri karena ukurannya yang besar itu aku sampai merintih dan meremas kain sprei, padahal itu belum masuk sepenuhnya. Beberapa kali dia melakukan gerakan tarik-dorong untuk melicinkan jalan masuk bagi penisnya, hingga dorongan yang kesekian kali akhirnya benda itu masuk seluruhnya.<br />"Aakkhh.. sakit Pak.. aduh," aku mengerang kesakitan karena dia melakukannya dengan agak paksa.<br />Dia berhenti sejenak untuk membiarkanku beradaptasi, baru kemudian dia mulai menggenjotku, frekuensinya terasa semakin meningkat sedikit demi sedikit. Urat-urat penisnya terasa sekali bergesekan dengan dinding vaginaku. Aku dibuatnya mengerang-ngerang tak karuan, mataku menatap kosong ke arah handycam yang sekarang sudah berpindah ke tangan Pak Imron.<br /><br />Verna kini sedang digumuli oleh Kirno dalam posisi yang sama dan saling berhadapan denganku. Kuraih tangannya sehingga telapak tangan kami saling genggam. Kucoba berbicara dengannya dengan nafas tersenggal-senggal,<br />"Ahh.. Ver, yang ini.. ngghh.. gede.. amat"<br />"Iyah.. yang ini juga.. ahh.. gila.. nyodoknya mantap!" jawabnya<br />Kemudian aku merasa sebuah lidah menggelitik telingaku, ternyata itu si Dodo, tangannya tidak tinggal diam ikut bergerilya di payudaraku. Bulu kudukku merinding ketika lidahnya menyapu telak tengkuk dan belakang telingaku yang cukup sensitif. Pak Tarman menyodokku demikian keras sambil tangannya meremasi pantatku, untung saja aku sudah terbiasa dengan permainan kasar seperti ini, kalau tidak tentu aku sudah pingsan sejak tadi.<br /><br />Tiba-tiba Verna mendesah lebih panjang dan menggenggam tanganku lebih erat, tubuhnya bergetar hebat, nampaknya dia mau orgasme.<br />"Iyah.. terus mas.. ahh.. ahh.. Ci.. gua keluar.. akkhh!" desahnya bersamaan dengan tubuhnya menegang selama beberapa saat lalu melemas kembali.<br />Ternyata Kirno masih belum selesai dengan Verna, kini dia telentangkan tubuhnya, kaos tenisnya yang tersingkap dilepaskan dan dilemparnya, maka yang tersisa di tubuh Verna tinggal rok tenis yang mini, seuntai kalung di lehernya, dan sebuah arloji 'Guess' di lengannya. Kemudian dia menaiki dada Verna dan menyelipkan penisnya diantara kedua gunung itu dan mengocoknya dengan himpitan daging kenyal itu. Tak lama spermanya berhamburan ke wajah dan dada Verna, lalu Kirno mengusap sperma di dadanya sampai merata sehingga payudara Verna jadi basah dan berkilauan oleh sperma. Si Dodo yang sebelumnya menggerayangiku sekarang sudah pindah ke selangkangan Verna dimana dia memasukkan dua jari untuk mengobok-obok vaginanya dan mengelus-elus paha dan pantatnya.<br /><br />Aku tinggal melayani Pak Tarman seorang saja, tapi tenaganya seperti tiga orang, bagaimana tidak sudah tiga kali aku dengan dia ganti posisi tapi masih saja belum menunjukkan tanda-tanda sudahan, padahal badanku sudah basah kuyup baik oleh keringat maupun sperma, suaraku juga sudah mau habis untuk mengerang. Sekarang dia sedang genjot aku dengan posisi selangkangan terangkat ke atas dan dia menyodokiku dari atas dengan setengah berdiri. Belasan menit dalam posisi ini barulah dia mencabut penisnya dan badanku langsung ambruk ke ranjang. Belum sempat aku mengatur nafas, dia sudah menempelkan penisnya ke bibirku dan menyuruhku membuka mulut, cairan putih kental langsung menyembur ke wajahku, tapi karena semprotannya kuat cairan itu bukan cuma muncrat ke mulut, tapi juga hidung, pipi, dan sekujur wajahku. Yang masuk mulut langsung kutelan agar tidak terlalu berasa karena baunya cukup menyengat.<br /><br />Verna masih sibuk menggoyang-goyangkan tubuhnya diatas penis Dodo, kedua tangannya menggenggam penis Pak Imron dan Kirno yang masing-masing berdiri di sebelah kiri dan kanannya. Secara bergantian dia mengocok dan menjilati penis-penis di genggamannya itu. Kedua pria itu dalam waktu hampir bersamaan menyemburkan spermanya ke tubuh Verna. Seperti shower, cairan putih itu menyemprot dengan derasnya membasahi muka, rambut, leher dan dada Verna. Mereka nampak puas sekali melihat keadaan temanku seperti itu, Pak Imron yang memegang handycam mendekatkan benda itu ke arahnya.<br />"Mandi peju, tengah malam.. aahh..!" demikian senandung Pak Tarman menirukan irama sebuah lagu dangdut saat mengomentari adegan itu.<br />Setelah orang terakhir yaitu si Dodo orgasme, kami semua terbaring di ranjang spring bed itu. Kamar ini hening sejenak, yang terdengar hanya deru nafas terengah-engah. Verna telentang di atas badan Dodo, wajahnya nampak lelah dengan tubuh bersimbah peluh dan sperma, namun tangannya masih dapat menggosok-gosokkan sperma di tubuhnya serta menjilati yang menempel di jarinya.<br /><br />Pak Tarman yang pulih paling awal, melepaskan dekapannya padaku dan berjalan ke kamar mandi, sebentar saja dia sudah keluar dengan muka basah lalu memunguti bajunya. Ketika kuli lainnya pun mulai beres-beres untuk pulang. Mereka mengomentari bahwa kami hebat dan berterima kasih diberi kesempatan menikmati 'hidangan' seperti ini dengan gratis. Verna memakai kembali bajunya untuk mengantar mereka ke pintu gerbang. Mereka berpamitan padaku dengan mencium atau meremas organ-organ kewanitaanku. Verna baru kembali ke sini 15 menit kemudian karena katanya dia diperkosa lagi di taman sebelum mereka pulang. Terpaksa deh aku harus mandi lagi, habis badanku jadi keringatan dan lengket lagi sih. Kami berendam bersama di bathtub Verna yang indah sambil menonton 'film porno' yang kami bintangi sendiri melalui handycam itu. Lumayan juga hasilnya meskipun kadang gambarnya goyang karena yang men-syuting ikut berpartisipasi. Rekaman itu kami transfer menjadi VCD hanya untuk koleksi pribadi geng kami. Kami sempat beradegan sesama wanita sebentar di bathtub karena terangsang dengan rekaman itu.<br /><br />Malam itu aku menginap di rumah Verna karena sudah kemalaman dan juga lelah. Kami terlebih dulu mengganti sprei yang bekas bersenggama itu dengan yang baru agar enak tidur. Pagi harinya setelah sarapan dan pamitan pada mamanya Verna, kami menuju ke halaman depan dan naik ke mobil. Di sana kami berpapasan dengan keempat tukang bangunan yang senyum-senyum ke arah kami, kami pun membalas tersenyum, lalu Verna mulai menjalankan mobil. Kami keluar dari rumahnya dengan kenangan gila dan mengasyikkan. Beberapa hari ke depan sampai pembangunan selesai, mereka beberapa kali memperkosa Verna kalau ada waktu dan kesempatan, kadang kalau sedang tidak mood Verna keluar rumah sampai jam kerja mereka berakhir.<br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panasUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-29596752728950796512009-02-10T13:24:00.000-08:002009-02-10T14:00:34.693-08:00Cerita Dewasa 17 Tahun : Alibi Bercinta<b><a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa 17 Tahun</a></b> ini bermula dari pertemuan Icar dan Sinta pada sebuah hotel. Karena takut ketahuan pada pasangan masing2, akhirnya mereka sepakat utk saling menjelaskan dan memberi alibi untuk menutupi perbuatan mesumnya. Namun, kini justru cerita panas terjadi diantara mereka.<br /><br /><blockquote>Sewaktu partama dimasuki, Sinta masih memejamkan mata, dia baru tersadar ketika batang itu sudah setengah terendam di vaginanya. Agak ketat sedikit rasanya. Membuka mata melirik ke bawah, dia langsung bisa mengira-ngira seberapa besar batang itu. “Aahshh..” dia mengerang dengan gemetar kerinduan nafsunya hanya saja tangannya mengerem pinggul Oom Icar agar tidak sekaligus tancap masuk.</blockquote><br /><br />Oom Icar, 47 tahun juga cukup dikenal akrab oleh Sinta karena dia sering bertandang di rumah sahabatnya ini. Pada penampilan luarnya Oom Icar bertampang simpatik dan malah kelihatan sebagai orang alim, tapi kenapa sampai bisa berhubungan dengan Sinta ini awalnya cukup konyol. Secara kebetulan keduanya saling kepergok di sebuah hotel ketika masing-masing akan melakukan perbuatan iseng. Oom Icar saat itu sedang menggandeng seorang pelacur langganan tetapnya dan Sinta saat itu sedang digandeng dr.Budi.<br /><br />Keduanya jelas-jelas bertemu di gang hotel sama-sama tidak bisa mengelak. Tentu saja sama-sama kaget tapi masing-masing cepat bisa bersandiwara pura-pura saling tidak kenal.<br /><br />Kelanjutan dari itu masing-masing sepakat bertemu dikesempatan tersendiri untuk saling menjelaskan dan membela diri. Bahwa kalau Sinta mengaku hubungannya dengan dr.Budi karena kena bujuk diajak beriseng dan cuma dengan laki-laki itu saja, sedang Oom Icar mengaku bahwa dia terpaksa mencari pelarian karena Tante Vera, istrinya, katanya sudah kurang bergairah menjalankan kewajibannya sebagai istri di tempat tidur. Masuk akal bagi Sinta karena dilihatnya Tante Vera yang gemuk itu memang lebih sibuk di luar rumah mengurus bisnis berliannya ketimbang mengurus suami dan keluarganya. Itu sebabnya Asmi, salah satu anaknya juga jadi bebas dan liar di luaran.<br /><br />Dari pertemuan itu masing-masing nampak sama ketakutan kalau rahasianya terbongkar di luaran. Sinta takut hubungannya dengan dr.Budi didengar orang tuanya sedang Oom Icar juga lebih takut lagi nama baiknya jadi rusak. Berikutnya karena kadung sudah saling terbuka kartu masing-masing, keduanya yang berusaha agar saling menutup mulut jangan membuka rahasia ini justru menemukan cara tersendiri yaitu dengan membuat hubungan gelap satu sama lain. Ide ini terlontar oleh Oom Icar yang coba merayu Sinta ternyata diterima baik oleh Sinta.<br /><br />Singkat cerita kesepakatan pun tercapai, cuma ketika menjelang janji bertemu di suatu tempat di mana Oom Icar akan menjemput dan membawa Sinta ke hotel, Sinta meskipun melihat tidak ada salahnya mencoba iseng dengan Oom Icar tidak urung berdebar juga jantungnya. Tegang karena partner kali ini hubungannya terkait dekat. Sekali meleset dan terbongkar bisa fatal urusan malunya. Begitu juga waktu sudah semobil di sebelah Oom Icar, sempat kikuk malu dia dengan laki-laki yang ayah sahabatnya ini. Pasalnya Oom Icar yang sebenarnya juga sama tegang karena kali ini yang dibawa adalah teman dekat anak gadisnya, dia hampir tidak ada suaranya dan pura-pura sibuk menyetir mobilnya sehingga Sinta didiamkan begini jadi salah tingkah menghadapinya. Tapi waktu sudah masuk kamar hotel dan mengawali dengan duduk ngobrol dulu merapat di sofa, di situ mulai ke luar keluwesan Oom Icar dalam bercumbu. Sinta pun mulai lincah seperti biasa pembawaannya kalau sedang menghadapi dr.Budi. Genit manja jinak-jinak merpati membuat si Oom tambah penasaran terangsang kepadanya. Waktu itu dengan mesra Oom Icar menawarkan makan pada Sinta tapi ditolak karena masih merasa kenyang.<br /><br />“Aku minta rokoknya Oom.. Sinta pengen ngerokok.” pinta Sinta sebagai alternatif tawaran Oom Icar.<br />“Oh ngerokok juga? Iya ada, mari Oom yang pasangin. Oom nggak tau kalo Sinta juga ngerokok.”<br />“Cuma sekali-sekali aja, abis deg-degan pergi sama Oom ke sini.” jelas Sinta menunjukan kepolosannya.<br />“Kok sama, Oom juga sempat tegang waktu bawa Sinta di mobil tadi, takut kalo ada yang ngeliat.”<br />Masing-masing sama mengakui apa yang dirasakan selama dalam perjalanan. Sinta mulai menggoda Oom Icar.<br />“Masa udah tegang duluan, kan belum apa-apa Oom?” godanya dengan genit.<br />“Oo yang itu memang belum, tapi jantungnya yang tegang.” jawab Oom Icar setelah membakar sebatang rokok buat Sinta yang sudah langsung menjulurkan tangannya, tapi masih belum diberikan oleh Oom Icar.<br /><br />“Mana, katanya mau pasangin buat Sinta?”<br />“Sebentar, sebelum ngerokok bibirnya Oom musti cium dulu..”<br />Menutup kalimatnya Oom Icar langsung menyerobot bibir Sinta memberinya satu ciuman bernafsu, dibiarkan saja oleh Sinta hanya setelah itu dia menggigit bibir malu-malu manja menyandarkan kepalanya di dada Oom Icar sambil menyelingi dengan merokok yang sudah diterimanya dari Oom Icar. Melihat ini Oom Icar semakin berlanjut.<br />“Bajunya basah keringetan nih, Oom bukain ya biar nggak kusut?” katanya menawarkan tapi sambil tangannya yang memeluk dari belakang mulai mencoba melepas kancing baju Sinta.<br /><br />Lagi-lagi Sinta tidak menolak. Dengan gaya acuh tak acuh sibuk mengisap rokoknya, dia membiarkan Oom Icar bekerja sendiri malah dibantu menegakkan duduknya agar kemejanya dapat diloloskan dari lengannya membuat dia tinggal mengenakan kutang saja. Sinta memang sudah terbiasa bertelanjang di depan lelaki, jadi santai saja sikapnya. Tetapi ketika tangan Oom Icar menyambung membuka reitsleting belakang rok jeans-nya dan dari situ akan meloloskan rok berikut celana dalamnya, baru sampai di pinggul Sinta menggelinjang manja.<br />“Ngg.. masak aku ditelanjangin sendiri, Oom juga buka dulu bajunya?”<br />“Iya, iya, Oom juga buka baju Oom..”<br /><br />Segera Oom Icar melucuti bajunya satu persatu sementara Sinta bergeser duduknya ke sebelah. Berhenti dengan hanya menyisakan celana dalamnya, dia pun beralih untuk meneruskan usahanya melepas rok Sinta. Sekarang baru dituruti tapi juga sama menyisakan celana dalamnya. Tentu saja Oom Icar mengerti bahwa Sinta masih malu-malu, dia tidak memaksa dan kembali menarik Sinta bersandar dalam pelukan di dadanya. Di situ dia mulai dengan mengecup pipi Sinta sambil mengusap-usap pinggang bergerak meremas lembut masing-masing pangkal bawah susu si gadis yang masih tertutup kutangnya.<br /><br />“Sinta kurus ya Oom?” tanya Sinta sekedar menghilangkan salah tingkah karena susunya mulai digerayangi Oom Icar.<br />“Ah nggak, kamu malah bodimu bagus sekali Sin.” jawab Oom Icar memuji Sinta apa adanya karena memang tubuh gadis ini betul-betul berlekuk indah menggiurkan.<br />“Tapi Oom kan senengnya sama yang mantep, yang hari itu Sinta liat ceweknya montok banget..”<br />“Iya tapi orangnya jelek, udah tua. Abisnya nggak ada lagi sih? Maunya nyari yang cakep kayak Sinta gini. Kalo ini baru asyik..” rayu Oom Icar sambil kali ini mencoba untuk membuka pengait bra Sinta yang kebetulan terletak di bagian depan.<br />“Oom sih ngerayu. Buktinya belon apa-apa udah bilang asyik duluan?”<br />“Justru karena yakin maka Oom berani bilang gitu. Coba aja pikir, ngapain Oom sampe berani ngajak Sinta padahal jelas-jelas udah tau temen baiknya Asmi, ya nggak? Kalo bukan lantaran tau kapan lagi dapet asyik ditemenin cewek secakep Sinta, tentu Oom nggak akan nekat gini. Udah lama Oom seneng ngeliat kamu Sin.”<br />Sinta kena dipuji rayuan yang memang masuk akal ini kontan bersinar-sinar bangga di wajahnya. Perempuan kalau terbidik kelemahannya langsung jadi murah hati, segera mandah saja dia membiarkan kutangnya dilepas sekaligus memberikan kedua susu telanjangnya yang berukuran sedang membulat kenyal mulai diremas tangan Oom Icar.<br /><br />“Emangnya, Oom seneng sama Sinta sejak kapan? Kayaknya sih Sinta liat biasa-biasa aja?”<br />“Dari Sinta mulai dateng-dateng ke rumah Oom udah ketarik sama cantiknya, cuma masak musti pamer terang-terangan? Tiap kali ngeliat rasanya gemeesss sama kamu..” bicaranya menyebut begitu sambil secara tidak sengaja memilin puting susu di tangannya membuat si gadis lagi-lagi menggelinjang manja.<br />“Aaa.. gemes mau diapain Oom?!”<br />“Gemes mau dipeluk-pelukin gini, dicium-ciumin gini, atau juga diremes-remesin gini.. sshmmm..” jawab Oom Icar dengan memperlihatkan contoh cara dia mendekap erat, mengecup pipi dan meremas susu Sinta.<br />“Terusnya apalagi?”<br />“Terusnya yang terakhir ininya.. Apa sih namaya ini?” tanya canda Oom Icar yang sebelah tangannya sudah diturunkan ke selangkangan Sinta, langsung meremas bukit vagina yang menggembung dan merangsang itu.<br /><br />“Itu bilangnya.. memek.” jawab Sinta dengan menoleh ke belakang sambil menggigit kecil bibir Oom Icar. Bahasanya vulgar tapi Oom Icar malah senang mendengarnya.<br />“Iya, kalau memek Sinta ini dimasukin Oom punya, boleh kan?”<br />“Dimasukin apa Oom..?”<br />“Ini, apa ya bilangnya?” tanya lagi Oom Icar dengan mengambil sebelah tangan Sinta meletakkan di jendulan penisnya.<br />“Aaa.. ini kan bilangnya kontol.. Dimasukin ini bahaya, kalo hamil malah ketauan orang-orang Oom?” Sinta bergaya pura-pura takut tapi tangannya malah meremas-remas jendulan penis itu.<br />“Jangan ambil bahayanya, ambil enaknya aja. Nanti Oom beliin pil pencegah hamilnya.”<br />“Tapinya sakit nggak?” tanya Sinta sambil mematikan rokoknya ke asbak.<br />“Kalo udah dicoba malah enak. Yuk kita pindah ke tempat tidur?” Oom Icar mengajak tapi sambil membopong Sinta pindah ke tempat tidur untuk masuk di babak permainan cinta. Di sini Sinta mulai memasrahkan diri ketika tubuhnya mulai digeluti kecup cium dan raba gemas yang menaikan birahi nafsunya. Sinta sudah pernah begini dengan dr.Budi, caranya hampir sama dan dia senang digeluti laki-laki yang sudah berumur seperti ini. Karena mereka bukan hanya lebih pengalaman tapi juga lebih teliti jika mengecapi tubuh perempuan, apalagi gadis remaja seperti dia. Asyik rasanya menggeliat-geliat, merengek-rengek manja diserbu rangsangan bernafsu yang bertubi-tubi di sekujur tubuhnya.<br /><br />“Ahahhggg.. gellii Oomm.. Sshh.. iihh.. Oom sakit gitu.. sssh.. hnggg..”<br />Mengerang antara geli dan perih tapi dengan tertawa-tawa senang, yang begini justru memancing si Oom makin menjadi-jadi. Oom Icar yang nampaknya baru kali ini bergelut dengan seorang gadis remaja cantik tentu saja terangsang hebat, hanya saja dia sayang untuk terburu-buru dan masih senang untuk mengecapi sepuas-puasnya tubuh mulus indah yang dagingnya masih padat kencang ini. Dari semula saja dia sudah nekat melupakan bagaimana status hubungannya dengan Sinta apalagi setelah dilanda nafsu tinggi seperti ini. Anak gadis teman baiknya dan sekaligus sahabat anaknya ini begitu merangsang gairahnya membuat dia jadi terlupa segala-galanya. Sinta yang sudah memberi celana dalamnya diloloskan jadi telanjang bulat sudah rata seputar tubuhnya dijilati dengan rakus. Diberi bagian susunya dihisap saja sudah membuat Oom Icar buntu dalam asyik. Sibuk mulutnya menyedot berpindah-pindah diantara kedua puncak bukit yang membulat kenyal lagi pas besarnya itu, lebih-lebih waktu Sinta di bagian terakhir memberikan vaginanya dikecapi mulutnya. Jangan bilang lagi, seperti anjing kelaparan dia menyosor menjilat dan menyedot celah merangsang itu sampai tidak peduli tingkatan kesopanan lagi. Sahabat anak gadisnya yang biasanya hormat sopan kalau datang ke rumahnya, sekarang santai saja menjambak rambutnya atau mendekap kepalanya mempermainkan seperti bola kalau sosoran mulut rakusnya membuat geli yang terlalu menyengat.<br /><br />“Ssshh.. aahnggg.. geliii.. Oomm..” Oom Icar seru memuasi rasa mulutnya yang tentu saja membuat Sinta terangsang tinggi dalam tuntutan birahinya, tapi begitu pun jalan pelepasan yang diberikan si Oom betul-betul memuaskan sekali. Pada gilirannya Oom Icar merasa cukup dan menyambung untuk mengecap nikmatnya jepitan ketat vagina muda si gadis, di sinilah baru terasa asyiknya penis ayah sahabatnya.<br /><br />Sewaktu partama dimasuki, Sinta masih memejamkan mata, dia baru tersadar ketika batang itu sudah setengah terendam di vaginanya. Agak ketat sedikit rasanya. Membuka mata melirik ke bawah, dia langsung bisa mengira-ngira seberapa besar batang itu. “Aahshh..” dia mengerang dengan gemetar kerinduan nafsunya hanya saja tangannya mengerem pinggul Oom Icar agar tidak sekaligus tancap masuk. Meskipun tidak diutarakan Sinta lewat kata-kata tapi Oom Icar mengerti maksudnya. Dia meredam sedikit emosinya dan menusuk sambil membor penisnya lebih kalem. Di situ batang penis ditahan terendam sebentar untuk membawa dulu tubuhnya turun menghimpit Sinta lalu dari situ dia berlanjut membor sambil mulai memompa pelan naik turun pantatnya. Untuk beberapa saat masuknya batang diterima Sinta masih agak tegang, tapi ketika terasa mulai licin dan sudah mulai bisa menyesuaikan dengan ukuran Oom Icar. Dia pun mulai meresapi nikmatnya batang Oom Icar.<br /><br />“Wihhh.. ennaak sekalii!” begitu ketat dan begitu mantap gesekannya membuat Sinta langsung terbuai dengan nikmat sanggama yang baru dibukanya dengan batang kenikmatan Oom Icar. Saking asyiknya kedua tangan dan kakinya naik mencapit tubuh Oom Icar seolah-olah menjaga agar kenikmatan ini tidak dicabut lepas sementara dia sendiri mulai ikut aktif mengimbangi kocokan penis dengan putaran vaginanya yang mengocok. Disambut kehangatan begini Oom Icar tambah bersemangat memompa, semakin lebih terangsang dia karena Sinta meskipun tidak bersuara tapi gayanya hangat meliuk-liuk setengah histeris. Bergerak terus dengan tangan menggaruk kepala Oom Icar, kakinya yang membelit tidak ubahnya bagai akan memanjat tubuh si Oom. Kelihatan repot sekali gerak sanggamanya yang seperti tidak bisa diam itu, apalagi ketika menjelang sampai ke puncak permainan, tambah tidak beraturan Sinta menggeliat-geliat. Sementara itu si Oom yang sudah serius tegang juga hampir mencapai ejakulasinya.<br /><br />Beberapa saat kemudian keduanya tiba dalam orgasme secara bersamaan. Sinta yang mulai duluan dengan memperketat belitannya. “Aduuhh.. ayyuhh.. Oomm.. shh.. ahgh.. iyya.. duhh.. aahhh.. hgh.. aaahh.. aeh.. ahduhh.. sshhh Oom.. hheehh.. mmhg.. ayoh.. Sin..” saling bertimpa kedua suara masing-masing mengajak untuk melepas seluruh kepuasan dengan sentakan-sentakan erotis. Sama-sama mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dalam jumpa pertama ini, sehingga ketika mereda keduanya pun menutup dengan saling mengecup mesra, gemas-gemas sayang tanda senangnya. Begitu nafas mulai tenang, Sinta memberi isyarat menolak tubuh Oom Icar meminta lepas, tapi sementara si Oom berguling terlentang di sebelah, dia sudah mengejar, memeluk dengan memegang batangnya dan merebahkan kepalanya di dada Oom Icar. Meremas-remas gemas sambil memandangi batang yang masih mengkilap lengket itu.<br /><br />“Bandel nihh.. maen nyodok aja?” komentar Sinta sambil menarik penis Oom Icar.<br />“Abis kamunya juga bikin penasaran aja sih?” balas Oom Icar dengan tangannya merangkul leher bermain lagi di susu Sinta.<br />“Oom seneng ya sama aku?”<br />“Oo.. jelas suka sekali Sayaang.. Abis, kamu memang cantik, memeknya juga enak sekali..” kali ini dagu Sinta diangkat, bibirnya digigit gemas oleh Oom Icar.<br />Sinta langsung bersinar bangga dengan pujian itu. Itu pembukaan hubungan gelap mereka yang sejak itu berlangsung secara sembunyi-sembunyi dengan jadwal rutin karena masing-masing seperti merasa ketagihan satu sama lain. Oom Icar jelas senang dengan teman kencan yang cantik menggiurkan ini. Permainan selalu memilih tempat di hotel di luar kota tapi sekali pernah Sinta mendapat pengalaman yang unik serta konyol di rumah Oom Icar sendiri.<br /><br />Suatu hari Tante Vera sedang berbisnis ke luar kota ketika Sinta datang bertandang siang itu untuk menemui Asmi. Kedua gadis itu memang membuat janji akan jalan-jalan ke mall sore nanti tapi karena waktunya masih jauh, Asmi mempergunakannya untuk keluar rumah sebentar. Oom Icar yang membuka pintu dan dia sendiri ketika melihat ada peluang yang baik langsung memanfaatkannya, karena begitu Sinta masuk sudah disambut dengan telunjuk di bibir memaksudkan agar Sinta tidak bersuara. Sinta sempat heran tapi ketika digandeng ke kamar Oom Icar dia kaget juga, segera mengerti tujuannya.<br /><br />“Iddihh Oom nekat.. nanti ketauan Oom.. Asmi memangnya ke mana?” katanya tapi dengan nada berbisik panik.<br />“Sst tenang aja.. Kita aman, Asmi lagi pergi sebentar, Tante lagi keluar kota sedang Hari lagi tidur..” jelas Oom Icar. Hari adalah adik laki-laki Asmi yang duduk di kelas III SMP. Masih ada seorang lagi adik Asmi bernama Hendi yang duduk di kelas I SMA tapi dia tinggal dengan neneknya di Malang.<br /><br />“Iya tapi gimana kalo Asmi dateng Oom?”<br />“Kan nggak ada yang tau kalau Sinta udah di sini. Mereka nggak bakalan berani masuk kamar Oom. Acaramu kan Oom denger masih nanti malem, kita bikin sebentar di sini yaa?”<br />“Tapi Oom.?”<br />“Udahlah di sini aja dulu, Oom mau ke luar sebentar. Tuch denger, kayaknya Hari udah bangun. Nih, Oom tebus waktumu untuk jajan-jajan sama Asmi nanti,” kata Oom Icar langsung memotong protes Sinta dengan mengulurkan sejumlah uang yang cepat diambilnya dari dompetnya untuk membujuk Sinta. Setelah itu segera dia keluar kamar meninggalkan Sinta yang karena merasa sudah terjebak terpaksa tidak berani keluar takut kepergok Hari. Melirik uang yang digenggamnya sepeninggal Oom Icar, hati Sinta menjadi lunak lagi karena si Oom memang pintar mengambil hati dan selalu royal memberi jumlah yang cukup menghibur. Meskipun begitu dia menguping dari balik pintu mendengarkan situasi di luar dengan hati berdebar tegang.<br /><br />“Pak, barusan kayaknya ada yang dateng kedengeran pintu kebuka?” terdengar suara Hari menanyai ayahnya.<br />“Ah nggak ada siapa-siapa kok, barusan memang Bapak yang buka pintu.”<br />Baru saja sampai percakapan ini, tiba-tiba terdengar suara motor Asmi memasuki pekarangan. Tidak lama kemudian dia masuk ke rumah dan terdengar menanyai adiknya.<br />“Har, barusan Mbak Sinta singgah ke sini nggak?”<br />“Nggak tau, aku juga baru bangun..”<br />“Oh ya? Padahal Mbak Asmi singgah barusan ke rumahnya, Mamahnya bilangnya ke sini?”<br />“Ya mungkin aja Sinta tadi ke sini tapi ngira kamu nggak ada, jadi pergi ke tempat lain dulu.” kali ini Oom Icar ikut menimbrung pembicaraan.<br />“Iya tapi aku ada janji sama dia nanti sore-sorean. ”<br />“Oo.. kalo gitu paling-paling sebentar juga ke sini.” putus Oom Icar menghibur anaknya.<br /><br />Hening sebentar dan tidak lama kemudian terdengar suara Oom Icar memesan kedua anaknya agar jangan ada tamu atau telepon yang mengganggunya karena dia beralasan agak tidak enak badan dan akan tidur siang. Sesaat setelah itu dia pun masuk disambut Sinta yang bersembunyi di balik pintu langsung mencubit gemas lengannya tapi tidak bersuara, geli dengan sandiwara yang barusan didengarnya. Oom Icar tersenyum dan menggayut pinggang Sinta, menggandengnya ke tempat tidur. Sinta menurut karena tahu kalau menolak maka Oom Icar akan membujuknya terus, daripada berlama-lama lebih baik memberi saja agar waktunya lebih cepat selesai. Langsung diikutinya ajakan Oom Icar untuk membuka bajunya, hanya saja masih bingung jika permainan telah usai.<br /><br />“Tapi nanti aku ke luar dari sininya gimana Oom..?” tanyanya sambil menyampirkan celana dalamnya sebagai kain penutup terakhirnya yang dilepas.<br />“Gampang, Oom pura-pura aja nyuruh mereka berdua keluar beli makanan, di situ Sinta bisa aman keluar dari sini.”<br />“Ngg.. Oom bisa aja akalnya..” Sinta sedikit lega.<br />“Oom kalo mikirin yang itu sih gampang. Sekarang yang Oom pikirin justru ngeluarin isinya barang ini yang enak gimana caranya.” timpal Oom Icar seraya mendekatkan tubuhnya yang sudah sama bertelanjang bulat dan mengambil tangan Sinta untuk diletakkan di batang penisnya yang masih menggantung lemas.<br />Sinta malu-malu manja tapi tangannya langsung menangkap batang itu, menarik-narik, melocoknya dengan genggaman kedua tangannya sambil memandangi benda itu.<br /><br />“Yang enak tuh kayak apa sih?” godanya mulai bersikap manja-manja genit.<br />“Yang enaknya.. ya jelas pake ini Sin.” jawab Oom Icar balas menjulurkan tangannya meremas selangkangan Sinta.<br />“Iddihh si Ooom.. pengennya yang itu aja?” Sinta pura-pura jual mahal.<br />“Abisnya barang enak, jelas kepengen Sin..” kata Oom Icar sambil mulai mengajak Sinta berciuman.<br />Sinta memang memberi bibirnya tapi dia masih kelihatan setengah hati untuk balas melumat hangat, terlebih ketika akan diajak naik tempat tidur dia seperti merasa berat.<br />“Nggak enak ah Oom, sungkan aku itu tempat tidurnya Tante..” katanya mengutarakan perasaannya yang tidak enak untuk bermain cinta di tempat tidur keluarga itu. Oom Icar rupanya bisa mengerti perasaan Sinta, dia tidak memaksa tapi menoleh sekeliling sebentar dan cepat saja menemukan cara yang lain.<br />“Ya udah kalo gitu kita bikin sambil berdiri aja. Sini Oom yang atur, ya?” katanya sambil membawa Sinta ke arah kaki tempat tidur dan menyandarkan tubuh Sinta di palang-palang besi tempat tidur itu.<br /><br />Oom Icar memakai tempat tidur mahal tapi model kuno yang terbuat dari besi lengkap dengan tiang-tiang penyangga kelambunya. Di situ pantat Sinta disandarkan di pagar bawah tempat tidur yang tingginya pas menyangga pantatnya, sedang kedua tangannya diatur Oom Icar melingkar di sepanjang besi melintang di antara dua tiang kelambu bagian kaki tempat tidur yang tingginya setinggi punggung, sedemikian rupa sehingga tubuhnya tersandar menggelantung di besi melintang itu hampir pada masing-masing ketiak Sinta. Suatu posisi yang unik untuk bersanggama dalam gaya berdiri karena setelah itu Oom Icar mengambil dua ikat pinggang terbuat dari kain, lalu mengikat masing-masing lengan Sinta pada besi melintang itu. Sinta menurut saja memandangi geli sambil menunggu apa yang selanjutnya akan dilakukan Oom Icar. Berikutnya barulah Oom Icar mulai merangsang dengan menciumi dan menggerayangi sekujur tubuh Sinta dari mulai atas hingga ke bawah. Berawal mengerjai kedua susu Sinta dengan remasan dan kecap mulutnya dan kemudian berakhir mengkonsentrasikan permainan mulut itu di selangkangannya, membuat Sinta yang semula setengah hati mulai naik terangsang. Malah terasa cepat karena posisi kedua tangannya tidak bisa ikut membalas ini menimbulkan daya rangsang yang luar biasa. Apalagi ketika mulut Oom Icar mulai memberi rasa geli-geli enak di vagina yang tidak bisa ditolak kepalanya kalau geli terlalu menyengat.<br /><br />Begitu tengah sedang asyik-asyiknya permainan pembukaan ini, di teras depan Asmi terdengar mengalunkan suaranya berduet mengiringi Hari dalam permainan gitarnya. Konyol memang buat Asmi, sahabat yang sedang ditunggu-tunggu untuk janji pergi bersama, ternyata sudah sejak tadi ada di dalam kamar rumahnya sendiri, sedang meliuk-liuk keenakan saat vaginanya dikerjai mulut ayahnya, malah sudah tidak tahan rangsangan gelinya yang menuntut untuk lebih terpuaskan lewat garukan mantap penis ayah Asmi sendiri.<br /><br />“Ayyohh Oom.. janggan lama-lama.. masukkin dulu Oom punnyaa..” bahkan rintih Sinta sudah meminta Oom Icar segera mulai bersenggama. Oom Icar tidak menunggu lebih lama. Dia segera bangun dan membawa penisnya yang setengah menegang menempel di celah vagina Sinta. Membasahi dulu dengan ludahnya, menggosok-gosokan ujung kepala bulatnya di klitoris Sinta agar menjadi lebih kencang lagi, baru setelah itu mulai diusahakan masuk ke dalam lubang vagina di depannya. Sinta menyambut seolah tidak sabaran, menjinjitkan kakinya untuk mengangkangkan pahanya selebar yang bisa dilakukannya tanpa bisa membantu dengan tangannya. Dia terpaksa menunggu Oom Icar bekerja sendiri menguakkan bibir vagina dengan jari-jarinya agar bisa menyesapkan kepala penisnya terjepit lebih dahulu, baru kemudian ditekan membor masuk. Meningkat kemudian lagu-lagu cinta Asmi yang berduet dengan Hari mengalun romantis, ini senada dengan Sinta yang saat itu juga sedang merintih lirih, mengalunkan tembang nikmat ketika vaginanya mulai disodok dan digesek ke luar masuk penis tegang Oom Icar.<br /><br />“Ngghh.. Ooomm.. Sssh.. hhshh.. ngghdduuh.. sshsmm.. hdduhh Oomm.. ennakk.. sshhh.. mmmh.. heehhs.. adduhh..” mengaduh-aduh rintih suaranya tapi bukan kesakitan melainkan sedang larut dalam nikmat.<br /><br />Kalau tadi Sinta masih setengah hati untuk melayani nafsu Oom Icar, sekarang dia juga ikut merasa keenakan, karena bermain dalam variasi posisi berdiri ini terasa santai dan mengasyikan sekali baginya. Tidak repot menahan tubuhnya tetap berdiri karena bisa menggelantung dengan kedua lengannya, sambil menerima tambahan enak tangan Oom Icar yang meremas-remas kedua susunya, memilin-milin geli putingnya, dia juga bisa ikut mengimbangi sodokan penis ini dengan kocokan vaginanya. Malah tidak berlama-lama lagi, ketika Oom Icar sudah serius tegang akan tiba dipuncaknya Sinta pun mengisyaratkan tiba secara bersamaan. “Aduuhh.. Oomm.. ayoo.. sshh.. duh Sinta mau keluarr.. sssh.. hhgh.. Ooomm..” desah Sinta tertahan. “Aduhhssh.. Iya ayoo Sin.. Oom juga sama-samaa.. aahghh..” segera mengejang Sinta menyentak-nyentak ketika orgasme diikuti Oom Icar tiba di ejakulasinya. Permainan pun usai dengan kepuasan sebagaimana biasa yang didapati keduanya setiap mengakhiri jumpa cinta mereka.<br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panas, Cerita JorokUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-56481133219259297972009-02-08T01:27:00.000-08:002009-02-08T01:41:13.366-08:00Cerita Dewasa 17 Tahun : Puas Kukerjai si Udin<a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa 17 tahun</a> dan keusilanku ini berawal dari jahilnya Mang Udin. Pembantu di rumah kost ku. Dia pernah mengerjai dan memperkosaku bersama pasukan laknatnya. Kini saatnya balas dendam dan mengerjai kontolnya bersama pasukan laknatku. <br /> <br />ini berawal<blockquote>Melihat reaksi-ku Mang Udin seperti diatas angin, tangannya mulai bergerak turun menuju belahan vagina-ku, merenggangkannya dan menyentuh daerah sensitife-ku itu dengan tangannya,.. merasakan belaian tangannya di titik itu sedikit membuat tubuh-ku merinding, namun aku tak mau ketinggalan mengerjai Mang Udin, aku pun menarik tangannya dari lubang kemaluan-ku itu, bis aku kan gampang banget naik-nya..</blockquote><br /><br /><br />Hari terakhir ujian, rasanya suntuk banget dech,.. agak mendung memasuki tempat kost-kostan-ku,. Perlahan aku membuka pintu kamar-ku,.. baru aku mau memasuki kamar kost-ku,.. Mang Udin melintas,..<br /><br />” Non,.. ” Geli banget liat dia cengengesan begitu,. Terlebih aku belum melakukan pembalasan pada Mang Udin,..<br />” Apa Mang Ujang ?? ” Tanya-ku malas-malasan,..<br />” Nama saya Udin Non, bukan Ujang,.. ” Protesnya,..<br />” Ah sama aja,.. kan emang Ujang artinya pembantu kan ?? ” Jawab-ku<br />” Yeah, si non, Ujang nama non,.. bukan artinya pembantu,.. ” Terangnya,..<br />” Owh, gitu,.. terus kenapa Mang Udin,. ” Aku ingin cepat-cepat masuk, sebal melihat mukanya yang jelek itu,..<br />” Gapapa non, kangen aja,.. ” Dia cengengesan, dia kira bagus kali ya,..<br /><br />Aku melangkah masuk dalam kamar,.. kukunci rapat-rapat biar Mang Ujang, eh Mang Udin gak masuk ke dalam lagi kayak kejadian waktu itu,.. tunggu aja Mang Udin, seminggu lagi ya,..<br /><br />Singkat kata, yang gak perlu aku certain gimana susahnya ujian aku, akhirnya seminggu kemudian, hari kamis waktu itu, temen-temen waktu SMU-ku datang ke tempat-ku,. Yang satu namanya Adel yang ini tipe cewek yang bener-bener cerewet, 100x lebih bawel daripada aku,chubby-chubby gitu tapi tetep seksi,.. rambutnya di cat coklat,.. yang satunya lagi nama Erlin, tapi kita biasa manggil dia Lili,.. sama cerewetnya sama aku, cantik dech orangnya dan rambutnya juga masih panjang seperti dulu, kesannya anggun..<br /><br />Kalau aku ?? Gak usah diceritain dech ya,. dah sering banget, tar jadi narsis galleri lagi, hohoho^^<br /><br />Nah kebayang gak gimana rame-nya kamar kost aku, ada 3 orang cewek bawel yang udah sekitar 3 bulan-an gak ketemu,. Dan kayaknya gak kan menarik juga buat diceritain kan,.. masa u mau denger kita gosipin cowok-cowok, tar pada minder lagi,.. hehehe,..<br /><br />Ampe akhirnya aku ngungkapin ide gila buat ngerjain Mang Udin itu,.. pertamannya Lili menolak ide gila itu,. Beda dengan Adel yang penasaran dengan penis impotent-nya Mang Udin,..<br /><br />” Yakin Dell ?? ” tanya Lili,.. mukanya gak yakin gitu,..<br />” Yakin lah, itung-itung bantuin temen hahaha,.. “<br />” Mang punya rencana pa Dell ?? ” Tanya-ku penasaran,..<br /><br />Adel pun membisik kami bertiga,..Mendengar idenya yang gila itu Aku dan Lili langsung tertawa,..<br />” Tapi lu ya yang banyak godain,.. ” Lili masih tertawa menodong Adel,.<br />” Iya dech beres,… ” Adel ikut tertawa-tawa,..<br /><br />Maka Operasi Balas Dendam pun dimulai,..<br /><br />” Mang Udin, tolong donk,.. ” Aku memanggil Mang Udin yang kebetulan lewat, padahal sebenarnya memang sengaja sudah kutunggu,..<br />” Loh ada apa non, ” Iya buru-buru mendekat, pasti bukan karena dia pembantu yang rajin, tapi melihat ku yang hanya mengenakan handuk membebat tubuh-ku,..<br />” Itu Mang Udin, Air dikamar Mandi mati,.. ” Rajuk-ku,..<br />” Tar Mang Udin periksa diatas,.. ” Katanya, matanya itu udah kayak mau nerkam aja,..<br />” Itu Mang Udin, Shower aku aja kali yang mati, soalnya di Wastafel nyala koq,.. “<br />” OW, yawda Mang Udin masuk ya, periksa,.. ” Wajahnya itu seolah mengatakan, ” Nah gini donk, ini yang gue tunggu,.. “<br /><br />Namun Mang Udin begitu terkejut setelah memasuki kamar-ku itu, Adel dan Lili berdiri disebelah kursi yang biasa kupakai untuk main komputer dan browsing DS,. Keduanya tersenyum manja menatap Mang Udin,..<br />” Duduk sini donk Mang,.. ” Goda Adel,.Sementara aku menutup pintu kamar-ku<br />” Keran,.. ” , ” Saya mau benerin keran,.. ” Kata Mang Udin, pura-pura… dasar bandot yang suka pura-pura,..<br />” Tar aja, sini dulu duduk,.. “<br />Mang udin seperti kebinggungan, menarik nafas sebelum kemudian melangkah ke arah kursi, dan duduk diatasnya,..<br /><br />Mang Udin sekarang duduk di kursi, wajahnya tampak binggung namun juga ada guratan bahagia dalam senyumannya, bagaimana tidak, didepannya berdiri tiga orang gadis cantik yang notabenenya masih mahasiswi dengan hanya handuk yang membebat tubuh kami bertiga,..<br /><br />Adel yang memang paling gila diantara kami langsung menggoda mang Udin,..<br />” Mang Udin ya ?? ” goda Adel sambil duduk di paha Mang Udin,..<br />Mimik Mang Udin tampak seperti orang yang serba salah, ia mengganguk sambil menjawab dengan gelagapan,..<br />” I…I ya neng, neng siapa ya ?? ” Tanya-nya, tampaknya ia masih malu-malu kucing, padahal biasanya gak tau malu,..<br />” Ah, Mang Udin, ini kan temen aku, kenalin donk,.. ” Goda-ku, sekaligus sebal melihat gaya-nya yang sok alim itu,..<br />” Udin neng,.. ” Sambat Mang Udin, sambil menyalami Adel,..<br />” Adel,.. ” Adel senyum menggoda,..tangannya melepas kancing-kancing baju Mang Udin,..<br />” Mang udin Mang Udin, mang Udin suka ga diginiin ?? ” Goda Adel sambil membelaikan jemarinya di dada Mang Udin,..<br /><br />Ekspersi kaget Mang Udin yang gak biasa, benar-benar membuat perut ku melilit menahan tawa, Adel memang benar-benar nekad mengoda Mang Udin seperti ini,..Lili yang sendari tadi tampak grogi langsung tertawa lepas, malah ikut-ikutan menggoda Mang Udin,..<br />” Mang Udin badannya kuat ya,.. ” Bisik Lili tepat di depan telinga Mang Udin<br />” Oh iya donk Dek,.. ” Jawabnya dengan logat Madura,.. sementara ia sedikit menarik wajahnya tak tahan merasakan hembusan nafas Lili di telinganya,..<br />” Buka ya Mang Udin,.. ” Adel hanya pura-pura saja, sementara ia dan Lili sudah memelorotkan celana Mang Udin, hingga penisnya yang lemah itu menggantung<br /><br />Adel dan Lili menahan tawa, sama seperti aku,.. Adel meraih tangan Mang Udin meminta Mang Udin melepaskan handuk-nya, iseng Mang Udin juga langsung melepaskan kaitan handuk Lili,..<br />” Aduh si Mamang,.. ” Lili seperti kaget, melihat keusilan Mang Udin,..<br />” Hehehehe,.. ” Mang Udin membalas dengan cengengesannya,..<br />” Mang udin mau ?? ” Tanya Adel,..menunjuk penis Mang Udin yang masih terkulai lemah<br />” Apa aja mau dech Neng,.. ” Mang Udin cengengesan<br />Adel menunduk dan meraih penis itu dengan tangannya, lidahnya dijulurkan keluar, dan tubuh Mang Udin bergetar hebat saat lidah Adel menyentuh penisnya itu,..<br /><br />” Duh Mang Udin, seneng ya ?? ” Ejek-ku,.<br />” Iya donk Non, hehehe,.. ” Seperti yang kuduga, begitu aku mendekat Mang Udin langsung menarik handuk-ku,..<br />” Biar telanjang semua,.. ” Katanya cengengesan,.<br /><br />Aku hanya tersenyum saja melihat tingkahnya, sambil tertawa dalam hati menunggu balas dendam-ku beberapa saat lagi,..<br /><br />Mang udin mulai berani dan memagut bibir Lili, Lili sendiri awalnya ingin menolak namun tak jadi, ia membiarkan Mang Udin menciumnya sementara Adel lebih sibuk dengan usaha-nya dan memang paling bersemangat untuk membuktikan “Ketidak-perkasaan” mang Udin itu, ia menggunakan lidahnya memainkan penis Mang Udin, sesekali mengulumnya tanpa rasa jijik sedikit pun, memang yang satu ini agak-agak hyperseks,..<br /><br />Ia mengulum kepala penis Mang Udin yang nanggung antara keras dan gak itu,.. sementara tangannya sibuk mengocok batang kemaluannya,.. aku membantu Adel dengan memainkan buah zakar Mang Udin, dan aku memang selalu tertarik dengan bentuk puting mang Udin yang selalu mengacung, aku memainkan putingnya yang lucu itu dengan lidah-ku membelai dadanya hingga mulai basah sementara Mang Udin masih sibuk memagut Lili, yang terlihat fine-fine aja menerima ciuman Mang Udin yang benernya gak enak, dan asal-asalan, sementara juga tangan Mang Udin tak membiarkan sepasang buah dada Lili yang menggantung didekatnya itu,…<br /><br />Tangannya memainkan buah dada Lili, meremas-remasnya perlahan hingga sedikit kasar, yang membuat Lili sesekali merintih,.. cukup lama juga kami berempat dalam keadaan itu, namun penis Mang Udin tak kunjung berdiri, malah bergetar-getar dan menumpahkan spermanya ke dada Adel,..<br /><br />” Masih kuat Mang ?? ” Tanya Adel,..<br />” Iya Mang Kalo gak kuat jangan dipaksa,.. ” Ejek-ku, dengan nada halus,..<br />” Iya loh Mang nanti impoten,.. ” Kata Lili,<br />” Aduh Neng-neng ini, tenang itu belum apa-apa,..”<br />” Bener nich mang ?? ” Tanya Adel<br />” Bener dech non,.. “<br />” Yawda sini Mang ayo tiduran,.. ” Adel membimbing Mang Udin ke kasur-ku,..<br /><br />Adel berdiri sebelum memberikan vaginanya itu tepat diwajah Mang Udin, Mang Udin dengan sigap menggerakan lidahnya membelai vagina Adel itu, lidahnya menyapu-nyapu, sementara aku menggangu Mang Udin dengan membelai-belai dada-nya dengan jemari-ku, sesekali aku menggunakan lidah-ku itu membelai puting-nya itu,..<br /><br />Tubuhnya bergetar-getar menerima rangsangan demikian rupa, namun ia juga hanya bisa mendesah-desah tertahan, dan sedang sibuk menggerakan lidahnya di vagina Adel, sesekali Adel mendesah-desah nikmat, memang aku tahu benar kalau itu salah satu keahlian Mang Udin, selain permainan tangannya,.. tapi ya hanya 2 itu yang bagus dari Mang Udin, yang lainnya sich gak, apalagi junior-nya yang gak bisa tegak,..<br /><br />” Ehmmm, Mang Udin,.. ” Adel mendesah-desah, aku sedikit menahan tawa juga melihat ekspresi wajah teman-ku itu,..<br />Sementara Lili mulai memainkan penis Mang Udin dengan tangannya, sepertinya ia sangat tertarik dengan penis Mang Udin yang memiliki kepala penis yang disunat, tapi pendek dan lembek seperti itu,.. ia tersenyum-senyum sendiri sambil memainkan penis itu dengan tangannya, sambil sesekali memainkan lidahnya di buah zakar penis itu,..<br /><br />” Mang Udin enak gak ?? ” Tanya Lili,..<br />” Enn-ennak Non,.. lagi,.. ” Jawab Mang Udin disela permainan Lidahnya untuk Adel..<br />” Kalo gitu bikin keras donk,.. ” Lili senyum-senyum terhalang oleh tubuh Adel,.<br />Mang Udin sepertinya pura-pura tak mendengar dan meneruskan permainan lidahnya itu,.<br /><br />Sementara aku dan Lili sekarang sibuk merangsang penis Mang Udi, sesekali terlihat ingin mengeras namun tak lama kemudian kembali lembek dan terkulai, aku dan Lili hanya senyum-senyum sendiri, melihat lemasnya penis Mang Udin itu, sementara tangan kami berdua saling bergantian memainkan penis Mang Udin mulai dari batangnya hingga buah zakarnya itu,..<br /><br />Penis itu tiba-tiba gemetaran, tak lama kemudian tubuh Mang Udin ikut-ikutan menjadi kaku, sementara penisnya mulai menumpahkan cairan kental, aku tertawa-tawa saja melihatnya, demikian juga dengan Lili,..<br /><br />” Mang Udah keluar ya ?? ” Goda-ku,..<br />” Belum Neng, itu sich cuma dikit aja,.. “<br />” OH gitu,.. ” Jawab-ku pura-pura bodoh,..<br /><br />” Mang Udin kuat ya,.. ” Adel pura-pura memuji,.. di sela desahannya,..<br />” Iya donk neng, Udin,.. ” Katanya bangga,..<br />” Adel mau nyobain ya ?? ” Kata Adel lagi, mimik wajah Mang Udin langsung berubah serius, seperti orang yang kebinggungan<br />” Yawda,.. ” Katanya pasrah,.<br /><br />Adel merangkak turun, ia menarik penis Mang Udin yang terkulai lemah itu, ia memandang Mang Udin dengan ragu-ragu,..<br />” Ini bisa Mang ?? ” Tanya Adel,..<br />” Tergantung rangsangannya,.. ” Ia mengelak,..<br />Adel hanya tersenyum, dan menindih penis itu, dengan tangannya ia membimbing penis itu tepat di mulut vagina-nya, sementara perlahan ia mulai menggerakan tubuhnya membalur penis Mang Udin diantara tangannya dan mulut vaginanya,<br /><br />Pasti menarik gaya Adel itu andai penis Mang Udin bisa mengeras, aku dan Lili pun berpindah mencium Mang Udin, namun wajah mang Udin malah seperti orang yang sedang menahan rasa ngilu,..sementara tangan-ku, menarik tangan Mang Udin ke dada-ku, perlahan Mang Udin mulai meremas dada-ku itu, sambil membalas ciuman Lili, tangannya meremas payudara-ku, memainkan puting-ku, hingga aku sedikit mendesah menahan rasa yang diberikan oleh Mang Udin,.<br /><br />Melihat reaksi-ku Mang Udin seperti diatas angin, tangannya mulai bergerak turun menuju belahan vagina-ku, merenggangkannya dan menyentuh daerah sensitife-ku itu dengan tangannya,.. merasakan belaian tangannya di titik itu sedikit membuat tubuh-ku merinding, namun aku tak mau ketinggalan mengerjai Mang Udin, aku pun menarik tangannya dari lubang kemaluan-ku itu, bis aku kan gampang banget naik-nya..<br /><br />Aku menyodorkan saja dada-ku kemulutnya, Mang Udin melepaskan ciumannya dari Lili, dan memainkan dada-ku itu dengan lidahnya, sentuhan lidahnya yang memainkan puting-ku membuat-ku merinding juga, terlebih sesekali gigitan pelannya itu,.. Namun bukan Mang Udin kalau cepat puas, seolah melupakan rasa sakit yang mimiknya masih terekam jelas diwajahnya itu, tak dapat dari aku, tangan Mang Udin bergerilya ke lubang kewanitaan Lili,.. Lili hanya diam saja, membiarkan tangan Mang Udin bermain disana,..<br /><br />Wajah Lili pun mulai berubah, wajahnya yang merona merah, sementara Mang Udin masih cukup dapat membagi konsentrasinya memainkan lidahnya di dada-ku dan tangannya di vagina Lili, sementara Adel makin asyik mengerjai Mang Udin meremas-remas kantung kemaluannya itu sambil terus memainkan penis Mang Udin diantara tangan dan bibir kemaluannya itu,. Membuat Mang Udin tak bertahan lama..<br /><br />Tubuh Mang Udin kembali bergetar-getar hebat, ia gemetaran tapi wajahnya seperti orang yang sedang menahan rasa sakit,..Penis Mang Udin kembali mengeluarkan cairan spermanya itu, ia merintih-rintih menahan sakit menghentikan gerakan tangannya di vagina-ku dan vagina Lili, ia seperti orang yang sedang begitu menahan rasa ngilu,.. sementara Adel pun langsung turun, melihat penis Mang Udin yang seperti mengkerut itu, wajah Adel tampak puas mengerjai Mang Udin seperti itu,..<br /><br />” Wah jangan-jangan Mang Udin emang impotent nich,.. ” Aku menyambar kesempatan yang dibuat oleh Adel,..<br />” Eh enak aja, ini kan belum keras aja,. ” Elak Mang Udin,<br />” Tapi ini kan udah ampe keluar lagi Mang,.. ” Tanya Lili, seperti biasa dengan gaya-nya yang polos,..<br />” Ya itu sich sial aja Non,.. ” Kata Mang Udin<br />” Ah yang bener Mang,.. ” Adel mengunakan jarinya menekan-nekan penis Mang Udin yang lemah itu,..<br />” Iya bener Non,.. ” Katanya menahan rasa sakit,..<br />” Kalau gitu aku mainin lagi ya Mang,.. ” Ancam ku, menarik penis Mang Udin, seperti ingin mengocoknya,..<br />” Ampun dech Non ampun,..Iya Mang Udin Impotent ” Kata Mang Udin tak tahan, kalang kabut, penisnya kian layu setelah terpaksa 3 kali memuntahkan spermanya terlebih dengan penisnya yang tak bisa keras itu, kata dia sich sedikit ngilu,.<br /><br />” Nah, Mang Udin mulai sekarang jangan suka iseng-iseng bawa orang luar lagi ya,.. ” Kataku, sambil membelai wajahnya,..<br />” Iya Non, gak lagi suer dech,.. “<br />” Nah Mang Udin juga gak mungkin kan cerita keimpotenaan Mang Udin kesebar,.. ” Kata-ku lagi,..<br />” Iya Non, Mang Udin negrti musti gimana, Janji,.. ” Wajahnya masih ditekuk<br />” Ya kalau gitu Mang Udin mandi dulu sana,.hehehe.. ” Adel mentertawai penis Mang Udin yang sekarang benar-benar terkulai lemah tak berdaya,..<br />” Gak dimandiin Non ?? ” Tanya Mang Udin masih tak tahu malu,..<br />” Tar ya Mang, kalau udah bisa tegak anu-nya,.. ” Lili ikut-ikutan mentertawai Mang Udin yang akhirnya mau mengakui kalau dia Impoten,..<br /><br />Dengan wajah yang Diteguk, Mang Udin keluar dari kamar-ku, dan kami bertiga pun tertawa lebar penuh dengan kepuasaan sehabis mengerjai Mang Udin,..<br /><br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panasUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-58021438801310912842009-02-06T05:54:00.000-08:002009-02-06T06:09:52.575-08:00Cerita Dewasa : Sekalian saja 4 WanitaPengalamanku ini cukup menarik, dan menarik untuk disajikan sebagai <a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa 17 tahun</a> dan semoga membuat pembaca tergiur. Bagaimana tidak, 4 wanita sekaligus menikamti kontolku, demikian juga aku, kunikmati sekalian 4 memek mereka yang asyik. <br /><br /><blockquote>Yanti mulai menciumi penisku dan mengelus buah zakarku, dan mengemutnya dan mengocoknya dengan mulutnya yang sangat imut itu. Terasa jutaan arus listrik mengalir ke tubuhku,<br /><br />"Gila ini cewek pinter sekali sedotan dan kocokannya benar-benar nikmat banget," dalam batinku. Kupegang kepalanya, kuikuti naik turunnya, sesekali kutekan kepalanya saat turun. Sesaat kemudian dia berhenti.<br /><br />"Jok penis kamu lumayan besar dan panjang yach, keras lagi, aku semakin terangsang nich."</blockquote><br /><br />Yanti, sebut saja demikian, sudah tiga minggu kami saling berbagi kebutuhan biologis. Yanti adalah wanita berusia 25 tahun dengan tinggi 160 cm, dan dengan dada yang amat besar 36B ukurannya, kulit putih, dengan wajah mirip wanita bangsawan.<br /><br />Hubungan kami berawal pada sebuah pesta pertunangan rekan bisnis saya, aku kenalan dengannya dan menjadi akrab dengannya bahkan aku menawarkan untuk pulang bersama karena dia bosan untuk berada disana karena dia telah ditinggal oleh temannya. Yanti pun naik ke mobilku, dia tidak keberatan dengan itu, malam itu suhunya terasa amat dingin, walaupun AC sudahku matikan tapi masih terasa dingin aku juga tidak mengerti mengapa bisa terjadi seperti itu, akhirnya aku pinjami jasku untuk menutupi tubuhnya yang hanya memakai gaun putih itu. Bagiku Yanti malam itu terlihat sexy dengan gaun yang dipakainya, dia memakai gaun putih tanpa lengan, dan bra hitam yang menunjukkan kemolekan tubuhnya. Dan rambut panjangnya yang terawat dibiarkan tergerai dengan bebasnya.<br /><br />Karena perutku masih terasa lapar, tadi aku cuma makan sedikit karena keasyikan ngobrol dan menikmati tubuhnya yang sexy dan bahenol itu, kuajak dia makan di sebuah restoran tapi dia menolak karena dia dirumah telah masak, jadi aku diminta untuk makan ditempatnya saja, dalam hati, ini cewek baik banget selain dia sexy dan bahenol tapi juga baik hati, setelah aku berpikir lama akhirnya aku setuju.<br /><br />Singkat cerita kami sampai di rumah kontrakannya dan makanlah aku disana, selesai makan aku membereskannya, lalu dia mengajakku kekamarnya untuk menemaninya malam itu, padahal aku ingin pulang karena jam sudah menunjukkan jam 00.30. Aku mencoba untuk menolak tapi karena dia terus memohon untuk menemaninya, dan akhirnya aku pun mengiyakannya karena aku juga tidak tega kalau dia terlalu memohon kepadaku.<br /><br />Kamarnya terlihat rapi dan bersih semuanya tertata rapih sekali, ya, maklum kamar cewek. Dia mengontrak untuk berempat dan teman-temanya kebetulan saat itu lagi pada keluar, maklum saat itu adalah malam minggu. Singkat cerita, dia bercerita padaku bahwa dia baru putus sama pacarnya karena cowoknya kepergok telah berbuat perselingkuhan dibelakang dia. Diapun menangis mengenang masa lalu yang teramat indah bersama sang pacar dan sekarang hanyalah tinggal kemalangan belaka dan aku coba untuk memberanikan diriku untuk memeluknya dan menenangkannya, Yanti tak menolaknya.<br /><br />Setelah agak tenang, kubisikan dia bahwa malam ini kamu kelihatan cantik sekali. Yanti tersenyum dan menatapku sangat dalam, lalu aku cium bibirnya yang hangat itu dan dia membalas ciumanku dengan sangat ganasnya, lalu tangannya mulai mencari dimana adik kecikku bersembunyi. Akhirnya dia mendapatkannya dan meremas dengan lembutnya.<br /><br />Kamipun berciuman dengan sangat ganasnya lalu aku mulai mencium lehernya, Yantipun mendesah,<br /><br />"Aaahh geli Jok aahh."<br /><br />Mendengar itu aku semakin bernafsu, aku pun mulai meremas-remas payudaranya dari luar branya yang montok itu. Yanti mendesah lagi,<br /><br />"Aaahh enak Jok terus Jok terus sstt."<br /><br />Dan dia pun menjambak rambutku. Setelah beberapa lama aku meremas payudaranya, dia mendesah dan terus berkicau, dengan permainan yang aku buat itu. Aku pun mulai melucuti gaun yang dia masih pakai, yang tersisa hanya tinggal Branya dan CD beranda merah muda, kemudian branya pun aku lepas, tampaklah jelas gunung kembar yang sangat menantang birahiku dan punting merah-kecoklatan cerah yang sudah mengeras. Kuremas payudaranya dan kuhisap puntingnya dan kugigit kecil dengan gigiku, Yanti hanya memejamkan mata sambil menikmati hisapanku itu. Aku gigit-gigit puntingnya dan dia pun mengerang dan menggelinjang keasikan,<br /><br />"Jok enak Jok, teruss Jok, hisap terus aahh sstt"<br /><br />Kemudian aku lanjutkan dengan menciumi perutnya kemudian aku copot CD yang masih melekat pada dirinya. WOw ternyata jembutnya tidak terlalu lembat dan rapi, rambut disekitar bibir kemaluannya bersih. Dan vaginanya tampak kencang dengan clitoris yang cukup besar dan tampak basah.<br /><br />"Kamu rajin mencukur yaa," tanyaku, dengan wajah memerah dia mengiyakan, sebab kata teman-temannya demi kesehatan vagina, dan tidak bau.<br /><br />Kupangku dia dan mulai menciuminya lagi, dan sapuan lidahku mulai menjalar dari payudara kemudian puntingnya, kugigit kecil dengan gigiku, Yanti menggelinjang keasikkan dan mendesah-desah merasakan rangsangan kenikmatan,<br /><br />"Ssstt terus Jok sstt."<br /><br />Tangan kananku mulai memainkan clitorisnya yang sudah banjir, kemudian kujilati klitotisnya dengan lidahku perlahan-lahan, desahan dan lenguhan makin sering kudengar. Seirama dengan sapuan lidahku klitorisnya, Yanti semakin terangsang, dia bahkan menjabak rambutku dan menekan kepalaku di klitorisnya,<br /><br />"Jok, enak.. Banget.. Enak.. Jok, aahh.. Jok terus Jok jilat terus sampai dalam Jok aahh.."<br /><br />Desahannya dan lenguhannya membuat aku bertambah nafsu untuk melancarkan yang lebih gila dari sebelumnya dan seketika itu juga badannya mulai mengejang dan<br /><br />"Jok.. Yanti.. mau.. Keeluaar aa.. Aaahh" dan terasa sekali derasnya cairan yang mengalir dari vaginanya yang terasa asam-asam pahit tapi nikmat kemudian langsung aku jilat sampai habis dan tak tersisa. Yanti kemudian berdiri.<br /><br />"Sekarang giliranku," katanya.<br /><br />Celanaku langsung dilucutinya dan akupun langsung berbaring diatas kasur yang empuk itu. Salah satu tangannya memegang penisku dan yang lain memegang buah zakarku, di mengelusnya dengan lembut.<br /><br />"Mmmhh enak juga yaa penis kamu," ceretus dia.<br />"Aaahh enak Yan" desahku.<br /><br />Yanti mulai menciumi penisku dan mengelus buah zakarku, dan mengemutnya dan mengocoknya dengan mulutnya yang sangat imut itu. Terasa jutaan arus listrik mengalir ke tubuhku,<br /><br />"Gila ini cewek pinter sekali sedotan dan kocokannya benar-benar nikmat banget," dalam batinku. Kupegang kepalanya, kuikuti naik turunnya, sesekali kutekan kepalanya saat turun. Sesaat kemudian dia berhenti.<br /><br />"Jok penis kamu lumayan besar dan panjang yach, keras lagi, aku semakin terangsang nich."<br /><br />Aku hanya tersenyum, lalu kuajak dia main 69, ternyata dia mau. Vaginanya yang banjir itu tepat diwajahku, merah dan kencang, sedang Yanti sudah mengocok penisku. Aku semakin bernafsu untuk memainkan vaginanya yang semakin menantang aja, tercium wangi yang khas pada sekitar vaginanya yang sangat aku sukai sekali pada wanita, dan clitorisnya sampai memerah dan kuhisap yang sudah keluar untuk kedua kalinya.<br /><br />Tiba-tiba aku kaget ketika aku melihat ke arah pintu yang tidak begitu rapat ditutupnya dan aku semakin kaget ketika ternyata teman-temannya sudah melihat semua permainan yang sedang kami lakukan. Salah satu dari dia celetuk,<br /><br />"Yan main kok tidak ngajak-ngajak sih kita kan juga mau,"<br /><br />Dan ternyata setelah aku ketahui namanya Yeni (24), tampa disangka mereka langsung membuka baju dan celana mereka dan seketika itu pula mereka sudah keadaan bugil. Aku semakin kelabakan karena diserang dari berbagai arah. Aku mulai memasukkan penisku ke vagina Yanti, walaupun pertama kali terasa sempit sekali jadi aku agak kesulitan memasukannya dan setelah beberapa lama aku berusaha, akhirnya aku dapat masuk setengah dan Yanti menjerit menahan sakit yang tiada tara. Tanpa aku duga ternyata ada sedikit darah mengalir di sekitar vaginanya, ternyata dia masih perawan batinku. Yanti makin mengejang sambil mendesis seperti ular, sedangkan Yeni yang tidak kalah montok dan juga payuadarannya paling besar dari pada Yanti.<br /><br />Yanti pun memainkan puntingnya Dewi(24, 38), sedangkan Ati (25, 36b) memainkan vaginanya Dewi. Mereka saling mendesah membuat suasana semakin panas saja. Aku sendiri semakin cepat memainkan penisku, desahan Yanti pun semakin kencang saja bersamaan dengan kecepatan goyanganku yang semakin cepat dan Yanti semakin menikmati permainanku dan dia pun semakin mengimbangi permainanku.<br /><br />"Aaahh enak Jok, terus Jok, lebih dalam lagi Jok," celotehnya aku semakin cepat dan ketika itu juga badan dia mulai mengejang bertanda dia mau orgasme. Tidak berapa lama dia,<br />"Jok aku ingiin keluar" dan ketika itu juga keluarlah cairan yang ketiga kalinya dengan banyak sekali dan Yanti terlihat lemas dan langsung tergeletak disampingku, tapi penisku masih tegak bagaikan mau menantang kenikmatan.<br /><br />Yeni pun langsung mengambil penisku yang masih tegak itu ke dalam vaginanya ternyata sama sempitnya dengan Yanti, aku sedikit kaget karena ada sedikit darah mengalir dari vaginanya dan ternyata Yeni pun masih perawan juga batinku, perlahan kugoyang penisku, maju mundur, dan semakin keras aku mengenjotnya dan jeritanya panjang dan seketika itu juga badannya mulai mengejang yang berarti dia mau orgasme, aku pun semakin mempercepat gerakan penisku dan Yeni pun menjerit panjang,<br /><br />"Jok.. Aku keeluuar aahh" dan seketika itu pula dia roboh disampingku sedangkan aku masih belum sampai puncaknya.<br /><br />Aku raih tangannya Dewi dan langsung aku mainkan vaginanya dengan lidahku dan terus aku mainkan sampai diapun mendesah dengan keras. Sedangkan Ati memainkan puyudara Dewi yang sudah mengeras. Aku pun mulai memasukkan penisku ke vagina Dewi yang ternyata sempit juga tapi untung vaginanya sudah basah jadi tidak terlalu sulit. Dan ketika baru masuk setengah ada darah yang mengalir pada vaginanya dalam batin ternyata semuanya masih pada perawan dalam batinku, perlahan kugoyang penisku maju mundur membentuk angka 8, rintihan kesakitan berubah menjadi desahan kenikmatan.<br /><br />Sedangkan Ati menjilati payudara Dewi dengan nafsunya dan sekali-kali Ati mencium bibirku dengan garangnya, saat kau berada diatas Dewi, kujilati payudaranya yang memerah dan Dewi tidak bisa menjerit karena bibirnya sudah disumpel dengan mulutnya Ati yang dari tadi sudah mencium bibirnya Dewi dengan garang dan kelihatan sudah bernafsu itu.<br /><br />Aku mulai menekannya dengan nafsu dan tentunya dann tentunya penisku masih ada didalam vaginanya Dewi yang sangat nikmat itu.<br /><br />"Ooohh nikmat sekali rasanya", dia menjerit "Ssshh", seperti ular yang sedang mendekati mangsanya. Dan kupercepat lagi goyanganku dan semakin cepat aku mengocoknya semakin keras dia menjerit kenikmatan dan seketika itu juga,<br /><br />"Aaahh aku mau keeluuarr Jok, kau juga ingin keluar, kita keluarin bareng aja yaa, aahh"<br /><br />Crot.. Crot.. Crot hampir bersamaan, begitu nikmatnya permain malam ini dan akupun langsung tertidur lemas karena sudah bermain dengan tiga wanita sekaligus, setelah 3 jam aku tertidur aku merasakan ada yang mengemut penisku dengan lebutnya dan setelah aku membuka mataku ternyata Ati yang belum mendapatkan jatahnya. Langsung kucium bibirnya denga bernafsu dan dia langung meminta aku untuk memasukkan penisku ke vaginanya yang ternyata sudah banjir dari tadi. Aku mencoba untuk memainkan vaginanya dan tanpa kuduga ternyata Ati telah meraih penisku dan langsung membimbingku memasuki vaginanya.<br /><br />Disaat menyentuh bibir vaginanya dia mengerang kenikmatan dan akupun langsung memasukkannya dan ternyata sudah tidak begitu sempit dibandingkan dengan tiga temannya dan tanpa banyak hambatan aku mulai menggenjot dengan cepat dan terasa sekali ada yang terasa yang berdenyut-denyut di vaginanya yang berarti menandakan dia mau orgasme dan aku semakin mempercepat goyanganku dan seketika itu pula.<br /><br />"Aaahh Jok, aku mau keeluuaarr sstt"<br /><br />Keluarlah cairan yang sangat banyak itu dan dia langsung lemas dan ternyata mereka berempat langsung bangun dan langsung memburu aku dengan sangat garangnya, dan saat itu jam 05.30 pagi, kami berlima mandi bareng dan disaat mandipun kami masih sempat bermain walaupun hanya sebentar karena waktunya sudah tidak memungkinkan untuk bermain lama.<br /><br />"Makasih yaa Jok, kamu memang hebat walaupun tubuh kamu tidak gemuk(kurus), tapi stamina kamu kuat sekali, aku jadi ingin sekali mengulangnya."<br /><br />Tapi aku harus berangkat kerja, setelah kejadian itu aku masih sering bermain dengan mereka kadang aku bermain hanya berdua, kadang berempat, kadang bertiga, kadang juga langsung berlima. Tapi hampir sudah sebulan ini, aku tidak tahu kemana mereka dan tidak pernah ketemu lagi bahkan saat aku ke kontrakannya ternyata dia sudah pindah entah kemana dan aku hubungin lewat HP tak pernah aktif, aku merindukan saat itu.<br /><br />Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panasUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-73546975676981105702009-02-04T06:11:00.000-08:002009-02-04T06:15:16.829-08:00Cerita Dewasa 17 Tahun : Salon plus<a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">Cerita Dewasa 17 Tahun</a> ini saya dapat pada sebuah blog besar. Semoga saja ceritanya belum basi, dan masih layak baca. Semoga juga cerita dewasa ini masih bisa bikin ngaceng kontol para pembaca :D <br /><br />Pada hari Sabtu yang telah kami sepakati dengan teman dia, dan kami janjian ketemu di salon itu jam 13:00. Aku pun meluncur ke salon itu untuk potong rambut, sejenak aku melirik jam tangan, terlihat jam satu kurang beberapa menit saja dan kuputuskan untuk masuk. Seperti halnya salon-salon biasa, suasana salon ini normal tidak ada yang luar biasa dari tata ruangnya serta kegiatannya. Pada pertama kali aku masuk, aku langsung menuju ke tempat meja reception dan di sana aku mengatakan niat untuk potong rambut. Dikatakan oleh wanita cantik yang duduk di balik meja reception agar aku menunggu sebentar sebab sedang sibuk semua. Sambil menunggu, aku mencoba untuk melihat-lihat sekitar siapa tahu ada temanku, tapi tidak terlihat ada temanku di antara semua orang tersebut. Mungkin dia belum datang, pikirku. Kuakui bahwa hampir semua wanita yang bekerja di salon ini cantik-cantik dan putih dengan postur tubuh yang proporsional dan aduhai. Kalau boleh memperkirakan umur mereka, mereka berumur sekitar 20-30 tahun. Aku jadi teringat dengan omongan temanku, Hanni, bahwa mereka bisa diajak kencan. Namun aku sendiri masih ragu sebab salon ini benar-benar seperti salon pada umumnya.<br /><br />Setelah beberapa menit menunggu, aku ditegur oleh reception bahwa aku sudah dapat potong rambut sambil menunjuk ke salah satu tempat yang kosong. Aku pun menuju ke arah yang ditentukan. Beberapa detik kemudian seorang wanita muda nan cantik menugur sambil memegang rambutku.<br />“Mas, rambutnya mau dimodel apa?” katanya sambil melihatku lewat cermin dan tetap memegang rambutku yang sudah agak panjang.<br />“Mmm… dirapi’in aja Mbak!” kataku pendek.<br />Lalu seperti halnya di tempat cukur rambut pada umumnya, aku pun diberi penutup pada seluruh tubuhku untuk menghindari potongan-potongan rambut. Beberapa menit pertama begitu kaku dan dingin. Aku yang diam saja dan dia sibuk mulai motong rambutku. Sangat tidak enak rasanya dan aku mencoba untuk mencairkan suasana.<br />“Mbak… udah lama kerja di sini?” tanyaku.<br />“Kira-kira sudah enam bulan, Mas… ngomong-ngomong situ baru sekali ya potong di sini?” sambungnya sambil tetap memotong rambut.<br />“Iya… kemarenan saya lewat jalan ini, terus kok ada salon, ya udah dech, saya potong di sini. Ini juga janjian sama temen, tapi mana ya kok belum datang?” jawabku sedikit berbohong.<br />“Ooo..” jawabnya singkat dan berkesan cuek.<br />“Hei…” terdengar suara temanku sambil menepuk pundak.<br />“Eh… elo baru dateng?” tanyaku.<br />“Iya nih… tadi di bawah jembatan macet, mmm… gue potong dulu yach..” jawabnya sambil berlalu.<br /><br />Ngobrol punya ngobrol, akhirnya kami dekat, dan belakangan aku tahu Stella namanya, 22 tahun, dia kost di daerah situ juga, dia orang Manado, dia enam bersaudara dan dia anak ketiga. Kami pun sepakat untuk janjian ketemu di luar pada hari Senin. Untuk pembaca ketahui setiap hari Senin, salon ini tutup. Setelah aku selesai, sambil memberikan tips sekedarnya, aku menanyakan apakah ia mau aku ajak makan. Dia menyanggupi dan ia menulis pada selembar secarik kertas kecil nomor teleponnya. Sambil menunggu Hanni, aku ngobrol dengan Stella, aku sempat diperkenalkan oleh beberapa temannya yang bernama Susi, Icha dan Yana. Ketiganya cantik-cantik tapi Stella tidak kalah cantik dengan mereka baik itu parasnya juga tubuhnya. Susi, ia berambut agak panjang dan pada beberapa bagian rambutnya dicat kuning. Icha, ia agak pendek, tatapannya agak misterius, dadanya sebesar Stella namun karena postur tubuhnya yang agak pendek sehingga payudaranya membuat ngiler semua mata laki-laki untuk menikmatinya. Sedangkan Yana, ia tampak sangat merawat tubuhnya, ia begitu mempesona, lingkar pinggangnya yang sangat ideal dengan tinggi badannya, pantatnya dan dadanya-pun sangat proporsional.<br /><br />Akhirnya kami ketemu pada hari Senin dan di tempat yang sudah disepakati. Setelah makan siang, kami nonton bioskop, filmnya Jennifer Lopez, The Cell. Wah, cakep sekali ini orang, batinku mengagumi kecantikan Stella yang waktu itu mengenakan kaos ketat berwarna biru muda ditambah dengan rompi yang dikancingkan dan dipadu dengan celana jeans ketat serta sandal yang tebal. Kami serius mengikuti alur cerita film itu, hingga akhirnya semua penonton dikagetkan oleh suatu adegan. Stella tampak kaget, terlihat dari bergetarnya tubuh dia. Entah ada setan apa, secara reflek aku memegang tangan kanannya. Lama sekali aku memegang tangannya dengan sesekali meremasnya dan ia diam saja.<br /><br />Singkat cerita, aku mengantarkan dia pulang ke kostnya, di tengah jalan Stella memohon kepadaku untuk tidak langsung pulang tapi putar-putar dulu. Kukabulkan permintaannya karena aku sendiri sedang bebas, dan kuputuskan untuk naik tol dan putar-putar kota Jakarta. Sambil menikmati musik, kami saling berdiam diri, hingga akhirnya Stella mengatakan,<br />“Mmm… Will, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, memang semua ini terlalu cepat, Will… aku suka sama kamu…” katanya pelan tapi pasti.<br />Seperti disambar petir mendengar kata-katanya, dan secara reflek aku menengok ke kiri melihat dia, tampaknya dia serius dengan apa yang barusan ia katakan. Dia menatap tajam.<br />“Apa kamu sudah yakin dengan omonganmu yang barusan, Tel?” tanyaku sambil kembali konsentrasi ke jalan.<br />“Aku nggak tau kenapa bahwa aku merasa kamu nggak kayak laki-laki yang pernah aku kenal, kamu baik, dan kayaknya perhatian and care. Aku nggak mau kalo setelah aku pulang ini, kita nggak bisa ketemu lagi, Will. Aku nggak mau kehilangan kamu,” jawabnya panjang lebar.<br />“Mmm… kalo aku boleh jujur sich, aku juga suka sama kamu, Tel… tapi kamu mau khan kalo kita nggak pacaran dulu?” tegasku.<br />“Ok, kalo itu mau kamu, mmm… boleh nggak aku ’sun’ kamu, bukti bahwa aku nggak main-main sama omonganku yang barusan?” tanyanya.<br /><br />Wah rasanya seperti mau mati, jantungku mau copot, nafas jadi sesak. Edan ini anak, seperti benar-benar! Sekali lagi, aku menengok ke kiri melihat wajahnya yang bulat dengan bola mata yang berwarna coklat, dia menatapku tajam dan serius sekali.<br />“Sekarang?” tanyaku sambil menatap matanya, dan dia menganguk pelan.<br />“OK, kamu boleh ’sun’ aku,” jawabku sambil kembali ke jalanan.<br />Beberapa detik kemudian dia beranjak dari tempat duduknya dan mengambil posisi untuk memberi sebuah “sun” di pipi kiriku. Diberilah sebuah ciuman di pipi kiriku sambil memeluk. Lama sekali ia mencium dan ditempelkannya payudaranya di lengan kiriku. Ooh, empuk sekali, mantap!Payudaranya yang cukup menantang itu sedang menekan lengan kiriku. Edan, enak sekali, aku jadi terangsang nih. Secara otomatis batang kemaluanku pun mengeras. Dengan pelan sekali, Stella berbisik, “Will, aku suka sama kamu,” dan ia kembali mencium pipiku dan tetap menekan payudaranya pada lengan kiriku. Konsentrasiku buyar, sepertinya aku benar-benar sudah terangsang dengan perlakuan Stella, dan beberapa kendaraan yang melaluiku melihat ke arahku menembus kaca filmku yang hanya 50%. “Kamu terangsang ya, Will?” tanyanya pelan dan agak lirih. Aku tidak menjawab. Tangan kirinya mulai mengelus-elus badanku dan mengarah ke bawah. Aku sudah benar-benar terangsang. Sekali lagi Stella berbisik, “Will, aku tau kamu terangsang, boleh nggak aku lihat punyamu? punya kamu besar yach!” aku mengangguk. Dibukalah celana panjangku dengan tangan kirinya, seperti ia agak kesulitan pada saat ingin membuka ikat pinggangku sebab dia hanya menggunakan satu tangan. Aku bantu dia membuka ikat pinggang setelah itu aku kembali memegang setir mobil.<br /><br />Dielus-elus batang kemaluanku yang sudah keras dari luar. Tidak lama kemudian ditelusupkan telapak kirinya ke dalam dan digenggamlah kemaluanku. “Ooh…” desahku pelan. Sedikit demi sedikit wajahnya bergerak. Pertama, ia cium bibirku dari sebelah kiri lalu turun ke bawah. Ia cium leherku, dan ia sempat berhenti di bagian dadaku, mungkin ia menikmati aroma parfum BULGARI-ku. Ia makin turun dan turun ke bawah. Beberapa kali Stella melakukan gerakan mengocok kemaluanku. Pertama-tama dijilatinya pangkal batang kemaluanku lalu merambat naik ke atas. Ujung lidahnya kini berada pada bagian biji kejantananku. Salah satu tangannya menyelinap di antara belahan pantatku, menyentuh anusku, dan merabanya. Stella melanjutkan perjalanan lidahnya, naik semakin ke atas, perlahan-lahan. Setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik, teramat perlahan. Melewati bagian tengah, naik lagi. Ke bagian leher batangku. Kedua tanganku tak kusadari sudah mencengkeram setir mobil. Ujung lidahnya naik lebih ke atas lagi. Pelan-pelan setiap jilatannya kurasakan bagaikan kenikmatan yang tak pernah usai, begitu nikmat, begitu perlahan. Setiap kali kutundukkan wajahku melihat apa yang dilakukannya setiap kali itu pula kulihat Stella masih tetap menjilati kemaluanku dengan penuh nafsu.<br /><br />Sesaat Stella kulihat melepaskan tangannya dari kemaluanku, ia menyibakkan rambutnya ke samping tiga jarinya kembali menarik bagian bawah batang kemaluanku dengan sedikit memiringkan kepalanya. Stella kemudian mulai menurunkan wajahnya mendekati kepala kejantananku. Ia mulai merekahkan kedua bibirnya, dengan berhati-hati ia memasukkan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya tanpa tersentuh sedikitpun oleh giginya. Kemudian bergerak perlahan-lahan semakin jauh hingga di bagian tengah batang kemaluanku. Saat itulah kurasakan kepala kejantananku menyentuh bagian lidahnya. Tubuhku bergetar sesaat dan terdengar suara khas dari mulut Stella. Kedua bibirnya sesaat kemudian merapat. Kurasakan kehangatan yang luar biasa nikmatnya mengguyur sekujur tubuhku. Perlahan-lahan kemudian kepala Stella mulai naik. Bersamaan dengan itu pula kurasakan tangannya menarik turun bagian bawah batang tubuh kejantananku hingga ketika bibir dan lidahnya mencapai di bagian kepala, kurasakan bagian kepala itu semakin sensitif. Begitu sensitifnya hingga bisa kurasakan kenikmatan hisapan dan jilatan Stella begitu merasuk dan menggelitik seluruh urat-urat syaraf yang ada di sana. Kuraba punggungnya dengan tangan kiriku, kuelus dengan lembut lalu mengarah ke bawah. Kudapatkan payudara sebelah kanan. Kubuka telapak tanganku mengikuti bentuk payudaranya yang bulat. Kuremas dengan lembut. Kubuka satu persatu kancing rompinya, dan kembali aku membuka tepak tangan mengikuti bentuk payudaranya. Sambil tetap mengulum, tangan kanannya bergerak menyentuh tanganku, ia tarik baju ketatnya dari selipan celana panjangnya. Dipegangnya tanganku dan diarahkannya ke dalam. Di balik baju ketatnya, aku meremas-remas payudaranya yang masih terbungkus BH. Kuremas satu persatu payudaranya sambil mendesah menikmati kuluman pada kemaluanku.<br /><br />Kuremas agak kuat dan Stella pun berhenti mengulum sekian detik lamanya. Kuelus-elus kulit dadanya yang agak menyembul dari BH-nya dengan sesekali menyelipkan salah satu jariku di antara payudaranya yang kenyal. “Agh…” desahku menikmati kuluman Stella yang makin cepat. Aku turunkan BH-nya yang menutupi payudara sebelah kanan, aku dapat meraih putingnya yang sudah mengeras. Kupilin dengan lembut. “Ooh… esst…” desahnya melepas kuluman dan terdengar suara akibat melepaskan bibirnya dari kemaluanku. Menjilat, menghisap, naik turun. Ia begitu menikmatinya. Begitu seterusnya berulang-ulang. Aku tak mampu lagi melihat ke bawah. Tubuhku semakin lama semakin melengkung ke belakang kepalaku sudah terdongak ke atas. Kupejamkan mataku. Stella begitu luar biasa melakukannya. Tak sekalipun kurasakan giginya menyentuh kulit kejantananku. Gila, belum pernah aku dihisap seperti ini, pikirku. Pikiranku sudah melayang-layang jauh entah ke mana. Tak kusadari lagi sekelilingku oleh gelombang kenikmatan yang mendera seluruh urat syaraf di tubuhku yang semakin tinggi. Aku berhenti sejenak meraba payudaranya. Kutengok ke bawah, tangan kanannya menggenggam dengan erat persis di bagian leher batang kemaluanku, dan ia terlihat tersenyum kepadaku. “Kamu luar biasa, Tel,” bisikku sambil menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum oleh kehebatannya. Stella tersenyum manis dan berkesan manja. “Eh, bisa keluar aku kalo kamu kayak gini terus,” bisikku lagi merasakan genggaman tangannya yang tak kunjung mengendur pada kemaluanku. Stella tersenyum. “Kalo kamu udah nggak pengen keluar, keluarin aja, nggak usah ditahan-tahan,” jawabnya dan setelah itu menjulurkan lidahnya keluar dan mengenai ujung batang kemaluanku. Rupanya ia mengerti aku sedang berjuang untuk menahan ejakulasiku.<br /><br />“Aaghhh…” desahku agak keras menahan rasa ngilu. Bukan kepalang nikmat yang kurasakan, tubuhnya bergerak tidak karuan, seiring dengan gerakan kepalanya yang naik turun, kedua tangannya tak henti-henti meraba dadaku, terkadang ia memilin kedua puting susuku dengan jarinya, terkadang ia melepaskan kuluman untuk mengambil nafas sejenak lalu melanjutkannya lagi. Semakin lama gerakannya makin cepat. Aku sudah berusaha semaksimal untuk menahan ejakulasi. Kualihkan perhatianku dari payudaranya. Aku meraba ke arah bawah. Kubuka kancing celananya. Agak lama kucoba membuka dan akhirnya terlepas juga. Pelan-pelan kuselipkan tangan kiriku di balik celana dalamnya. Aku dapat rasakan rambut kemaluannya tipis. Mungkin dipelihara, pikirku dalam hati. Kuteruskan agak ke bawah. Stella mengubah posisinya. Tadinya ia yang hanya bersangga pada satu sisi pantatnya saja, sekarang ia renggangkan kedua kakinya. Dengan mudah aku dapat menyentuh kemaluannya. Beberapa saat telunjukku bermain-main di bagian atas kemaluannya. Aku naik-turunkan jari telunjukku. Ugh, nikmat sekali nih rasanya, pikirku. Sesekali kumasukkan telunjukku ke dalam lubang kemaluannya. Aku jelajahi setiap milimeter ruangan di dalam kemaluan Stella. Aku temukan sebuah kelentit di dalamnya. Kumainkan klitoris itu dengan telunjukku. Ugh, pegal juga rasanya tangan kiriku. Sejenak kukeluarkan jariku dari dalam. Lalu aku menikmati setiap kuluman Stella. Rasanya sudah beberapa tetes spermaku keluar. Aku benar-benar dibuat mabuk kepayang olehnya.<br /><br />Kembali kumasukkan jariku, kali ini dua jari, jari telunjuk dan jari tengahku. Pada saat aku memasukkan kedua jariku, Stella tampak melengkuh dan mendesah pelan. Semakin lama semakin cepat aku mengeluar-masukkan kedua jariku di lubang kemaluannya dan Stella beberapa menghentikan kuluman pada batang kemaluanku sambil tetap memegang batang kemaluanku. Entah sudah berapa orang yang melihat kegiatan kami terutama para supir atau kenek truk yang kami lewati, namun aku tidak peduli. Kenikmatan yang kurasakan saat itu benar-benar membiusku sehingga aku sudah melupakan segala sesuatu. Kembali Stella menjilat, menghisap dan mengulum batang kemaluanku dan entah sudah berapa lama kami melakukan ini. Kutundukkan kepalaku untuk melihat yang sedang dikerjakan Stella pada kemaluanku. Kali ini Stella melakukan dengan penuh kelembutan, ia julurkan lidahnya hingga mengenai ujung kepala kemaluanku lagi. Ia memutar-mutarkan lidahnya tepat di ujung lubang kemaluanku. Sungguh dashyat kenikmatan yang kurasakan. Beberapa kali tubuhku bergetar namun ia tetap pada sikapnya. Sesekali ia masukkan semua batang kemaluanku di dalam mulutnya dan ia mainkan lidahnya di dalam. “Ooh.. Tel… enakk…” desahku sambil melepaskan tangan kiriku dari lubang kemaluannya. Kupegang kepalanya mengikuti gerakan naik turun.<br /><br />“Stella, aku sudah nggak tahannn…” kataku agak lirih menahan ejakulasi. Namun gerakan Stella makin cepat dan beberapa kali ia buka matanya namun tetap mengulum dan terdengar suara-suara dari dalam mulutnya. “Aaaagghhh…” desahku keras diiringi dengan keluarnya sperma dari dalam batang kemaluanku di dalam mulutnya. Keadaan mobil kami saat itu sedikit tersentak oleh pijakan kaki kananku. Aku menikmati setiap sperma yang keluar dari dalam kemaluanku hingga akhirnya habis. Stella tetap menjilati kemaluanku dengan lidahnya. Dapat kurasakan lidahnya menyapu seluruh bagian kepala kemaluanku. Ugh, nikmat sekali rasanya. Setelah membersihkan seluruh spermaku dengan lidahnya, Stella bergerak ke atas. Kulihat dia, tampak ada beberapa spermaku menempel di sebelah kanan bibirnya dan pipi kirinya. Aku mulai bergerak memperbaiki posisi dudukku, perlahan-lahan. Sambil tetap digenggamnya batang kemaluanku yang sudah lemas, Stella beranjak ke atas melumat bibirku, masih terasa spermaku. Sekian detik kami bercumbu dan aku memejamkan mata. Akhirnya ia merapikan posisinya, ia duduk dan merapikan pakaiannya. Aku pun merapikan pakaianku sekedarnya. Aku kenakan celana panjangku namun tidak kumasukkan kemejaku.<br /><br />Beberapa hari setelah itu, aku main ke kost Stella dan pada saat itu pula kami mengikat tali kasih. Awal bulan Maret lalu Stella kembali dari Manado setelah 2 minggu ia berada di sana dan ia tidak kembali lagi bekerja di salon itu. Sekarang kami hidup bersama di sebuah tempat di daerah Grogol, sekarang ia diterima sebagai operator di salah satu perusahaan penyedia jasa komunikasi handphone. Sedangkan aku tetap sebagai animator yang bekerja di sebuah perusahaan di daerah Kedoya tapi aku harus meninggalkan kostku. Setelah kami hidup seatap, Stella mengakui padaku bahwa selama enam bulan ia bekerja di salon itu, ia pernah melayani pelanggannya dan ia mengatakan bahwa semua pekerja yang bekerja di salon itu juga pekerja seks. Stella tidak mengetahui bagaimana asal mulanya. Stella sendiri tidak tahu apakah salon merupakan sebuah kedok atau seks adalah sebuah tambahan. Dia mengatakan bahwa untuk mengajak keluar salah satu karyawati di situ, seseorang harus membayar di muka sebesar Rp 500.000. Rasanya Jakarta hanya milik kami berdua, tiap malam setelah mandi sepulang dari kerja atau setelah makan malam, kami melakukan hubungan seks. Entah sampai kapan semua ini akan berakhir dan entah kapan kami akan resmi menikah.<br /><br />Kami sungguh menikmati setiap hari yang akan kami lalui dan telah kami lalui bersama. Aku sungguh tidak peduli dengan asal-usulnya pekerjaan Stella sebab makin hari aku makin terbius oleh kenikmatan seks dan mataku seolah-seolah tertutup oleh rasa sayangku pada dia.<br />Cerita Dewasa 17 TahunUnknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5561834709136624347.post-51091845407124986852009-02-04T05:46:00.000-08:002009-02-04T05:53:07.283-08:00Cerita Dewasa : Ika Teman Kelasku yang BinalSebenernya <a href="http://ceritadewasadi.blogspot.com/">cerita dewasa</a> ini bermula dari keusilan anak2 nakal pada sebuah SMP. Pada waktu itu aku masih duduk di SMP kelas II, pernah terjadi kejadian yang sangat mengasyikan dan lebih baik ini jangan ditiru. Pada waktu di SMP, aku termasuk anak yang cukup nakal dan sekolahku itu pun merupakan sekolah yang banyak menampung para anak-anak nakal, sehingga tanpa kusadari aku pun bisa dibilang lumayan lebih banyak nakalnya dari pada baiknya.<br /><br />Saat itu ada seorang teman sekelasku yang bernama Ika. Ika memang cewek yang paling dekat dengan cowok dan terkenal paling bandel juga nakal. Tidak jarang teman-teman pun menyimpulkan bahwa dia cewek binal, karena dia berpenampilan agak seronok dibandingkan teman-temannya, yaitu dengan baju sekolah yang tidak dimasukkan ke dalam, melainkan hanya diikat antar ujung kain dan menggunakan rok yang sangat minim dan pendek, yaitu satu telapak tangan dari lutut. Ika seorang gadis yang cukup manis dengan ciri-ciri tinggi yang pada waktu itu sekitar 160 cm, berat badan 45 kg dengan kulit putih serta bentuk wajah yang oval. Ika memiliki rambut sebahu, hitam tebal, pokoknya oke punya tuh doi.<br /><br />Setelah bel kelas berbunyi yang tandanya masuk belajar, semua murid-murid masuk ke kelas. Tetapi anehnya, empat anak yang terdiri dari 3 cowok dan 1 cewek itu masih mengobrol di luar kelas yang tempatnya tidak jauh dari WC, dan sepertinya terjadi kesepatan diantara mereka. Setelah pelajaran kedua selesai, teman-teman cowok yang bertiga itu meminta ijin keluar untuk ke WC kepada guruku yang mengajar di pelajaran ketiga, sehingga membuatku curiga.<br />Di dalam hatiku aku bertanya, "Apa yang akan mereka perbuat..?"<br /><br />Tidak lama setelah teman-teman cowok meminta ijin ke WC tadi, malah Ika pun meminta ijin kepada guru yang kebetulan guru pelajaran Bahasa Indonesia yang lumayan boring. Rasa penasaranku makin bertambah dan teman-temanku juga ada yang bertanya-tanya mengenai apa yang akan mereka perbuat di WC. Karena aku tidak dapat menahan rasa penasaranku, akhirnya aku pun meminta ijin untuk ke WC dengan alasan yang pasti. Sebelum sampai di WC kulihat teman-teman cowok kelasku yang bertiga itu kelihatannya sedang menunggu seseorang. Tidak lama kemudian terlihat Ika menuju tempat teman-teman cowok tersebut dan mereka bersama-sama masuk ke kamar WC secara bersamaan.<br /><br />Rasa penasaranku mulai bertambah, sehingga aku mendekati kamar WC yang mereka masuki. Terdengar suara keributan seperti perebutan makanan di ruangan tersebut. Akhirnya aku masuk ke kamar WC, secara perlahan-lahan kubuka pintu kamar WC yang bersampingan dengan kamar WC yang mereka masuki, sehingga percakapan dan perbuatan mereka dapat terdengar dengan jelas olehku.<br />"Hai Tun, Sep, siapa yang akan duluan..?" tanya Iwan kepada mereka.<br />Dijawab dengan serentak dari mulut Ika seorang cewek, dia menjawab dengan nada menantang, "Ayo.., siapa saja yang akan duluan. Aku sanggup kok kalaupun kalian langsung bertiga..!"<br />Aku bertanya-tanya, apa sih yang mereka perundingkan, sampai-sampai saling menunjuk dan menantang seperti itu. Tapi aku tetap terdiam membisu sambil memperhatikan kembali, apa yang akan terjadi.<br /><br />Setelah itu, tidak lama kemudian Asep menjawab dengan nada ringan, "Yah udah, kalau begitu Kita bertiga bareng-bareng ajah. Biar rame..!" katanya.<br />Langsung disambut ucapan Asep tersebut oleh Ika, "Ayo cepetan..! Nanti keburu pulang sekolah."<br />Dan akhirnya Utun pun berucap, "Ayo Kita mulai..!"<br />Setelah itu tidak terdengar suara percakapan mereka lagi, tetapi terdengar suara reslueting yang sepertinya dibuka dan juga suara orang membuka baju.<br /><br />Tidak lama kemudian terdengar suara riang mereka bertiga dengan ucapan menanyakan pada Ika, "Hey Ka.., Siapa sih yang paling besar alat kelamin Kami bertiga ini..?"<br />Ika pun menjawab dengan nada malu-malu, "Kayanya sih Utun yang paling gede, hitam lagi." dengan sedikit nada menyindir dan langsung dijawab oleh Utun, "Hey Ka..! Cepetan buka tuh baju Kamu, biar cepet asik si Joni, Kita nih enggak kuat lagi..!"<br /><br />Setelah terdengar Ika membuka bajunya, tidak lama kemudian terdengar suara teman-teman cowok bertiga, Utun, Asep, Iwan dengan nada ganas, "Wauw.., benar-benar body Kamu Ka, kaya putri turun dari langit..!"<br />Tidak lama kemudian Asep bertanya pada Ika, "Ka.., kalau Aku boleh tidak meraba buah dadamu ini yang bagaikan mangkuk mie ini Ka..?"<br />Ika pun menjawab dengan nada enteng, "Yah sok aja, yang penting jangan dirusak ajah..!"<br />Utun pun sepertinya tidak mau kalah dengan Asep, dia pun bertanya, "Ka.., Aku bolehkan memasukkan alat kelaminku ke lubang gua rawamu ini kan Ka..?" sambil meraba-raba alat kelamin Ika.<br />Ika pun menjawab dengan nada mendesak, karena alat kelaminnya sepertinya sedang diraba-raba oleh Utun, "Aahh.. uhh.. boleh Tun.. asal jangan sangar yah tun..!"<br />Dan terakhir terdengar suara Iwan yang tak mau kalah juga, "Ka.., Aku boleh kan menciumimu mulai dari bibir hingga lehermu Ka.., boleh kan..?"<br />Ika menjawab dengan nada seperti kesakitan, "Awww.. Uuuhh.. iya-iya, boleh deh semuanya..!"<br /><br />Suara-suara tersebut terdengar olehku di samping kamar WC yang mereka isi, yang kebanyakan suara-suara tersebut membuat saya risih mendengarnya, seperti, "Aaahh.. eehh.. aawww.. eh-eh.. oww-oowww.. sedap..!"<br />Dan tidak lama kemudian terdengar suara Ika, "Kalian jangan terlalu nafsu dong..!" kata Ika kepada teman-teman cowok tersebut, "Karena Aku kan sendirian.., sedangkan Kalian bertiga enggak sebanding dong..!"<br />Tetapi mereka bertiga tidak menjawab ucapan Ika tersebut, dan akhirnya terdengar suara jeritan kesakitan yang lumayan keras dari Ika, "Aaawww.., sakit..!"<br /><br />Ika kemudian melanjutkan dengan ucapan, "Aduh Tun.., Kamu udah mendapatkan keperawanan Saya..!"<br />Dijawab dengan cepat oleh Utun, "Gimana Ka..? Hebatkan Saya."<br />Setelah itu Utun pun mendesah seperti kesakitan, "Adu.. aduh.., kayanya alat kelaminku lecet deh dan akan mengeluarkan cairan penyubur." kata-katanya ditujukan kepada teman-temannya.<br />Tidak lama kemudian Iwan bertanya kepada Ika, "Ka aku bosan cuma menyiumi Kamu aja Ka.., Aku kan kepingin juga kaya Utun..!"<br />Iwan pun langsung bertukar posisi, yang anehnya posisi Iwan tidak sama seperti yang dilakukan Utun, yaitu memasukkan alat kelaminnya ke lubang pembuangan (anus) dari belakang, sehingga Ika tidak lama kemudian menjerit kedua kalinya.<br />"Aaawww.. Iiihh.. perih tahu Wan..! Kamu sih salah jalur..!" rintih Ika menahan sakit.<br />Tetapi sepertinya Iwan tidak menghiraukan ucapan Ika, dan terus saja Iwan berusaha ingin seperti Utun, sampai alat kelaminnya mencapai klimaks dan mengeluarkan cairan penyejuk hati. Hanya berlangsung sebentar, Iwan pun menjerit kesakitan dan alat kelaminnya pun dikeluarkan dari lubang pembuangan dengan mengatakan, "Aaahh.., uuhh.., uuhh.., enaak Ka, makasih. Kamu hebat..!"<br />Asep yang setia hanya meraba-raba payudara Ika dan sekali-kali menggigit payudara Ika. Tetapi ternyata akhirnya Asep bosan dan ingin seperti kedua temannya yang mengeluarkan cairan penyubur tersebut sambil berkata, "Ka.., Aku juga mau kaya mereka dong, ayo Ka..! Kita mainkan.."<br /><br />Ika menjawab dengan nada lemas, "Aduh Sep..! Kayanya Aku udah capek Sep, sorry yah Sep..!"<br />Akhirnya Asep kesal pada Ika dan langsung saja Asep menarik tangan Ika kepada alat kelaminnya dengan menyodorkan alat kelaminnya.<br />"Ka.., pokoknya Aku enggak mo tahu.., Aku pinggin kaya mereka berdua..!"<br />Ika menjawab dengan nada lemas, "Aduh Sep.., gimana yah, Aku benar benar lemas Sep..!"<br />Aku tetap terdiam di kamar WC tersebut.<br /><br />Ada sekitar 45 menit berlanjut, dan aku pun berpikir apakah mungkin mereka berbuat oral seks karena masih duduk di SMP. Hal ini mendorong rasa penasaran tersebut untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya aku dapat melihat mereka dari atas, karena kamar WC di sekolahku pada waktu itu tembok pembaginya tidak tertutup sampai dengan atas langit, sehingga aku dapat melihat mereka berempat. Karena kesal akibat Asep tidak dipenuhi permintaannya, akhirnya Asep menarik kepala Ika ke depan alat kelaminnya yang sudah menegang tersebut.<br /><br />Asep berkata dengan nada mengancam kepada Ika, "Ayo Ka..! Kalo gitu kelomohi alat kelaminku hingga Aku merasakan enaknya seperti mereka..!"<br />Setelah berusaha memanjat untuk melihat adgean secara langsung, aku dapat melihat dengan jelas. Ika seorang cewek langsung saja mengerjakan apa yang disuruh oleh Asep, sedangkan temannya yang berdua lagi, Utun dan Iwan duduk di lantai, tergeletak menahan rasa enak bercampur sakit yang mereka rasakan tersebut.<br /><br />Tidak berlangsung lama, Asep berkata kepada Ika, "Ka.., Ka.., Ka.., ahh.. aah.. awas Ka..! Aku akan mengirimkan cairan penyuburku yang hebat ini..!"<br />Kulihat Ika langsung menyopotkan alat kelamin Asep dari mulutnya, dan terlihat raut wajah Ika yang sayu dan sendu bercampur gembira karena dapat uang dan sedih karena keperawanannya sudah hilang oleh mereka bertiga. Dasar Asep sedang kesal, Asep menyemprotkan cairan penyuburnya kepada Ika dan kedua temannya dengan mendesis kesakitan terlebih dahulu.<br />"Aaahh.., uuhh.., Awas cairan penyuburku ini diterima yah..!" kata Asep sambil tangannya tetap mengocokkan penisnya.<br />Kulihat Asep menyempotkan cairan penyubur itu dari alat kelaminnya secara kasar.<br /><br />Setelah ada 15 menit sehabis Asep mengeluarkan cairan penyuburnya, kulihat mereka langsung berpakaian kembali setelah mereka menyopotkan baju-baju mereka sampai tidak tersisa sehelai kain pun. Sebelum mereka keluar, aku langsung cepat keluar dari kamar mandi tersebut secara perlahan-lahan agar tidak terdengar oleh mereka. Kemudian aku menuju ke kelas yang telah memulai pelajarannya dari tadi. Hanya berselang beberapa menit, mereka masuk ke kelas seorang-seorang agar tidak ketahuan oleh guru kami.<br /><br />Hari itu tidak terasa lama sampai bel keluar sekolah berbunyi. Kulihat mereka bertiga teman cowokku, Asep, Iwan, Utun sedikit lelah, seperti kehabisan nafas dan anehnya mereka berjalan seperti kehabisan tenaga.<br />Karena aku suka iseng ke temen, aku langsung bertanya kepada mereka bertiga, "Hey Kalian kayanya pada lemes banget. Habis ngebuat su.., sumur yah..?"<br />Langsung dijawab dengan enteng oleh perwakilan mereka bertiga, yaitu Asep, "Iya Bie, enak tahu kalo ngegali sumur tersebut dengan rame-rame..!"<br />"Ohh gitu yah..?" jawabku dengan tersenyum karena tahu apa yang mereka perbuat tadi.<br /><br />Tidak jauh dari tempatku berdiri, kulihat Ika berjalan sendirian dengan memegang tas kantongnya yang sehari-hari tasnya selalu di atas pundaknya. Sekarang hanya dibawa dengan cara dijingjing olehnya.<br />Langsung saja aku memanggilnya, "Ka.., Ika.. Ka.. tunggu..!"<br />Ika menjawab dengan nada lemas, "Ada apa Bie..?"<br />Karena aku juga ingin iseng padanya, kulangsung bertanya, "Ka.., kayanya Kamu kecapean. Habis tertembak peluru nyasar yang menghajarmu, ya Ka..?"<br />Ika pun menjawab dengan nada kesal, mungkin bahkan tersindir, "Yah.. Bie.., bukan peluru nyasar, tapi burung gagak yang nyasar menyerang sarang tawon dan goa Hiro, tahu..!"<br />Mendengar nadanya yang tersinggung, aku langsung meminta maaf kepada Ika.<br />"Ka.., maaf. Kok gitu aja dianggap serius, maaf yah Ka..?" kataku menenangkannya sambil tersenyum bersahabat.<br />Karena aku penasaran, aku langsung menyerempet-menyerempet agar terpepet.<br />"Ka.., boleh enggak Ka, Aku coba masuk ke goa Hiro tersebut..? Kayanya sih asik.. bisa terbang kaya burung..!" pintaku sambil tertawa pelan.<br />Karena Ika sudah kesal dan lelah, Ika menjawab, "Apa sih Kamu Bie..? Kamu mau goa Saya, nanti dong antri.., masih banyak burung yang mau masuk ke goaku, tahu..!"<br />Dan akhirnya aku tertawa dengan rasa senang.Unknownnoreply@blogger.com